Mag-log inSemua orang merasa tertekan, apa lagi para prajurit yang tidak memiliki basis kultivasi. Tangan mereka langsung menyumpali lubang telinga. Saking tidak tahannya dengan tekanan suara, para prajurit itu sampai berguling-guling di atas tanah.
Zhang Ruling dan Tang Huang segera mengatur keseimbangan energi di tubuh mereka. Sedangkan Mu Zehuai tetap berbaring tenang sembari memejamkan mata. Dari luar tampak tenang, tetapi sebenarnya dia sedang sibuk mengontrol kedua energi yang saling bertentangan di dalam tubuhnya. Dua energi itu sedang bergejolak hebat. 'Kenapa energi di dalam tubuhku sangat sulit dikendalikan? Sungguh sial!' gumam Mu Zehuai dalam hati. Bagaimana pun, Ilmu Sukma Penghancur Hati adalah sumber kekuatan yang sangat jahat dan bertentangan dengan ajaran lurus yang pernah dilatih Mu Zehuai di Sekte Bulan Misterius. Keduanya saling berbentrokan bagai api melalap dan air memadam. "Pada akhirnya, Ilmu Sukma Penghancur Hati tetap muncul di dunia persilatan," ucap seorang pria paruh baya berjanggut lebat. Semua rambut yang tumbuh di sekujur tubuhnya telah memutih. Panampilannya serba putih, termasuk pakaian dan seruling giok di genggaman tangannya. Dia adalah Bai Song Hao— sang ketua Biro Musik, juga seorang Dewa Pedang Suara. Setelah menampakkan diri, aura tekanan yang dibawa Bai Song Hao perlahan menghilang. Zhang Ruling langsung menghela napas lega. Tatapan matanya beralih menatap sosok Bai Song Hao yang berdiri memunggunginya. "Dewa Pedang Suara? Sungguh pemandangan yang langka. Seingatku, Dewa Pedang Suara tidak pernah mencampuri urusan duniawi. Tapi sekarang kenapa Anda tiba-tiba muncul di tempat ini? Ingin menonton pertunjukan?" sarkas Zhang Ruling, sengaja menyindir kemunculan Bai Song Hao. Tanpa basa-basi, Bai Song Hao langsung menjawab, "Untuk membasminya!" Seruling di tangan Bai Song Hao menunjuk tegak ke arah Mu Zehuai yang masih terbaring tenang, sama sekali tidak terkecoh oleh kedatangan seorang ahli lain yang menginginkan nyawanya. "Ingin membunuhku? Kita lihat apakah kau punya kemampuan itu atau tidak!" cetus Mu Zehuai. Mu Zehuai menggertak dengan sangat arogan. Tanpa bergerak sejengkal pun dari posisinya, pertarungan batin mulai berlangsung di antara mereka. Melihat kemampuan lawannya yang sepadan, sepertinya pertarungan sengit ini akan menguras banyak energi. Kebetulan sekali, dia ingin mencoba seberapa kuatnya Ilmu Suka Penghancur Hati yang legendaris ini. Set! Tekanan batin akhirnya berhenti. Setelah saling menekan, keduanya akhirnya menghela napas berat. "Ilmu Sukma Penghancur Hati memang luar biasa. Kutebak, tingkatanmu sekarang telah naik ke tahap pembentukan pil. Benar 'kan?" tebak Bai Song Hao. Sedikit berbasa-basi membahas kehebatan lawannya yang cukup tangguh. "Hekh!" Mu Zehuai tidak berkomentar. Seringaian sinis adalah jawaban singkat darinya. "Sayang sekali. Pemuda berbakat sepertimu pada akhirnya harus mengambil jalan ini. Jika—" Mu Zehuai segera menyela. "Jika apa?" Setelah terbaring malas-malasan, Mu Zehuai akhirnya menggerakkan tubuhnya. Dalam sekejap mata, tubuhnya berteleportasi tepat di hadapan Bai Song Hao. Tatapannya dingin, menghunus tajam bagaikan pedang es beku. Penampilannya tetap sama seperti sebelumnya, tetapi auranya jauh berbeda. Aura yang terpancar dari tubuh Mu Zehuai terasa gelap karena diselimuti hawa negatif. "Tidak ada kata 'jika.' Sekali pun ada, jika tanpa keberuntungan ini ... seharusnya aku sudah lama mati!" geramnya. Tatapannya beralih menatap Tang Huang dan Zhang Ruling secara bergantian. "Aku tidak salah!" tegasnya. Selang hanya beberapa detik kemudian, nada bicaranya menurun. Terdengar lebih tenang bagaikan air mengalir. "Tapi ... itu sudah tidak penting lagi. Karena di dunia ini, hanya orang kuat yang pantas bicara!" cetusnya. Jleb! Tiba-tiba sebuah tombak menusuk punggung Mu Zehuai. Salah seorang prajurit mencari kesempatan dalam kesempitan. Tusukannya begitu dalam hingga menembus ke perutnya. Wajah Mu Zehuai tertunduk, menatap ujung tombak yang berlumuran darahnya sendiri. Akan tetapi, bukannya meringis kesakitan, Mu Zehuai justru tersenyum misterius. "Darah?" Jari telunjuk Mu Zehuai mencolek darah yang melumuri ujung tombak itu, lalu menjilat darahnya ke mulutnya sendiri. Mu Zehuai lantas berbalik seraya berucap, "Cari mati!" Telapak tangannya menarik prajurit itu bagaikan magnet. Mu Zehuai mencekik lehernya, lalu menghisap energi hidupnya. "Mu Zehuai! Kau sudah gila!" hardik Zhang Ruling. "Dia memang sudah gila," tambah Tang Huang. Tatkala Zhang Ruling hendak maju menyerang, lagi-lagi Tang Huang mencegahnya. "Kau mau apa?" tanyanya. Zhang Ruling meninju lengan Tang Huang yang menghadang jalannya. "Dia sudah kehilangan akal sehatnya. Jika dibiarkan begitu saja, dia bisa—" Bai Song Hao menyela ucapan Zhang Ruling. "Tidak perlu. Tidak ada gunanya kau menghentikannya. Inilah kehebatan Ilmu Sukma Penghancur Hati. Dia bisa menyerap energi kehidupan manusia, termasuk basis kultivasi. Jika kau mendekatinya, maka basis kultivasimu yang akan terserap selanjutnya," tutur Bai Song Hao menjelaskan panjang kali lebar. "Baiklah, dasar rubah tua! Sudah kuduga, kau datang hanya untuk menonton pertunjukkan. Jadi, apa gunanya punya basis kultivasi tinggi kalau kerjaanmu hanya menjadi pajangan di sini? Hah!" murka Zhang Ruling. Emosinya bergejolak bagaikan api melalap kayu bakar. "Dia sudah kerasukan obsesi ekstream. Tanpa turun tangan sekali pun, tubuhnya akan meledak sebentar lagi," ungkap Bai Song Hao. Dalam dunia persilatan, orang yang sudah kerasukan obsesi ekstream bagaikan orang yang sudah mendekati ajal kematian. Ketika seorang praktisi telah kerasukan obsesi ekstream, maka akal sehatnya sudah tidak lagi berfungsi. Pikirannya telah dikendalikan oleh hawa negatif. Jiwanya bagaikan telah meninggalkan raga. Sukar untuk diselamatkan. Tidak puas menyerap energi hidup seorang prajurit, Mu Zehuai langsung menyerap energi 30 orang prajurit sekaligus. "Tidak bisa! Jika mereka mati tidak wajar, nanti akan sangat merepotkan." Mengingat identitasnya sebagai putra seorang adipati, Zhang Ruling mulai merasa gelisah andaikan para prajurit itu mati di bawah pengawasannya. Namun, sebelum Zhang Ruling bertindak, Mu Zehuai lebih dulu menunjukkan gejala yang tidak wajar. "Aaargghhh!" Dia berteriak kesakitan, lalu berhenti melakukan ritual sesat. Siksaan bertubi-tubi mulai menggerogoti tubuhnya. Lagi-lagi dia mengalami serangan balik. "Lihatlah. Sudah kubilang, kita tidak perlu repot-repot membunuhnya," tukas Bai Song Hao. "Tapi ... aku tetap harus membunuhnya dengan tanganku sendiri." Kali ini giliran Tang Huang yang maju melancarkan serangan. Tinjauan tangan besinya telah siap menghantam Mu Zehuai dari arah belakang. Kekuatan maksimal telah dikerahkan lewat tinjuannya. Namun, tiba-tiba ... Duaaar! Terjadi sebuah ledakan dahsyat. Suaranya menggelegar nyaring hingga menghempaskan semua orang yang berajarak dekat di sekitarnya. Sedangkan Tang Huang, Zhang Ruling dan Bai Song Hao segera mundur menghindari ledakan dengan kemampuan qinggong yang mereka miliki. "Bom Petir Kematian?! Ini milik Sekte Iblis!" kaget Zhang Ruling. "Semuanya, orangnya akan kubawa pergi. Sampai berjumpa lagi. Hahaha!" Gelak tawa pecah membahana menggema di udara. Dia membawa pergi Mu Zehuai tanpa meninggalkan jejak. Sosoknya tidak terlihat karena terhalang oleh tebalnya kabut beracun. "Siapa dia?" Zhang Ruling bertanya-tanya karena penasaran dengan identitas orang yang turut datang mencampuri urusan. "Wakil Sekte Kerajaan Gelap, Wang Hui," ungkap Bai Song Hao. "Gawat! Jika memang benar itu dia ... mulai saat ini, dunia pasti akan berada dalam masalah besar," imbuh Tang Huang. Hatinya dilanda badai kegelisahan.Tepat pada waktu Hai, malam hari di kediaman Chu Linglong— sang hakim daerah Han Gu. Mu Zehuai datang bertamu secara terang-terangan lewat pintu depan gerbang. Sorot matanya tajam, sekelebat melirik sosok pria gagah yang berdiri kokoh di atas batang pohon persik di halaman samping kediaman. Tangannya menggenggam erat sebuah senjata berwujud payung hitam. Kain hitam membalut wajahnya, sorot matanya dingin, ditambah topi jerami menghiasi kepalanya. Menambah kesan misterius laksana sang dewa kematian. "Fu Zihan ternyata datang juga. Tampaknya, misi malam ini tidak mudah." Mu Zehuai bergumam. Tatapannya lurus, tajam menghunus, seolah sedang menanti sebuah kejutan mendebarkan. Pembawaannya tetap tenang bagaikan air tak beriak. Fu Zihan memicingkan mata. Sorot matanya menatap sengit kala mendapati kehadiran musuh bebuyutannya. "Bisa-bisanya malam ini bocah tengik ditugaskan bersamaku. Sungguh sial!" Fu Zihan menggerutu. Rahangnya mengerat. Geram setiap kali mencium udara di
"Akan kupenggal pengkhianat ini dan mempersembahkan kepalanya kepada para leluhur!" cetus Ming Chi. Bibir tipis Mu Zehuai mengukir senyum semirik. Alis tebalnya yang berbentuk runcing naik sebelah. Sorot mata tajamnya mempertegas kesan wajahnya yang berkarakter. "Bagus! Genarasi muda yang punya ambisi!" pujinya terhadap keberanian Ming Chi. Sikap pemberani Ming Chi membuatnya sedikit tertarik untuk meladeninya hingga tuntas. Tubuh Ming Chi mengambang di udara, sementara pedang di tangannya berayun-ayun, membentuk pusaran angin kencang. Pedangnya mengganda menjadi 5 bayangan. Aura pedang di tangannya memancarkan keinginan membunuh yang sangat kuat. Namun di mata Mu Zehuai, keagresifan adalah sebuah celah kelemahan yang mudah ditaklukkan. "Matilah!" Pedang-pedang itu melesat ke arah Mu Zehuai. Pusaran angin pedang menghunus secepat kilat. Bayangan pedang memantul tertangkap bola mata jernih Mu Zehuai, seketika membeku tepat di hadapan wajahnya. Mu Zehuai menahan sera
Bulan purnama menggantung di langit. Kilauan emasnya memancarkan cahaya yang terang benderang. Di bawah sinar rembulan, tepat di ujung pucuk pohon bambu, tampak sosok pria berpakaian merah cerah sedang duduk santai menikmati kue bulan seorang diri. Pemandangan malam di tengah hutan bambu terasa sunyi senyap. Di tengah kesunyian, telinga tajamnya mendengar gemerisik suara langkah kaki menginjak dedaunan kering. Semakin lama ritmenya semakin terdengar jelas di telinga. "Haih ...," keluhnya sambil menghela napas. Deru napasnya terdengar berat, seolah menyiratkan emosi yang tak terungkapkan. "Kupikir malam ini waktu yang tepat untuk menikmati kue bulan dengan tenang, tapi ternyata ... datang lagi sekelompok pengganggu," gumamnya lantas beranjak dari tempatnya. Mu Zehuai terjun dengan anggun, mendarat di atas tanah sembari memantau dari balik rerimbunan pohon bambu tua. Dari kejauhan, indera penglihatannya yang tajam berhasil menyoroti sekitar 5 sosok pemuda dari sekte aliran
Semua orang merasa tertekan, apa lagi para prajurit yang tidak memiliki basis kultivasi. Tangan mereka langsung menyumpali lubang telinga. Saking tidak tahannya dengan tekanan suara, para prajurit itu sampai berguling-guling di atas tanah. Zhang Ruling dan Tang Huang segera mengatur keseimbangan energi di tubuh mereka. Sedangkan Mu Zehuai tetap berbaring tenang sembari memejamkan mata. Dari luar tampak tenang, tetapi sebenarnya dia sedang sibuk mengontrol kedua energi yang saling bertentangan di dalam tubuhnya. Dua energi itu sedang bergejolak hebat. 'Kenapa energi di dalam tubuhku sangat sulit dikendalikan? Sungguh sial!' gumam Mu Zehuai dalam hati. Bagaimana pun, Ilmu Sukma Penghancur Hati adalah sumber kekuatan yang sangat jahat dan bertentangan dengan ajaran lurus yang pernah dilatih Mu Zehuai di Sekte Bulan Misterius. Keduanya saling berbentrokan bagai api melalap dan air memadam. "Pada akhirnya, Ilmu Sukma Penghancur Hati tetap muncul di dunia persilatan," ucap seo
"Aku ... tidak mati?" Mu Zehuai bergumam setelah sadar bahwa dirinya masih hidup. Kemudian, dia berusaha bangkit dari posisinya. Reflek Mu Zehuai menyentuh area bahunya yang terluka sembari meringis kesakitan. "Argh ... Sshh ...." Matanya mengerjap. Kelopak matanya bergerak-gerak memindai pemandangan asing di sekelilingnya. Selain cahaya rembulan dan hamparan bintang-bintang di langit malam yang tampak dari celah lubang di atas, semuanya gelap gulita. Ingatan terakhirnya sampai pada saat Zhang Ruling menembakkan panah hingga berhasil menembus bahu kirinya. Selanjutnya, entah bagaimana caranya dia bisa berakhir di tempat ini. Mu Zehuai menoleh ke samping. "Apa ini?" Dia mendapati sebuah benda yang menyerap cahaya bintang dari langit. Benda itu berkedip beberapa kali. Rasa penasarannya menggebu-gebu, lalu segera memungut benda itu. Ternyata, benda itu tidak lain hanyalah sebuah buku yang telah usang. Tulisannya pudar, tidak jelas, nyaris tidak bisa terbaca oleh orang bia
"Di sana!" "Kejar!" Seorang remaja laki-laki berpakaian compang-camping berlari tergopoh-gopoh. Dia mengerahkan segenap jiwa dan raga, demi menghindari kejaran para pendekar yang siap merenggut nyawanya kapan saja. Mentari hampir terbenam. Semburat cahaya jingga bersinar di ufuk barat, sedangkan pemuda itu terus menerjang hamparan rumput ilalang yang tajam. Tubuhnya basah kuyup bagai sedang mandi keringat. Deru napasnya tak beraturan disertai peluh yang kian bercucuran membasahi pelipis dan sekujur tubuhnya. "Tangkap dan bunuh dia!" "Jangan biarkan dia sampai lolos!" Sekitar puluhan orang mengejar di belakang, mereka adalah murid dari berbagai sekte aliran lurus yang memiliki tingkat bela diri terendah. Andaikan dihadapkan oleh seorang ahli, pemuda itu pasti sudah lama mati mengenaskan. Hosh ... Hosh ... Hosh ... Tenaga dalamnya terkuras habis. Energi sejatinya terluka parah, sedangkan kekuatan fisiknya mulai melemah. Tubuhnya dipenuhi memar, luka dan noda







