Share

Sang Penguasa Dunia
Sang Penguasa Dunia
Penulis: macayp

BAB 1. Penemuan Berharga

Malam sudah sangat larut. Kebanyakan manusia saat ini pasti sedang terbuai dalam mimpi. Tapi berbeda dengan yang lainnya, dua orang lelaki masih terjaga. Bahkan saat ini mereka tidak berada di rumah. Kedua lelaki itu masih berada di tempat kerja. Laboratorium penelitian tepatnya. Dan kini mereka sedang asyik memperhatikan sesuatu.

"Sedikit lagi Prof, kali ini pasti berhasil. Kita hanya perlu mengatur intensitas lumen yang tepat." Kata salah seorang dari mereka.

"Baiklah, Richard. Aku akan mengurangi power-nya sedikit agar intensitas energinya tidak menghancurkan. Tapi mungkin waktu yang dibutuhkan menjadi lebih lama." Kata Profesor Morati mengikuti permintaan rekannya.

"Tidak apa-apa Prof, yang penting proses konversi nya berjalan sempurna."

Profesor Morati kemudian mengkalibrasi lagi alat ciptaannya. Setelah alat itu siap, Richard kemudian mengambil sekeping logam besi. Logam itu kemudian diletakkan di depan komponen alat yang berbentuk seperti moncong senjata. Setelah alat itu dinyalakan, moncong itu mengeluarkan sinar terang yang menyinari logam di depannya. Beberapa menit kemudian, logam yang sebelumnya hitam legam kini menjadi kuning berkilauan.

"Kita berhasil Prof. Logam itu tidak hancur." Richard berkata dengan ceria.

"Ya. Sepertinya logam itu sudah berubah menjadi Au. Meski aku masih harus memeriksa nomor atomnya, bahkan juga nilai karatnya.

Dengan semangat Richard merangkul bahu rekan kerjanya lalu berkata.

"Selamat, Anda sudah berhasil memiliki angsa bertelur emas. Kita akan cepat kaya raya."

÷÷÷÷÷÷÷÷÷

Matahari siang bersinar sangat terik. Panasnya menembus sampai ke balik pakaian yang dikenakan. Namun hal itu tidak membuat Ahmad tertarik untuk berteduh. Apalagi setelah dia menemukan alamat yang dituju. Dengan bergegas Ahmad menuju tempat itu, meski harus menembus kerumunan pedagang asongan yang sedang berjualan di pinggir jalan.

Ahmad tidak habis pikir, kenapa Profesor Morati tinggal di tempat seperti ini. Rumah kontrakan yang ia sewa terletak di daerah padat penduduk yang kumuh. Ahmad sampai harus bertanya beberapa kali untuk menemukan rumah itu. Padahal kakak iparnya itu memiliki rumah mewah di kawasan elite Jakarta. Tapi memang urusan ini sulit dimengerti. Tidak pernah sebelumnya Profesor Morati meneleponnya, apalagi meminta ia datang secepatnya.

Kini, setelah sampai di rumah yang ia tuju, Ahmad langsung mengetuk pintu. Tak lama kemudian Profesor Morati muncul dari balik pintu lalu mempersilakan ia masuk. Untuk seorang profesor yang sudah diakui kepakarannya, tempat itu sangat tidak layak dijadikan tempat tinggal.

"Apa yang Anda lakukan di tempat seperti ini? Di mana para keponakanku?" Ahmad langsung mencecar setelah dia berada di dalam dan pintu sudah ditutup.

"Anak-anakku berada di tempat yang aman." jawab Profesor Morati. Dia lalu mempersilakan Ahmad duduk dan mengambilkan air minum.

"Apa yang terjadi? apakah ada masalah yang menimpa Anda?" Ahmad bertanya lagi setelah meneguk minuman beberapa kali.

Profesor Morati diam sejenak. Setelah beberapa lama baru dia bicara, namun bukan untuk menjawab pertanyaan Ahmad.

"Apa kau tahu perbedaan emas dengan besi?" tanya Profesor Morati.

"Ya, tentu." jawab Ahmad. "Sekitar 60 dollar per gram."

Mendengar jawaban itu, Profesor Morati langsung tertawa terbahak-bahak. Saking kencangnya, suara tawanya sampai terdengar dari luar rumah.

"Kau sama saja seperti Richard rekanku. Bagi pengusaha seperti kalian, semua materi hanya dilihat dari nilainya. Sedangkan ilmuwan seperti kami melihat sesuatu apa adanya. Bagi kami, perbedaan emas dan besi adalah pada jumlah proton maupun elektron unsur tersebut."

"Ya, Anda mungkin benar." kata Ahmad. "Tapi masyarakat tidak peduli berapa jumlah elektron emas, mereka hanya mempedulikan nilai jualnya."

"Karena itu kalian memperebutkan emas? Perbuatan yang bodoh. Lihatlah aku. Karena aku melihat perbedaan mereka hanya pada inti atomnya, aku melihat kemungkinan untuk mengubah suatu unsur ke unsur lain. Dan akhirnya aku berhasil menciptakan alatnya."

Mendengar itu, Ahmad langsung menegakkan posisi duduknya.

"Anda bisa mengubah besi menjadi emas?"

"Bukan hanya besi, praktis semua unsur bisa diubah menjadi emas. Hanya butuh pengaturan tertentu, tergantung inti atomnya."

"Luar biasa. Dengan alat itu pasti Anda bisa menjadi kaya dengan mudah."

"Ya, itu juga yang ada di pikiran Richard. Dan itu yang aku khawatirkan. Sejak alat itu aku temukan, dia langsung mengambil alih semuanya. Entah sudah berapa banyak emas yang dia miliki sekarang. Kurasa saat ini dia sudah memiliki modal yang cukup untuk menguasai dunia."

"Maksud Anda, rekan Anda itu berkhianat dan ingin menguasai semua? Anda takut dia akan menyingkirkan Anda?"

"Tidak, tidak. Richard tidak akan membunuhku. Dia tidak akan berani mengambil risiko itu, karena akulah yang merancang alat itu. Tapi aku memiliki keluarga, dan Richard pasti ingin memiliki jaminan agar aku tidak macam-macam."

"Rekan Anda tahu tentang keponakanku?" suara Ahmad tergetar saat menanyakan hal itu. Kini dia tahu bahaya apa yang mengintai.

"Ya, dia pernah datang ke rumahku dan menemui mereka."

"Apalagi yang dia ketahui tentang Amira?" tanya Ahmad lagi dengan suara semakin tertahan.

"Adikmu itu adalah wanita pendiam. Hampir tidak ada temanku yang tahu latar belakangnya. Mereka hanya tahu bahwa dia adalah wanita yang aku nikahi saat ekspedisi ke pelosok. Apalagi aku bertemu Richard setelah Amira meninggal karena melahirkan si kembar. Kurasa Richard tidak tahu apa-apa tentang Amira."

"Syukurlah kalau begitu. Jadi kita bisa fokus untuk mengamankan keempat anakmu."

"Itulah sebabnya aku meneleponmu dan memintamu segera datang. Richard bisa menemukanku kapan saja, jadi kita diburu waktu."

"Di mana mereka?" tanya Ahmad.

Profesor Morati bangkit lalu mengambil tas kerjanya dari laci meja. Setelah itu dia menyerahkan tas itu pada Ahmad.

"Sejak aku menciptakan alat itu, aku mulai mengantisipasi akibat buruk yang mungkin terjadi. Aku lalu meninggalkan rumah. Tapi karena aku tidak mungkin mengasuh mereka sendiri, jadi aku menitipkan mereka ke tiga tempat yang berbeda."

Ahmad lalu membuka tas itu. Ternyata di dalamnya terdapat dua amplop besar.

"Amplop pertama berisi penjelasan di mana aku menitipkan keempat anakku dan surat kuasa untuk mengambil mereka. Dengan demikian kau bisa membawa mereka pergi ke tempat yang aman."

"Baiklah. Aku akan membawa mereka ke kampung kami. Semoga rekanmu memang tidak tahu apa-apa tentang asal-usul istrimu."

"Tidak." kata Profesor Morati tegas. "Aku sudah memiliki rencana sendiri untuk masa depan anakku. Pada amplop kedua kau akan menemukan penjelasan ke mana anak-anakku harus kau bawa."

Ahmad lalu membuka amplop kedua. Di sana terdapat empat amplop kecil seperti surat, dengan tulisan nama penerima dan alamat di luarnya. Ahmad melihat sekilas keempat alamat itu. Wajahnya langsung menunjukkan rasa terkejut.

"Anda ingin memisahkan anak Anda sejauh ini? Di tiga benua berbeda?"

"Ya. Dengan demikian mereka akan tumbuh dengan potensi yang maksimal. Kau pikir aku ingin hidup di bawah kendali Richard selamanya? Tentu tidak. Dan anak-anakku lah yang kelak akan membebaskanku."

"Bagaimana mungkin mereka bisa melakukan itu? Dengan jarak sejauh itu, peluang mereka saling bertemu bisa dikatakan mustahil. Bahkan mereka tidak akan mengenal ayahnya."

"Tepat. Karena itu kamulah kunci keberhasilan rencana ini. Setelah mengantar mereka ke tempat di mana mereka akan tumbuh, tujuh belas tahun kemudian kau harus menemui mereka lagi untuk menjelaskan siapa mereka. Aku yakin, tujuh belas tahun adalah waktu yang cukup untuk menumbuhkan potensi mereka. Dan jika mereka bekerja sama, tidak akan sulit bagi mereka untuk meruntuhkan siapa saja sekali pun dia adalah sang penguasa dunia."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status