LOGIN"La... lalu, apa mau kalian?"
"Kami tidak ada niat apa pun, apalagi niat buruk. Secara tidak sengaja, Pod kami terbang melintasi dimensi dan tiba di dekat galaksi Bima Sakti, jadi kami singgah ke planet ini. "Hahaha..." Axel tiba-tiba tertawa, "Aku pasti sudah gila." Kata Axel meragukan kewarasan dinnya. Dia belajar fisika dari kelas 1 SMP. Tapi sampai hari ini, dia tidak pernah mendengar, ada planet bernama Orion, Galaksi Lioris, apalagi bangsa bernama 'Blue Light Spartan'. Jadi dia berfikir, dia sedang berhalusinasi saat ini. "Kenapa kamu mentertawakan kami?" Tanya Tristan kesal. Tiba-tiba Axel merasakan tekanan berat, seakan dia sedang di tekan oleh beban puluhan kilogram. Tristan berjalan mendekat ke arahnya dengan langkah berat, setiap langkah seakan menambah tekanan pada tubuh Axel. Suasana hati Tristan sedang buruk, setelah ia tadi membahas tuan Alex yang di jebak oleh Black Cyborg. Sekarang Axel tertawa seakan mengejek kesialan mereka, jadi kesialan mereka, jadi tampa berpikir jernih, dia langsung menekan Axel dengan energinya. "Uhuk uhuk, hentikan Tristan?" Suara Alex Terdengar dari belakang Axel. "Tu... tuan Alex." Teriak Lilian dan Tristan serempak,. Mereka berjalan mendekati Alex, yang tengah berlutut dengan satu lututnya. Alex melambaikan tangannya, menyatakan dirinya tidak apa-apa. Iya lalu menatap Axel Dan berkata, "Anak muda, namaku Alex Rodger, aku adalah tuan muda dari bangsa Blue Light Spartan. Planetku lelah diserang, dan sekarang dikuasai oleh Bangsa Mutan Cyborg, yg dipimpin oleh jendral besar bernama Black Cyborg. Seluruh keluarga dan bangsa kami telah dihancurkan. Aku terluka parah saat bertarung melawan Black Cyborg, lalu kedua pelayan setiaku membawa aku kabur dengan Pod, dan secara tidak sengaja kami terdampar di Galaksi Bima Sakti ini." Jelas Alex rinci. Setelah menjelaskan, Alex melihat keraguan dalam tatapan Axel, lalu dia berkata, "Megatrix, tampilkan kondisi planet Orion saat ini." "Sistem menjalankan perintah, menampilkan... Setelah itu, muncul sebuah layar besar yang memperlihatkan kondisi planet yang hampir hancur dan penuh dengan kobaran api dimana-mana. Axel hanya terbelalak dalam diam. "Anak muda, kesadaran ku sudah hampir habis, dan keberadaan ku sudah akan terhapus. Aku punya satu permintaan, ku harap kamu bisa memenuhinya. Tapi aku tidak akan memaksa mu, jika kamu bersedia, tolong jagalah kedua bawahan setiaku. Sebagai gantinya aku akan memberikan seluruh kekuatan dan kemampuan ku pada mu." Kata Alex, sambil meringis menahan rasa sakit. "A... aku tidak mengerti maksud anda tuan." Jawab Axel bingung. "La... lagi pula, aku bukan orang berkuasa, aku hanya remaja biasa, jangankan menjaga orang lain, ibuku saja sedang terbaring di rumah sakit tapi aku tidak bisa melakukan apa." Lanjut Axel menjelaskan, dengan jujur. "Aku tau... Sekarang mereka tidak butuh kau lindungi, karena mereka lebih kuat dari mu, tapi jika kau bergabung degan sisa kesadaranku, kau akan menjadi kuat. Suatu saat jika hari itu tiba, aku hanya minta kau jaga mereka berdua dengan baik, itu saja permintaanku. Tentang ibumu, aku bisa bantu sembuhkan penyakitnya." Seketika itu muncul cahaya biru di telapak tangan Alex. "Masukkan Cahaya ini ke tubuh ibumu, dan segala penyakitnya akan sembuh." Tambah Alex. Lilian dan Tristan sangat terharu mendengar ucapan tuan muda mereka. Bahkan di saat terakhirnya, dia masih memikirkan nasib mereka mereka. Lilian tak kuasa menahan tangis dan berkata, "Tuan muda anda pasti akan pulih, jangan berbicara omong kosong." Sementara Tristan hanya terdiam dan kedua tangannya mengepal. dalam hatinya ia berpikir 'Jika saja aku sedikit lebih kuat.' "Kalian berpikir terlalu banyak, sudah cukup kalian mengikuti ku, aku senang bisa tumbuh besar bersama kalian. Sekarang aku harus pergi, maafkan karena aku tidak mampu membalaskan dendam keluarga dan bangsa kita." Kata Alex lemah. Ia lalu menatap Axel dan berkata. "Anak muda, siapa namamu?" "A... aku, aku Axel" "Baiklah Axel, tampaknya takdir kita sudah ditentukan, Aku serahkan semua yang aku miliki padamu, aku mohon perlakukan mereka dengan baik. Kalian berdua mulai sekarang Tuan Axel adalah Tuan muda baru kalian, Ikuti perintahnya dan perlakukan dia dengan hormat, jiwaku akan menyatu dalam dirinya." Setelah mengatakan itu Tubuh Alex pecah menjadi ribuan cahaya biru kecil, seketika itu pula muncul sebuah cincin perak di jari manis Axel. Lilian tak kuasa menahan tangis, sedang Tristan jatuh berlutut ke tanah. Hingga setelah beberapa saat, mereka berdua mulai kembali sadar dan segera berlutut pada Axel. "Tuan muda, Terimalah hormat kami. Kami siap melayani anda." kata mereka berdua serempak, Lalu mereka berlutut dengan satu kaki. Bersambung...Ruang kendali Aolenric Lerion Prime diselimuti cahaya biru dan merah lembut dari orbit Planet Frost-Fire. Di layar besar 6D yang menampilkan peta energi permukaan, tiba-tiba hologram Axel muncul dan berdiri dengan ekspresi serius. Di hadapannya, empat istrinya, Nevada, Lyra, Laxia, dan Vania, berdiri tegak dengan seragam diplomat berwarna merah marun, simbol misi perdamaian mereka. Namun malam itu, suasananya jauh berbeda dari misi diplomatik biasa. Axel memandangi mereka satu per satu sebelum akhirnya berbicara. “Mulai saat ini, misi kalian berubah. Status diplomat dicabut, dan kalian resmi menjadi agen Raging Falcon. Fokus misi: penyelidikan Paviliun Nhadi.” Lyra mengangkat alis. “Penyelidikan? Jadi kita tidak akan melakukan negosiasi lagi?” Axel mengangguk pelan. “Benar. Ada yang tidak beres di sana. Sensor Zordon mendeteksi anomali energi iblis yang sangat kuat di sekitar paviliun. Sistem penginderaan bahkan gagal menembus radius dua kilometer dari bangunan itu. Kalian e
Keesokan paginya, matahari merah Planet Fire terbit perlahan, memantulkan cahaya seperti bara ke seluruh kota kristal magma. Udara panas bercampur aroma mineral, dan di langit tampak burung-burung api berputar membentuk pola spiral. Axel dan empat istrinya, Miya, Mila, Nevertari, dan Ravina, berjalan bersama Kaelara di sepanjang jalan utama. Di kiri kanan, para penduduk Fire menunduk hormat, namun tatapan mereka kaku, seolah senyum di wajah hanyalah topeng. “Planet ini terlihat makmur,” ujar Miya pelan. “Namun hawa di sekitarnya... terasa berat.” Kaelara menoleh sedikit, menatap Miya dengan tatapan diplomatis. “Kalian orang luar mungkin tidak terbiasa dengan energi api kami. Setiap napas di sini membawa sisa kekuatan para leluhur.” Axel menatap ke arah menara tinggi di kejauhan, di puncaknya terdapat simbol berbentuk mata yang selalu berputar perlahan. “Menarik,” katanya tenang. “Kekuatan leluhur... atau kekuatan yang mengawasi?” Kaelara tersenyum samar, tidak menjawab. Mereka b
Aula utama Planet Fire berdiri megah, dinding-dindingnya berlapis batu merah menyala yang tampak berdenyut seolah hidup. Di tengah ruangan, singgasana dari logam hitam berdiri kokoh, dan di atasnya duduk seorang pria muda berambut perak menyala, Lord Ignis. Meski wajahnya terlihat seolah baru berusia dua puluh lima tahun, aura di sekitarnya menunjukkan kebijaksanaan dan kekuatan yang telah berusia dua abad. Axel melangkah masuk bersama empat istrinya, Miya, Mila, Nevertari, dan Ravina, dengan langkah tenang dan penuh wibawa. Kaelara, perwakilan istana Fire, menunduk memberi hormat kepada Ignis. “Yang Mulia, mereka telah tiba.” Ignis berdiri perlahan, sorot matanya tajam namun penuh rasa ingin tahu. “Selamat datang di Planet Fire, pengembara dari jauh. Aku telah mendengar perjalananmu di berbagai dunia, Axel.” Suaranya bergema lembut, tapi mengandung tekanan yang dalam. Axel menunduk sopan. “Terima kasih, Lord Ignis. Kami datang bukan untuk mencampuri urusan dua dunia, hanya ingin m
Langit di atas Frost berwarna biru pucat, berkilau lembut di bawah cahaya dua matahari kecil kembar. Salju jatuh perlahan, namun hawa di bawahnya terasa berat, seolah planet itu menyimpan luka lama yang belum sembuh. Axel berdiri di tengah lapangan es bersama Namira, Caitlin, Michella, dan Ginora, mendengarkan kisah para tetua Frost yang berkumpul di sekitarnya. Seorang lelaki tua berjanggut putih melangkah maju. Ia adalah Ridham, tetua tertua dan tangan kanan Lord Nawkin. Tubuhnya tampak rapuh, namun suara yang keluar dari bibirnya penuh wibawa. “Kalian ingin tahu mengapa dua dunia ini saling membenci? Aku akan bercerita.” Axel mengangguk pelan, tangannya terlipat di dada. “Ceritakanlah, Tuan Ridham. Kami datang memang untuk mendengarkan kisah dan mempelajari sejarah, untuk menambah pengetahuan kami, bukan untuk menghakimi.” Ridham menarik napas panjang. “Dahulu, sebelum Frost dan Fire berpisah, Lord Bargas dari Fire dan Lord Nawkin dari Frost bersahabat erat. Mereka berbagi ilmu,
Di ruang komando Aolenric Lerion Prime, ada empat gadis cantik yang memasang wajah muram seperti sedang merajuk. Mereka adalah Vania, Laxia, Lyra, dan Nevada. Mereka bingung dan kesal, karena Axel tidak memberikan tugas apapun pada mereka, bahkan nama mereka pun tidak disebut. Mereka pun berpikir, apakah Axel melupakan mereka. Nevada melangkah ringan ke ruang komando Aolenric Lerion Prime, wajahnya menunjukkan campuran bosan dan penasaran. Di belakangnya menyusul Laxia, Lyra, dan Vania. Mereka berempat saling bertukar pandang, lalu Nevada akhirnya angkat suara. “Kakak,” katanya dengan nada lembut tapi tegas, “bagaimana dengan kami? Mengapa Axel tidak menyebut atau memberi kami tugas? Apakah kami akan terus duduk-duduk saja di sini?” Catherine, yang tengah mengamati data orbit Frost-Fire, menoleh dengan senyum tipis namun hangat. “Ah, kalian berempat… aku juga tidak tahu, bagaimana kalau kita tanya langsung pada kapten kita?” Catherine lalu menghubungi Axel, "Kapten, empat gadis
Di kejauhan, beberapa sosok muncul, tubuh mereka memancarkan aura merah menyala, mata mereka waspada. Salah satu pria, bertubuh tinggi dan berotot, mengenakan baju zirah lava, menatap tajam ke arah tim. Di sampingnya, seorang wanita dengan rambut seperti bara api memegang tombak yang menyala. Dua sosok lainnya, pria dan wanita, menatap dengan hati-hati, sementara seorang panglima wanita berdiri sedikit di belakang, tangan di pinggang, menilai kedatangan tim.“Kau dari planet lain, bukan?” tanya salah satu pria dengan nada curiga. “Apa maksud kalian datang ke wilayah Planet Fire?”Axel Api melangkah maju, wajah tenang. “Kami bukan ancaman. Kami datang untuk mengamati dan belajar tentang kondisi planet ini. Namaku Axel Skays, dan ini para istriku Nevertari, Mila, Miya, dan Ravina” katanya sambil menyalurkan aura api yang lembut, menari-nari di sekeliling tubuh mereka. Gelombang energi hangat namun terkendali itu menyentuh tanah, menenangkan sedikit kekhawatiran penduduk.Nevertari mela







