“Tanyakan sesuatu pada Amel.”
“Apa yang harus aku tanyakan? Dan lagi pula Amel tidak akan menunjukku. Dia pasti menunjuk ke arah lain,” kata Levon sambil mengedarkan pandangan ke berbagai arah.
“Ya apa salahnya mengacungkan tangan?” Rose mengerucutkan bibir sambil membenarkan poni rambutnya.
“Aku ingin bertanya padamu saja. Kapan kita akan menikah?” goda Levon sambil menyenggol pelan lengan Rose.
“Minggu depan! Besok pulang kerja langsung memesan baju pengantin,” jawab Rose menatap lembut pada Levon.
Amelia menjawab pertanyaan dari tamu pesta dengan senang hingga tak terasa ia sudah menjawab sekitar 10 pertanyaan.
“Oke sudah cukup ya. Kita lanjutkan dengan berdansa,” kata Amelia. Di titik ini juga beberapa pelayan menawarkan berbagai minuman non alkohol kepada tamu pesta.
Pesta dilanjutkan dengan berdansa. Pasangan dansa mulai menunjukkan kebolehan.
Levon dan Rose melakukan tarian mengikuti irama lagu yang terdengar. Pa
Rose berteriak, ia spontan menunduk dan melindungi kepala dengan kedua tangannya. Sementara itu, Levon bersikap tenang dan cepat menggerakkan tangan kanan ke depan wajahnya. Blukkkk ...... batu itu menghantam kaca mobil. Beruntung batu itu tidak bisa memecahkan kaca mobil yang sudah dilengkapi pelapis kaca anti pecah. Hantaman batu itu hanya meninggal bekas retak berbentuk lingkaran bergaris-garis saja. “Shit! Kini giliranku!” Rose mengumpat dengan tatapan penuh amarah pada laki-laki misterius itu. ia melajukan mobil dan hendak menabrak orang yang berniat melukainya. “Hentikan! Nanti kau bisa membunuhnya!” Levon berusaha mengingatkan Rose, tetapi dihiraukan. Laki-laki misterius itu berhasil menghindar dan melarikan diri. “Sialan ...” Rose semakin emosi karena tidak berhasil menabrak laki-laki misterius itu. “Tenangkan dirimu, Rose,” ucap Levon memasang wajah sedih. Rose menurut, ia menghela napas pelan dan menenangkan d
“Itu, emm ... orang misterius itu ditemukan mati terbunuh,” jawab asal Rose.“Apa?” Levon pura-pura kaget. “Bagaimana bisa?”“Mungkin orang misterius itu dibunuh oleh seseorang yang membayarnya untuk mencelakai kita. Dia dibunuh untuk menghilangkan jejak.” Rose menerka-nerka, tetapi Levon tahu maksudnya. Orang suruhan Rose berhasil membunuh orang misterius itu.Levon sangat yakin, Rose bukan kaget karena orang misterius itu mati terbunuh, tetapi karena orang suruhannya tidak berhasil membunuh Ethan yang dilindungi oleh beberapa orang bertopeng.“Ya, mungkin saja.” Respon Levon menunjukkan rasa takut.“Kau tenang saja. Polisi akan menanganinya dengan baik.” Rose tersenyum penuh arti menatap Levon.“Kau benar. Orang yang membunuh harus dimasukkan dalam penjara. Dia bukan manusia, tapi binatang,” kata Levon santai, tetapi sebenarnya ia menyinggung Rose.&
Amelia tidak menjawab, ia justru tertawa geli dengan keras. Levon pun menghembus napas pelan dan menurunkan amarahnya. Ia sadar sepupunya itu sedang menjahili dirinya. “Aku tidak akan menemuimu lagi,” kata Levon dengan nada suara kesal, tetapi wajahnya tersenyum merekah. “Hahahahahaha ....” Amelia semakin tertawa keras. Itu membuat Levon tersenyum dan gemas dengan sikap sepupunya. “Aku benar-benar tidak akan menemuimu!” Levon memperlambat ucapannya dengan suara yang sangat tegas, tetapi itu hanya berpura-pura saja. “Jangan ngambek, Leo. Aku cuma bercanda. Aku ingin mengetes dirimu, seberapa khawatirnya dirimu kepadaku. Dan aku sudah tahu jawabannya, kau tidak berubah. Kau sangat menyanyangiku,” ucap Amelia dengan suara yang terdengar sedang menahan tawa. “Lihat saja, nanti. Aku akan membalasmu.” Kali ini Levon tidak bisa menahan tawanya. Ia sampai menutup mulut dengan tangan kanan agar tidak terdengar oleh penghuni rumah. “Ya, ya
“Hubert kerjamu sangat bagus,” puji Amelia begitu dingin pada Hubert saat sudah ada di hadapannya.“Terima kasih, Nona. Saya mencintai pekerjaan ini, jadi saya bekerja sepenuh hati,” kilah Hubert tersenyum.Amelia memalingkan wajah dan tersenyum miring. Batinnya mengutuk Hubert, “Mulutmu dusta. Semoga kau cepat mati.”Amelia menoleh kembali ke arah Hubert dengan tatapan dingin, “Oke Hubert, aku mau pergi ke pabrik lainnya.”“Iya, Nona. Hati-hati di jalan.” Hubert membungkuk dan tersenyum ramah pada Amelia.Amelia pergi menemui Levon dan berpura-pura bersikap dingin di hadapannya, “Levon, kita pergi ke pabrik lainnya.” “Baik, Nona.” Levon mengerti dengan alasan yang dibuat Amelia agar mereka segera pergi dari pabrik.“Hati-hati di jalan, Nona.” Aldrich menyahut yang sedari tadi berdiri di samping Levon dengan setengah membungkuk.Amelia menjawab dengan sedikit senyuman. Ia melangkah keluar dan masuk ke dalam mobil.“Ini sudah terbukti, Leo. Mereka melakukan kecurangan. Di data hanya te
“Aku sudah merekam tangki itu. Lalu apa lagi yang harus kita lakukan?” tanya Amelia sambil mematikan kamera ponsel dan meletaknya di depan.“Kita cepat kembali ke perusahaaan. Hubert pasti sudah memberitahu Rose mengenai kedatangan kita ke pabrik,” jawab Levon sambil memutar mobil dan melajukan dengan cepat menuju perusahaan.“Lalu?” tanya Amelia sambil mencengkeram jok mobil. Levon lebih gila dari seorang pembalap, ia semakin mempercepat laju mobilnya.“Rose, urusanku. Dan jika dia bertanya padamu, jawab dengan santai. Jawablah kau mengajakku karena aku supervisor kebersihan yang baru. Jadi perlu untuk berkoordinasi dengan supervisor kebersihan pabrik.”“Lalu, rekaman ini?”“Simpan rekaman itu di laptopmu dengan baik. Kita keluarkan rekaman itu pada waktu yang tepat.”“O-okeee baiklah,” kata Amelia setengah berteriak saat Levon menyalip truk panj
Amelia tersenyum miring mendengar Levon memuji wanita iblis itu, “Jujur aku tidak setuju kau menikah dengannya.” Levon tidak menjawab, ia lebih memilih mengangkat telepon Rose. “Ya, Rose?” “Ada dimana?” tanya Rose dengan suara lembut. “Ada di ruanganku, kenapa?” jawab Levon melembutkan suara, tetapi sebenarnya ia ingin tertawa menatap Amelia. Sepupunya itu berpura-pura ingin muntah mendengar suara lembutnya pada Rose. “Bisakah kau ke ruanganku? Aku sangat merindukanmu,” kata Rose dengan suara memelas. “Baiklah, tunggu. Raja akan menemui Sang Ratu,” jawab Levon sambil menahan tawa karena melihat tingkah Amelia yang mengejek dirinya dengan menjelek-jelekkan wajah. Levon memutus sambungan telepon, tawanya langsung lepas begitu saja. “Pergilah, nanti wanitamu marah,” sindir Amelia. Levon tidak menjawab, ia justru meneruskan tawanya. Lalu, ia melihat ke arah Pulisic yang melangkah menghampiri dirinya. “Tuan, saya sudah
Levon melihat tatapan Rose tidak ada kebohongan sedikitpun, “Sekarang?” “Iya, sekarang!” Rose menjawab dengan tegas. Tatapannya semakin tajam mempertahan kontak mata dengan Levon. “Tidak mungkin, belum ada persiapan. Bagaimana kalau—” Levon menggantung kalimatnya. Ia memikirkan penawaran hari pernikahan pada Rose. “Dua hari lagi.” Tatapan Rose mengisyaratkan bahwa Levon harus menerima usulannya. “Baiklah. Dua hari lagi,” cetus Levon menatap lembut Rose, tetapi hatinya bertanya-tanya. Mengapa Rose mempercepat pernikahan mereka? Apakah ia sedang merencanakan hal buruk pada Amelia? Rose mencium pipi Levon, “Terima kasih.” “Emmm baiklah, aku mau kembali lagi ke ruanganku. Aku takut Tuan Pulisic melihatku ke ruanganmu disaat jam kerja. Nanti dia bisa mengaum. Haaauuungggg” kata Levon dengan kedua tangan mencakar-cakar angin dan menirukan suara macan. “Hahahahaha ya, ya, kau benar juga. Cepatlah kembali,” respon Amelia. S
“Orang-orang suruhan kita juga menjadi tersangka karena dianggap membantu Ethan untuk membunuh orang itu,” jawab Pulisic kaku. “Apakah polisi mengenali wajah-wajah orang suruhan kita?” tanya Levon sambil berdiri dan menatap pulisic. “Tidak, Tuan. Untung orang-orang suruhan kita memakai topeng,” jelas Pulisic. “Itulah sebabnya aku menyuruh mereka memakai topeng,” ungkap Levon dengan tatapan tajam, tetapi di detik berikut bibirnya mengulas senyum licik. “Karena Rose pasti merencanakan semua ini.” “Lalu? Ethan?” tanya Levon lagi sambil merapikan dokumen di atas meja. “Dia sudah ada di penjara, Tuan. Pasti sekarang dia lebih merasa aman berada disana dari kejaran Rose,” jawab Pulisic. Levon menoleh ke arah Pulisic lagi dengan tatapan tajam, “Justru Rose menginginkan Ethan dipenjara agar dia lebih leluasa menyiksanya. Polisi akan meremukkan tulang-tulang Ethan setiap hari. Bukankah itu lebih menyakitkan dari kematian?” “Rose b