Home / Urban / Sang Peramu Hasrat / Antiseptik dan Luka

Share

Antiseptik dan Luka

Author: D-Cap
last update Last Updated: 2025-12-16 19:00:11

Parkiran Gedung Aradhana hening kembali, namun kali ini keheningan itu terasa menyakitkan, seolah udara di sekitar mereka baru saja disayat pisau.

​Julian mundur selangkah dari Giselle, melepaskan diri dari sisa-sisa gairah yang kini terasa hambar. Matanya tidak tertuju pada Giselle, melainkan pada aspal yang basah di dekat ban mobil.

​Di sana, tergeletak sebuah bungkusan kertas cokelat yang tadi dijatuhkan Lily. Isinya tumpah berantakan.

​Martabak manis. Keju cokelat.

​Dada Julian terasa sesak. Dia ingat pernah bergumam asal-asalan seminggu lalu saat mengobrol dengan staf dapur, bahwa dia sedang ingin makan martabak keju. Dia tidak menyangka ada seseorang yang mendengarnya, mengingatnya, dan menerobos malam dingin Jakarta hanya untuk membawakannya.

​Dan sebagai balasannya, Julian menyuguhkan pemandangan dirinya sedang mencumbu wanita lain dengan liar.

​"Martabak?" Giselle tertawa kecil, suara tawanya terdengar sumbang di telinga Julian. D
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Sang Peramu Hasrat   Penghapus Riasan dan Batas Kewarasan

    Apartemen Julian di Kuningan gelap dan sunyi saat dia menendang pintu hingga terbuka, tangannya penuh dengan tubuh Lily yang terkulai.​Dia tidak bisa membawa Lily pulang ke kosannya. Gadis itu terlalu mabuk, dan ibu kos pasti akan menelepon orang tuanya—sebuah bencana yang tidak Lily butuhkan saat ini. Sarah? Tidak mungkin. Setelah manipulasi halus Sarah kemarin, Julian tidak mau menyerahkan domba terluka ini ke kandang serigala lain.​Jadi, di sinilah mereka. Di satu-satunya tempat netral yang tersisa: Gua persembunyian Julian.​Julian membaringkan Lily perlahan di atas kasur queen size-nya yang berantakan. Seprai abu-abu itu dingin, kontras dengan kulit Lily yang terasa demam.​"Nnggh..." Lily mengerang pelan, kepalanya berguling di bantal. Jas tuxedo Julian yang menutupi tubuhnya tersingkap, memperlihatkan kembali dress hitam yang berantakan dan paha putihnya yang terekspos.​Julian menyalakan lampu tidur di nakas, menciptakan cahaya kunin

  • Sang Peramu Hasrat   Sangkar Emas dan Jejak Sosmed

    Pintu Rolls-Royce tertutup dengan bunyi thud yang meredam suara dunia luar. Kabin mobil itu hening, hanya terdengar dengungan halus AC dan napas Julian yang memburu namun tertahan.Mobil mewah itu meluncur meninggalkan pelataran Galeri Adhitama, membelah malam Jakarta yang gemerlap.Clara tidak menatap Julian. Dia sibuk dengan ponselnya, mengetik sesuatu dengan cepat. Namun, Julian bisa merasakan aura dingin yang memancar dari wanita di sebelahnya."Seratus lima puluh juta," gumam Clara tiba-tiba, memecah keheningan. Dia mematikan layar ponselnya, lalu menoleh menatap Julian dengan tatapan yang sulit diartikan—campuran antara geli dan jijik. "Itu harga lukisan termahal yang pernah kubeli dari seorang amatir. Kau tahu kenapa aku membelinya, Julian?"Julian menatap lurus ke depan, rahangnya mengeras. "Untuk pamer kekuasaan?""Salah," Clara tertawa kecil tanpa humor. "Untuk menutupi aibmu. Lukisan itu... pria dengan lubang di dada? Itu menje

  • Sang Peramu Hasrat   Dasi Kupu-Kupu dan Lukisan Tanpa Wajah

    Pukul tujuh malam tepat, sebuah Rolls-Royce Phantom berwarna hitam berhenti di depan lobi The Obsidian.Julian melangkah masuk ke dalam kabin belakang yang dingin dan beraroma kulit premium. Dia mengenakan tuxedohitam slim-fit sewaan—biaya sewanya ditanggung perusahaan Clara—yang membuatnya terlihat seperti aktor film mata-mata, atau mungkin, pelayan kelas atas yang sangat mahal.Di sebelahnya, Clara Valenia duduk dengan kaki menyilang.Malam ini, Clara adalah definisi dari intimidasi yang memukau. Dia mengenakan gaun malam backless berwarna perak metalik yang berkilauan setiap kali terkena cahaya, seolah-olah dia memakai baju zirah yang terbuat dari berlian cair. Bibirnya dipulas merah darah, senada dengan sol sepatu Louboutin-nya."Kau terlihat lumayan," komentar Clara tanpa menoleh dari tablet di pangkuannya. "Setidaknya kau tidak terlihat seperti bartender pinggiran.""Terima kasih atas pujiannya, Nona," jawab Julian datar, menatap ja

  • Sang Peramu Hasrat   Roti Panggang dan Lipstik

    Cahaya matahari pagi yang menyelinap dari balik tirai tebal berwarna krem terasa menyilaukan, memaksa Julian membuka matanya dengan enggan. Kepalanya tidak sakit—tidak ada hangover karena Sarah tidak memberinya alkohol semalam—tapi hatinya terasa berat, seolah ada batu besar yang menindih dadanya sepanjang malam.​Dia tidak berada di kamar tidurnya yang berantakan di ujung lorong. Dia berada di sofa ruang tamu Unit 40B. Ada selimut wol tebal yang menutupi tubuhnya, dan bantal beraroma lavender yang menyangga kepalanya.​Suara denting piring dan aroma kopi segar serta roti panggang menyapa indranya.​"Sudah bangun, Sleeping Beauty?"​Julian menoleh. Dr. Sarah Wijaya berdiri di area dapur terbuka, memegang spatula. Dia terlihat segar, mengenakan pakaian santai rumah—kaus putih longgar dan celana pendek katun—dengan rambut yang digelung asal namun tetap elegan. Pemandangan itu begitu domestik, begitu "istri-able", kontras sekali dengan kekacauan hidu

  • Sang Peramu Hasrat   Antiseptik dan Luka

    Parkiran Gedung Aradhana hening kembali, namun kali ini keheningan itu terasa menyakitkan, seolah udara di sekitar mereka baru saja disayat pisau.​Julian mundur selangkah dari Giselle, melepaskan diri dari sisa-sisa gairah yang kini terasa hambar. Matanya tidak tertuju pada Giselle, melainkan pada aspal yang basah di dekat ban mobil.​Di sana, tergeletak sebuah bungkusan kertas cokelat yang tadi dijatuhkan Lily. Isinya tumpah berantakan.​Martabak manis. Keju cokelat.​Dada Julian terasa sesak. Dia ingat pernah bergumam asal-asalan seminggu lalu saat mengobrol dengan staf dapur, bahwa dia sedang ingin makan martabak keju. Dia tidak menyangka ada seseorang yang mendengarnya, mengingatnya, dan menerobos malam dingin Jakarta hanya untuk membawakannya.​Dan sebagai balasannya, Julian menyuguhkan pemandangan dirinya sedang mencumbu wanita lain dengan liar.​"Martabak?" Giselle tertawa kecil, suara tawanya terdengar sumbang di telinga Julian. D

  • Sang Peramu Hasrat   Aroma Mawar dan Asap Menthol

    Lift pribadi itu meluncur turun membawa Julian kembali ke dasar bumi, tapi perutnya terasa tertinggal di lantai 55.​Julian menyandarkan keningnya yang berkeringat ke dinding logam lift yang dingin. Dia memejamkan mata, dan seketika kilasan adegan lima menit lalu berputar di kepalanya seperti film rusak. Suara desahan Clara, cengkeraman kuku wanita itu di punggungnya, dan cara Clara menatapnya—bukan sebagai karyawan, tapi sebagai mangsa yang lezat.​Dia telah melanggar satu-satunya aturan yang dia buat untuk dirinya sendiri: Jangan pernah mencampuradukkan bisnis dengan ranjang.​Tapi Julian juga tahu, dia tidak menyesal. Dan itulah yang membuatnya merasa kotor.​Ting.​Pintu lift terbuka di lobi. Resepsionis yang tadi tersenyum sopan kini tidak terlihat, digantikan oleh petugas keamanan malam yang mengangguk hormat. Julian berjalan cepat keluar, menghindari pantulan wajahnya sendiri di kaca lobi. Dia takut melihat ada yang berubah di sana.​Petugas valet memb

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status