Home / Romansa / Sang Pewaris Arogan / Jeritan dalam Sunyi

Share

Jeritan dalam Sunyi

Author: Aetheris
last update Last Updated: 2025-09-19 00:21:32

Di ruang kerja Damar. Cahaya lampu meja menerangi wajah seorang pria dengan rambut yang mulai memutih. Damar duduk tenang di kursi kulit, matanya tajam menelusuri dokumen-dokumen di hadapannya.

Jari-jarinya mengetuk meja perlahan, mengikuti irama pikirannya.

Di atas meja itu, berjejer laporan keuangan, bukti transfer, dan salinan kontrak yang sudah ia tandai dengan stabilo merah. Semua itu berbicara dengan bahasa yang hanya bisa dimengerti oleh orang sepertinya. Bahasa kebohongan, penggelapan, dan kerakusan.

Damar menutup satu berkas, lalu membuka lembar lain. Senyumnya tipis.

“Adrian… Adrian…” gumamnya. “Kau benar-benar memberi makan harimau dengan tangan kosong.”

Ia sudah bisa, jika mau menyeret Adrian ke meja hijau. Semua bukti ada di sini, rapi, jelas, tak terbantahkan. Sekali ia serahkan ke aparat, nama Adrian akan hancur dalam sekejap.

Namun Damar tidak tergesa. Ia meneguk kopinya yang sudah dingin, membiarkan rasa pahitnya menempel di lidah.

“Menghancurkanmu sekarang… terlalu m
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Sang Pewaris Arogan   Ujian Kesungguhan

    Siang itu, suasana rumah Guntur Pradana dipenuhi aroma gurih dari dapur. Para asisten rumah tangga sibuk menyiapkan makan siang sederhana sesuai permintaan tuan rumah. Di teras belakang, angin berhembus lembut, membawa bunyi gemerisik bambu yang tumbuh di sisi rumah.“Lyssa,” panggil Guntur tiba-tiba.Lyssa sedikit terlonjak, lalu menoleh. “Iya, Kek?”“Ayo ikut aku sebentar. Ada yang ingin kubicarakan.”Alvaro sempat melirik, wajahnya khawatir. “Kek…”“Tenang saja,” jawab Guntur, matanya masih tajam. “Aku hanya ingin berbincang dengan anggota baru keluarga kita.”Alvaro hendak berkata sesuatu, tapi Lyssa menepuk tangannya, memberi tanda bahwa ia baik-baik saja. Dengan langkah hati-hati, ia mengikuti Guntur menuju ruang baca.Begitu pintu dibuka, aroma kayu tua bercampur wangi kopi menyambut Lyssa. Ruangan itu dipenuhi rak buku tinggi, penuh koleksi sejarah, ekonomi, dan dokumen tua. Di tengah ruangan berdiri sebuah meja besar dari kayu jati, di atasnya tertata rapi map-map tebal.Gunt

  • Sang Pewaris Arogan   Pagi yang Hangat

    Pagi itu, matahari menembus sela-sela dedaunan flamboyan di halaman rumah tua itu. Angin berhembus pelan, membawa aroma teh hangat dan roti panggang dari teras. Di kursi kayu, seorang lelaki tua dengan rambut yang beruban rapi duduk santai, membaca koran. Wajahnya tegas, penuh wibawa, tapi di balik itu ada sinar yang begitu hangat. Dialah Guntur Pradana, kakek Alvaro.Suara mesin mobil berhenti di halaman membuat Guntur mengangkat kepala. Dari balik kaca besar ruang tamu, ia bisa melihat seorang pria tinggi keluar dengan langkah hati-hati. Mengenakan topi hitam dan masker, ia tampak waspada, matanya menyapu sekeliling, seolah takut ada orang asing yang bisa mengenalinya.Guntur menghela napas sambil tersenyum samar.Alvaro berjalan mendekat, menggandeng seorang wanita di sisinya, Lyssa. Meski wajah Alvaro sebagian tertutup, tatapannya jelas penuh kehati-hatian, tapi juga hangat setiap kali menoleh pada Lyssa.Alvaro menunduk hormat, lalu mencium tangan kakeknya. “Kek.”Guntur menepuk

  • Sang Pewaris Arogan   Jeritan dalam Sunyi

    Di ruang kerja Damar. Cahaya lampu meja menerangi wajah seorang pria dengan rambut yang mulai memutih. Damar duduk tenang di kursi kulit, matanya tajam menelusuri dokumen-dokumen di hadapannya.Jari-jarinya mengetuk meja perlahan, mengikuti irama pikirannya.Di atas meja itu, berjejer laporan keuangan, bukti transfer, dan salinan kontrak yang sudah ia tandai dengan stabilo merah. Semua itu berbicara dengan bahasa yang hanya bisa dimengerti oleh orang sepertinya. Bahasa kebohongan, penggelapan, dan kerakusan.Damar menutup satu berkas, lalu membuka lembar lain. Senyumnya tipis.“Adrian… Adrian…” gumamnya. “Kau benar-benar memberi makan harimau dengan tangan kosong.”Ia sudah bisa, jika mau menyeret Adrian ke meja hijau. Semua bukti ada di sini, rapi, jelas, tak terbantahkan. Sekali ia serahkan ke aparat, nama Adrian akan hancur dalam sekejap.Namun Damar tidak tergesa. Ia meneguk kopinya yang sudah dingin, membiarkan rasa pahitnya menempel di lidah.“Menghancurkanmu sekarang… terlalu m

  • Sang Pewaris Arogan   Racun di Balik Senyuman

    Langkah-langkah Maya terdengar mantap saat keluar dari ruang rapat, tapi wajahnya menyiratkan amarah yang terpendam. Sepasang sepatu hak tinggi yang ia kenakan beradu dengan lantai marmer, menciptakan gema yang menusuk telinga, seakan menegaskan keberadaannya. Namun, bagi Maya sendiri, langkah itu lebih seperti pelarian. Pelarian dari tatapan menusuk para kolega yang baru saja menutup rapat.Rapat itu, yang seharusnya menjadi ruang diskusi profesional, justru berubah menjadi arena penuh sindiran halus. Kata-kata yang disampaikan koleganya terdengar manis di permukaan, tetapi Maya, dengan instingnya yang tajam, mampu menangkap duri di baliknya.Koridor panjang gedung itu sepi. Maya berjalan cepat, menyingkirkan segala tatapan bayangan dari pikirannya. Namun, hatinya tetap terasa sesak. Di balik semua gengsi dan kekuatan yang selalu ia tunjukkan, Maya hanyalah seorang perempuan yang mulai lelah. Lelah menopang bayang-bayang suaminya yang semakin redup.Begitu membuka pintu ruang kerja A

  • Sang Pewaris Arogan   Mahkota Berduri

    Satu bulan yang laluLampu-lampu kristal berkilau memantulkan cahaya ke seluruh aula megah itu. Dindingnya dilapisi kain beludru merah, sementara pilar-pilar tinggi dihiasi emblem keluarga yang selama puluhan tahun berdiri sebagai simbol kekuasaan dan kejayaan. Malam itu, bukan sekadar pesta. Malam itu adalah malam penobatan, malam pengalihan kekuasaan, malam di mana Damar, sang pemimpin yang selama ini ditakuti sekaligus disegani, menyerahkan tahta kepada suami adiknya, Adrian.Para tamu undangan telah memenuhi ruangan. Ada para politisi dengan jas hitam rapi, para pengusaha besar yang menyembunyikan senyum licik di balik gelas sampanye, dan wartawan yang sibuk memotret setiap detik pergerakan penting. Aroma parfum mahal bercampur dengan wangi bunga lili yang menghiasi panggung utama.Adrian berdiri di belakang panggung, mengenakan setelan hitam yang dipilih khusus oleh Maya. Jasnya terlihat sempurna, dasinya terikat tanpa celah, seakan tubuhnya benar-benar pantas berada di sana. Nam

  • Sang Pewaris Arogan   Api di Dada, Bara di Tahta

    Cahaya keemasan menembus tirai tipis kamar Alvaro. Debu-debu halus beterbangan di udara, menari dalam pancaran cahaya pagi. Ruangan itu masih menyimpan kehangatan malam sebelumnya. Bau lembut parfum Lyssa bercampur dengan aroma maskulin khas Alvaro.Lyssa duduk di tepi ranjang, tangannya perlahan menyentuh kain sprei yang berantakan, lalu merapikannya dengan dua tangan mungilnya itu.Matanya lalu terarah pada sosok pria di hadapannya. Alvaro sedang mengenakan kemeja putih, membuka dua kancing teratas, memperlihatkan dada bidang yang sejak tadi membuat wajah Lyssa memanas. Setiap kali jemarinya menekan kancing, Lyssa seolah bisa mendengar detak jantungnya sendiri. Dada itu tempat ia bersandar semalam, tempat ia menangis, tempat ia menyerahkan seluruh resah dan rindunya.Senyum samar muncul di bibir Lyssa. Ia merasa hangat, seolah api dari malam tadi belum padam. Tubuhnya masih menyimpan getaran, namun hatinya jauh lebih tenang dibandingkan dua bulan penuh penderitaan yang baru saja ia

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status