Share

#002. Dukungan?

Penulis: Yuan
last update Terakhir Diperbarui: 2024-06-21 16:41:29

Elizabeth kini terduduk di sofa, pakaiannya telah terganti menjadi kemeja laki-laki itu, sementara rambutnya masih tergerai.

Secepat dia datang, Pentious telah melihat gaunnya yang sedikit berantakan dan rambutnya yang tak lagi terikat. Dan dia merasa sedikit lebih tenang ketika laki-laki itu meminjamkan kemejanya.

Elizabeth menyukai wangi yang menempel di pakaiannya, dan mungkin akan terus menempel disana hingga kapanpun.

Dia menyukai bagaimana Pentious memainkan helainya, sementara dia mendekat padanya, meletakkan kepala di dada. Dia tahu bahwa laki-laki itu tengah tersenyum, bibir mendekat untuk mengecup pucuk kepalanya.

Dan dia tahu bahwa laki-laki itu sadar akan pikirannya yang terganggu. “Sesuatu terjadi ‘kan?”

Elizabeth mendongak, melihatnya. "Apa yang membuatmu berpikir seperti itu?”

Dia dapat melihatnya menghela nafas, menyandarkan kepalanya sendiri. Namun Elizabeth berusaha untuk tak mengindahkannya — dia datang untuk menenangkan diri, bukan untuk mengatakan apa masalahnya di rumah.

Sayang sekali bahwa perbedaan antara dia dan Pentious adalah bahwa dia akan mencari peralihan hingga dia dapat melupakan masalah itu. Sementara laki-laki tersebut selalu berpikir bahwa itu takkan menyakiti siapa pun untuk bercerita dan meminta sebuah pertolongan.

Dia memiliki sedikit waktu untuk meletakkan kepalanya kembali di dadanya. Tak untuk waktu lama, karena Pentious kembali bicara, jantung di dadanya bergedup kencang.

“Aku hanya tahu,” gumamnya. Dan gadis itu mendongak ketika dia membisikkan sebuah hal lain. “Kau takkan kemari jika tak terjadi apapun.”

Gadis itu mengerutkan dahi, menatapnya. Dia menyadari betapa tersinggungnya wajahnya saat ini — dahinya berkerut dan bibirnya mengkerut ke bawah.

“Itu tak benar,” dia membela diri. “Bagaimana bisa kau mengatakan itu?”

“Lalu,” ucapnya, menarik lengan yang tengah merengkuhnya tadinya sebelum duduk tegak di samping gadis itu. “Benarkah jika memang tak ada yang terjadi?”

Elizabeth terdiam — dia mungkin tak bisa membela diri untuk yang satu ini. Gadis itu mengalihkan pandangan, ke arah jendela yang menampakkan gelap malam kota, dengan hanya cahaya palsu lampu jalanan menyinarinya.

Pentious pernah mengatakan padanya bahwa dia menyukai pemandangan itu — bahwa dia telah memiliki kesempatan untuk berada di kota. Namun Elizabeth menyadari bahwa dia takkan pernah menikmati itu.

Dia telah memiliki waktu terlalu lama disana hingga hanya ada rasa sesak yang mengalir di dalam dirinya ketika dia melihat pemandangan itu. Namun Elizabeth mendapati dirinya beralih, berjalan ke arah jendela.

Gadis itu dapat merasakan pandangan laki-laki tersebut di belakangnya, mengawasinya seolah dia memiliki banyak sekali hal untuk dijelaskan.

Dia melipat kedua tangannya di dada, menghela nafas sementara matanya menatap hiruk pikuk orang-orang.

Mungkin memang benar.

Cepat atau lambat, Elizabeth sadar benar bahwa dia harus mengatakan apa yang terjadi padanya.

Cepat atau lambat, Elizabeth harus meninggalkannya.

Namun apakah dia tak diizinkan untuk melupakan hal itu untuk sejenak? Tak bisakah dia kembali ke kehidupannya nanti?

Bukankah sudah cukup bagi kakak dan ayahnya untuk mengganggunya? Dia tak akan kemari jika dia menginginkan sebuah gangguan lain.

Mungkin Pentious benar — dia hanya datang ketika dia tak ingin mengingat apa yang terjadi di rumahnya. Dan ketika dia menggigit sedikit dari kuku bermanikurnya, dia menyadari betapa itu mungkin menyakiti hati sang laki-laki.

Elizabeth dapat merasakannya berjalan ke arahnya, mendekat dan meletakkan kedua tangan di pundaknya.

“Kau tahu kau bisa mengatakan apapun padaku ‘kan?”

Dia menutup mata. “Apapun?”

Pentious mengangguk, meletakkan kepala di atas pundaknya. Dan gerakan itu cukup bagi Elizabeth untuk menghela nafas dan merasakan jantungnya jatuh karena rasa bersalah.

“Apapun,” janjinya.

“Bahkan jika,” dia menarik nafas. “Bahkan jika aku telah dijodohkan dengan orang lain?”

Dia dapat merasakan gerakan laki-laki itu berhenti, dan tubuhnya menegang di belakang. “Apa?”

Bisikan itu membuat Elizabeth melepas rengkuhannya, berbalik untuk melihatnya.

Gadis itu dapat menyadari binar terluka disana, dan bagaimana kepala Pentious bergantung di lehernya seolah dia berusaha mencerna apa yang baru saja dia katakan.

Hanya saja, Elizabeth memiliki sedikit gambaran.

Bahwa Pentious tak ingin menerimanya?

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Sangkar Emas Pernikahan   #064. Sangkar (epilog)

    Ketika Elizabeth menjejakkan kaki untuk kembali ke kediaman para Gellert, dia dapat merasakan sesuatu yang jauh melebihi rasa mencekam — sesuatu yang sama sekali tak pernah dia rasakan ketika dia pertama kali datang kesana. Namun dia memahami itu, karena bahkan bagaimana pun, dia begitu menyadari bahwa kediaman ini takkan pernah menjadi rumahnya.Tak ada satupun yang berada disana, bahkan Jennifer, yang terkadang datang untuk menghampiri mereka. Hanya ada Orvil, dengan punggung menghadapnya sementara dia menatap ke luar jendela, sebuah gelas di genggamannya.Laki-laki itu menoleh padanya.Dan Elizabeth tak tahu apa yang harus dia lakukan atau bahkan katakan padanya. Tidak untuk sekarang ini. Tidak ketika dia menyadari betapa salahnya dia. Mungkin akan lebih baik baginya untuk menutup mulut dan diam, menerima apapun yang akan dia berikan padanya.Baik itu surat perceraian, atau bahkan jika Orvil kembali mengulurkan tangan untuk kembali berdansa dengannya dalam setiap tipu muslihat yang

  • Sangkar Emas Pernikahan   #063. Keputusan

    Elizabeth dapat merasakan pandangan Noah, tatapan itu begitu tajam hingga dia yakin bahwa kakaknya dapat membunuhnya dengan itu. Dan ketika dia dapat mendengar langkahnya, sebuah bayangan menghadang.Veronica berada di depannya. “Kau tak bisa melakukan apapun padanya.”Wanita itu dapat melihat bagaimana mata kakaknya berkedut. “Minggir, Veronica,” ucapnya. “Ini adalah urusan para Leigh.”Elizabeth merasakan genggaman gadis itu padanya. “Kau tak bisa melakukan apapun padanya,” ucapnya lagi, seolah itu adalah hal yang mutlak. “Dia adalah Gellert sekarang.”Gellert.Nama itu menancapkan duri yang lain ke dalam hatinya. Karena Elizabeth dapat merasakan bahwa dia telah mengkhianati keluarga yang seharusnya menjadi miliknya sekarang.Dia telah berbohong pada Orvil.Dia telah berbohong pada Jennifer.Semua itu karena dia tak melihat mereka sebagai seseorang yang seharusnya dia hargai. Namun ketika dia memikirkannya lagi — bukankah itu berarti ayah dan kakaknya tak menganggapnya sebagai seora

  • Sangkar Emas Pernikahan   #061. Martin

    Elizabeth tak tahu apa yang harus dia lakukan ketika dia terduduk di ruangan tamu para Martin.Pulang ke rumah adalah sesuatu yang akan sulit dia lakukan sekarang — terutama dengan apa yang terjadi padanya dan Orvil pagi tadi.Dia dapat melihat rasa terluka yang begitu kentara di wajahnya, dan itu membuat Elizabeth tak sanggup untuk menjelaskan apapun — apapun yang akan dia katakan akan berujung untuk semakin menyakitinya. Dia tahu akan itu.Dan ketika suaminya itu tak mengatakan apapun dan melangkah pergi menjauh darinya, Elizabeth menyadari bahwa dia takkan pernah bisa memperbaiki itu.Apapun itu, bahkan ketika dia telah memutuskan untuk melepaskan segalanya dan tetap bersamanya.Elizabeth takkan pernah memiliki rasa percaya dari Orvil kembali. Tidak setelah ini.Dia menangkupkan wajah ke kedua telapak tangannya, menghembuskan nafas ketika merasakan bahwa dia akan segera menangis.Dia tak pantas untuk itu.Walaupun dia ingin kembali untuk memohon padanya, Elizabeth tahu kapan untuk

  • Sangkar Emas Pernikahan   #060. Tertangkap

    Ketika Elizabeth terbangun di atas ranjangnya — ranjang Orvil, dia dapat merasakan dirinya tersenyum, memainkan dada yang ada di bawah telapak tangannya, jemari menelusuri kulit disana.Dengkuran laki-laki itu terdengar, nafas di atas rambutnya dan dia dapat merasakan betapa nyaman dirinya ketika pagi hari begitu lamban.Dia menoleh ke arah bantal yang mereka tinggalkan tadi malam di ruangan mereka, meninggalkan beberapa di setiap ruangan untuk berjaga jika Tilly mengantuk dan masih tak familiar dengan rumah barunya.Bantal tersebut kosong, dan Elizabeth harus menyimpulkan bahwa kucing tersebut berada di suatu bantal di ruangan lain.Ketika dia menoleh ke arah jam, Elizabeth dapat melihat angka enam tertunjuk di jarum pendeknya, membuatnya tergoda untuk menutup mata dan menyandarkan kepala kembali pada suaminya.Wanita itu tersenyum kecil.Mungkinkah ayah dan kakaknya akan menyadari bagaimana dia hendak melarikan diri?Mungkinkah mereka bertanya-tanya ketika dia tak dapat lagi dihubun

  • Sangkar Emas Pernikahan   #059. Sudah

    Orvil masih menatapnya, mengusapkan tangan pada wajahnya sementara mata melekat padanya. Laki-laki itu menaikkan alis.“Kau yakin?” dia bertanya. “Aku akan mengatakan bahwa entah kau terlalu naif atau kau menyembunyikan sesuatu. Dan mengenal dirimu, kita berdua tahu bahwa kau tak polos sama sekali.”Wanita itu terdiam, membalas tatapannya.Akan sangat lucu sekali jika dia tak menjawab apapun padanya, memastikan bahwa apa yang Orvil duga memiliki sedikit kebenaran di atasnya. Akan sangat lucu jika kedoknya diketahui dengan segera.Dia harus kembali ke rumahnya.Dia harus mengemban perjanjian yang tak dapat dia lalui.Dia harus mengucapkan selamat tinggal pada kebebasannya.Elizabeth menyentuh pipi suaminya, mengecup bibirnya kembali. “Tidak ada,” janjinya. “Aku hanya ingin kau mencintaiku.”Dia dapat melihat bagaimana mata Orvil berkedut, menyadari bahwa dia tak terlalu yakin tentang apa yang istrinya itu katakan. Namun dengan sebuah keajaiban — atau tidak, sebenarnya, laki-laki itu me

  • Sangkar Emas Pernikahan   #058. Anggur

    Elizabeth tak tahu apapun tentang pembicaraan apa yang ingin Orvil bicarakan, namun dia dapat melihat bagaimana laki-laki itu menatapnya, mencoba untuk bersikap baik-baik saja.Jadi wanita itu menganggukkan kepala, menurunkan Tilly kembali hingga kucing tersebut dengan bahagia masuk ke dalam belakang meja, yang harus dia akui membuatnya lega bahwa kucingnya tak berwarna putih.Dia mendongak, mendorong dirinya untuk berdiri di depannya, dekat dengannya hingga dia harus tetap menengadahkan kepala untuk melihatnya.“Apa yang ingin kau bicarakan?” mulainya.Dan Orvil mengalihkan pandangan. “Akan lebih baik bagi kita untuk tidak membicarakannya disini,” dia mengakui. “Aku tak yakin bahwa kakimu cukup kuat.”Mata Elizabeth membulat, berbalik ketika menyadari bagaimana suaminya tengah beranjak pergi melewatinya, mulut wanita itu terbuka penuh rasa tak percaya.“Otot kakiku cukup baik!”“Tentu saja, Sayangku,” sahutnya, tertawa — entah karena panggilan yang dia berikan atau karena humor yang

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status