Proses pertemuan dua keluarga berjalan lancar. Keduanya sepakat acara resepsi dilaksanakan hanya di tempat mempelai pria.
"Daripada uangnya dihambur-hamburkan untuk resepsi. Lebih baik digunakan untuk kehidupan rumah tangga anak-anak nantinya!" Begitulah usul Bapak saat acara lamaran.
Tibalah hari yang ditunggu, akad nikah sekaligus resepsi.
Lelaki yang tengah duduk berhadapan dengan Bapak. Tak sedikitpun kubayangkan akan menjadi kekasih halalku.
Sedangkan, Mas Brian. Lelaki yang sering disebut namanya dalam do'a, memutuskan hubungan dengan tiba-tiba. Ia hanya memberikan alasan absurd. Absurd menurutku, karena seingatku, aku tak pernah menggaggu pekerjaannya saat dia naik piket atau saat dia patwal. Ingin fokus bekerja ujarnya kala itu.
"Saya terima nikah dan kawinnya Devi Nirmala binti Jaelani dengan mas kawin emas lima gram dan seperangkat alat shalat, tunai?"
"Barakallah!"
Para undangan menghaturkan do'a untuk pernikahan kami yang dipimpin pak penghulu.
Setelah prosesi ijab kabul usai, aku dan Mas Adry berjalan menuju pelaminan bernuansa emas. Senada dengan gaun serta stelan yang kami kenakan. Kata ibunya Mas Adry, emas juga simbol kejayaan. Itulah alasan mengapa ibunya Mas Adry memilih pelaminan bernuansa emas.
Kedatangan kami disambut para prajurit TNI yang membentuk seperti gerbang dengan formasi berbanjar. Prosesi pedang pora, pernikahan ala militer.
Dalam barisan itu, tak sengaja pandanganku menangkap wajah lelaki yang dulu pernah singgah mengisi ruang kosong dihatiku. Mas Brian.
Mas Brian juga prajurit lainnya menghunuskan sangkur membentuk gerbang yang akan kulalui bersama Mas Adry. Konon, itu melambangkan bahwa, dengan bersikap dan berjiwa ksatria, kedua mempelai akan selalu siap untuk mengatasi segala rintangan hidup. Yang akan menghalangi dan akan menghambat perjalanan bahtera kehidupan mereka.
Setelah prosesi sangkur pora selesai, seluruh prajurit melakukan sesi foto bersama kami, selaku mempelai.
Awalnya, mas Brian berdiri di posisi yang jauh di sebelahku. Namun, sang fotografer mengatur agar tinggi badannya teratur. Mas Brian yang tergolong lebih pendek dari yang lainnya terpaksa harus berdiri tepat di sampingku.
Aku sempat merasa tak enak, akan tetapi saat menatap wajah bang Adry yang terkesan santai. Akupun menghilangkan perasaan tak nyaman itu. Mungkin dipikiran Mas Adry, itu hanya sesi foto.
Usai sesi foto bersama prajurit Yonif 621 Manuntung yang tadi melakukan prosesi sangkur pora. Lalu, mereka semua menyalami kami. Memberikan selamat atas hari bahagia ini.
***
Acara resepsi berlangsung hingga malam hari. Namun, tamu malam khusus kerabat dekat saja.
"Capek ya, Mas?" tanyaku pada lekaki di sampingku. Lelaki yang kini sudah jadi suamiku itu tampak gelisah. Mungkin karena lelah.
"Gak kok, mas sudah sering gini. Jaga di pos monyet 2 jam berdiri tanpa boleh duduk, jalan kaki longmarch dari hutan Tahura sampai Tanah Bumbu. Ini sih gak ada apa-apanya."
Meskipun begitu, aku berinisiatif memijit bahunya. Karena tamu sudah mulai sepi.
Saat tengah memijit bahu bang Adry, lelaki itu menyingkirkan tanganku secara tiba-tiba. Ia bangkit berdiri.
Bersamaan dengan itu, seorang wanita berambut sebahu berjalan ke arah pelaminan. Tempat di mana aku dan Mas Adry duduk bersanding.
Wanita itu lebih pendek dariku, tingginya sekitar 150 cm. Mengenakan kebaya modern berwarna pink. Wanita itu berjalan dengan elegan, menonjolkan area dadanya yang sedikit terbuka.
"Selamat ya, Bang!" ujarnya sambil menyalami Mas Adry.
Aku terhenyak ketika wanita itu kemudian memeluk Mas Adry. Ia menangis terisak dalam pelukan suamiku. Membuat beberapa tamu undangan menatap heran. Sedangkan aku, hanya berdiri bergeming. Seperti orang bengong. Tak tahu mesti berbuat apa.
Dan yang lebih membuatku heran ketika mendapati air mata Mas Adry telah menganak sungai.
Siapa wanita itu? Apakah dia mantan pacar Mas Adry?
Beberapa tamu mengarahkan bidikan kamera ponselnya, mengabadikan moment mengharukan itu. Menyedihkan bagiku.
Suasana semakin heboh ketika wanita itu ambruk. Ia pingsan dalam pelukan lelakiku.
Alih-alih memanggil orang lain untuk membantu, Mas Adry malah mengangkat wanita itu dengan kedua tangan kekarnya. Menggendongnya entah kemana. Sedangkan aku masih terdiam di pelaminan seorang diri.
Dadaku tiba-tiba terasa sesak. Pria yang tadi pagi telah sah menjadi suamiku, di depan mataku berpelukan dengan seorang wanita. Lalu, meninggalkan istrinya seorang diri menggendong wanita lain.
Bersambung
Sebelum pindah ke tempat tinggal baru, di desa Pagat, tak jauh dari ibukota kabupaten yang terkenal dengan kue apemnya, Barabai. Aku dan Mas Adry menginap di rumah orang tua Mas Adry yang ada di kota Pelaihari.Mas Adry hanya dua bersaudara, ia anak tertua. Sedangkan adiknya bernama Dara. Ia baru kelas tiga di sekolah menengah atas.Bapak mertua adalah guru SD negeri, sedangkan ibu mertua bekerja sebagai staf tata usaha di SMP. Walaupun kedua mertuaku berstatus PNS, mereka tak mempermasalahkan aku yang hanya lulusan SMA saja."Bukan pangkat maupun harta yang membedakan manusia, tetapi akhlak," ujar ibu mertua membesarkan hatiku.Malam itu, malam terakhir kami berada di rumah orang tua Mas Adry. Keluarga ini begitu hangat, walaupun baru saja menjadi bagian keluarga ini, aku tak merasa canggung. Ayah, Ibu dan memperlakukanku seperti anak mereka sendiri. Juga Dara, ia seperti
Sebuah mobil hatchback telah terparkir di halaman rumah."Itu buat menantu kesayangan Ayah," ujar lelaki paruh baya itu.Ayah memberikan kunci mobil padaku."Terimakasih ya, Yah. Devi jadi gak enak karena belum bisa jadi mantu yang berbakti, tapi udah dikasih hadiah," ujarku sungkan."Katanya hadiah pernikahan, kok cuman mantu ayah yang dapat. Buatku mana?" gerutu Mas Adry."Ada dalam mobil!"Mas Adry bergegas menuju mobil, mengambil hadiahnya."Buka di kamar saja!" perintah Ayah mertua.Aku mengikuti Mas Adry ke kamar. Penasaran dengan hadiah yang diberikan Ayah.Mas Adry segera membuka kado yang terbungkus rapi itu. Setelah merobek kertas kadonya dan kardus pembungkus, rupanya masih ada lagi pembungkusnya. Sudah mirip beli barang di applikasi belanja online."Ayah jualan onlin
"Mas, tolong putar balik mobilnya!" pintaku pada Mas Adry."Kenapa?""Aku tak mau tinggal bersama laki-laki yang masih mencintai wanita lain!""Terus?""Aku akan tinggal di rumah orang tuaku.""Kamu akan tinggal bersama Mas!" tegasnya."Mas!""Pernikahan kita bahkan belum genap seminggu, kamu sudah ingin menunjukkan pada dunia bahwa pernikahan kita sudah bermasalah?""Mas yang menciptakan masalahnya."Mas Adry diam. Ada jeda beberapa saat sebelum ia kembali bersuara."Mas hanya jujur.""Lalu mengapa Mas menikahiku?""Karena kau wanita yang baik.""Tapi kau tak mencintaiku, Mas."Mas Adry menghentikan mobil. Ia memandangiku dengan raut wajah yang sukar dijelaskan. Tatapannya
Walaupun dilahirkan dari keluarga kekurangan, tak terpandang juga tak disegani banyak orang. Emak dan bapak tak pernah mendidikku menjadi orang yang senang menadahkan tangan di bawah.Apa yang ada dalam benak mas Adry akan memberikan kompensasi atas status janda yang nanti akan kuterima. Pasca bercerai dengannya nanti. Bukan karena hartanya yang membuatku menerima pinangannya. Aku tahu dia kaya, banyak uang. Walaupun ia memulai karir sebagai prajurit strata paling rendah, hanya berpangkat prada, prajurit dua. Ia menghasilkan banyak uang dari menjual ketrampilannya membuat font juga desain logo. Hobi yang menghasilkan pundi-pundi itu ia kerjakan disela kesibukannya sebagai prajurit."Mas, walaupun Mas Brian jauh lebih tampan dibanding Mas. Sejak mas melamarku, aku telah mengubur kenangan bersama Mas Brian dan menyerahkan hatiku hanya untuk Mas."Aku menyeka air mata yang terus mengalir.&n
"Apakah kau siap berbagi suami?" tanya wanita berpostur tinggi semampai dan berkulit kuning langsat itu saat kami melakukan pengajuan pernikahan ke kesatuan Mas Adry. Dia istri komandan Mas Adry."Mohon ijin, tidak siap, Bu!" jawabku.Ibu komandan menghela napas seraya tersenyum tipis."Menjadi istri tentara harus siap berbagi suami dengan negara. Karena istri pertama seorang prajurit adalah negaranya. Kamu siap dinomor duakan?" Wanita bermata sipit itu menjelaskan."Siap, Bu!""Yakin, kamu siap?" ulangnya."Siap yakin, Bu!" tegasku.Sebelum ijab kabul terucap, aku memantapkan hati bahwa aku bukanlah prioritas. Seperti istri pada umumnya.Aku telah siap hakku sebagai seorang istri tak sepenuhnya kudapatkan. Aku harus siap ditinggal tugas meski saat sekarat, harus siap ditinggal meskipun sedang hamil.&nbs
"Bagaimana kronologinya, Bu?" tanya bripka Dirgantara Pratama."Awalnya ada seorang pelaku yang mengecoh perhatian saya dengan pura-pura menyeberang mendadak. Kemudian datang komplotan lainnya menodongkan senjata."Aku memberikan informasi kepada polisi ganteng mirip kapten Yo di drama Descendant of the Sun itu. Dia polisi yang sedang menangani kasus perampokan uang yang menimpaku.Saat tengah memberikan keterangan, Mas Adry datang."Dek, gimana keadaanmu? Katanya rampoknya pakai sajam. Apa kamu terluka?" tanya mas Adry cemas."Aku tak apa-apa kok, Mas.""Tapi uangnya berhasil di bawa kabur," lanjutku. Aku menitikkan air mata mengingat banyaknya uang yang menjadi tanggung jawabku itu."Dek, yang penting kamu selamat. Uang bisa kita cari, nyawamu jauh lebih berharga.""Suami ibu tentar
Sekitar jam dua siang, aku selesai menyetor uang ke bank. Lebih lama dari hari-hari sebelumnya. Biasanya aku selesai sebelum jam istirahat para karyawan bank.Mas Brian masih menunggu di mobil."Maaf, ya mas. Tadi antriannya panjang. Lama ya?" ujarku setelah memasuki mobil."Tak masalah," balasnya santai. "Kamu belum makan siang, kan. Kita cari rumah makan dulu. Nanti magh kamu kambuh kalo telat makan."Walau tanpa persetujuanku, Mas Brian langsung melajukan mobil mencari tempat yang nyaman untuk mengisi perut. Ia memang seringkali melakukan hal demikian kala kami masih menjalin hubungan.Yang menggelitik hatiku ketika ia masih mengingat penyakit maghku. Aku bahkan pernah diopname seminggu di rumah sakit karena magh akut.Aku menatap wajah lelaki yang memang kuakui lebih tampan dari suamiku. Sejenak aku terlena dengan perhatiannya.
Usai shalat Isya, sebuah pesan teks dari nomor tak dikenal masuk ke ponselku.[Dev, suamimu bersama wanita lain]Deg!Jantungku berdetak lebih keras detik itu juga.Apakah itu Audi?Selagi batinku masih bertanya-tanya siapa sosok perempuan yang membuat Mas Adry tergesa-gesa menuntaskan makan malamnya. Sebuah video masuk dari nomor yang sama.Ternyata benar, wanita itu adalah wanita yang Mas Adry belum bisa melupakannya.Walaupun sejak jauh hari, beberapa hari usai acara resepsi. Mas Adry telah jujur bahwa ia masih mencintai wanita lain. Nyatanya mendapati kabar demikian, tak pelak membuat hatiku seperti dihantam sebuah batu besar. Sakit.Apakah aku punya hak untuk melabrak? Seperti di video yang selalu menjadi viral ketika seorang istri sah mendatangi suaminya tengah berkencan dengan wanita lain.