Share

2

Proses pertemuan dua keluarga berjalan lancar. Keduanya sepakat acara resepsi dilaksanakan hanya di tempat mempelai pria.

"Daripada uangnya dihambur-hamburkan untuk resepsi. Lebih baik digunakan untuk kehidupan rumah tangga anak-anak nantinya!" Begitulah usul Bapak saat acara lamaran.

Tibalah hari yang ditunggu, akad nikah sekaligus resepsi.

Lelaki yang tengah duduk berhadapan dengan Bapak. Tak sedikitpun kubayangkan akan menjadi kekasih halalku.  

Sedangkan, Mas Brian. Lelaki yang sering disebut namanya dalam do'a, memutuskan hubungan dengan tiba-tiba. Ia hanya memberikan alasan absurd. Absurd menurutku, karena seingatku, aku tak pernah menggaggu pekerjaannya saat dia naik piket atau saat dia patwal. Ingin fokus bekerja ujarnya kala itu.

"Saya terima nikah dan kawinnya Devi Nirmala binti Jaelani dengan mas kawin emas lima gram dan seperangkat alat shalat, tunai?"

"Barakallah!" 

Para undangan menghaturkan do'a untuk pernikahan kami yang dipimpin pak penghulu.

Setelah prosesi ijab kabul usai, aku dan Mas Adry berjalan menuju pelaminan bernuansa emas. Senada dengan gaun serta stelan yang kami kenakan. Kata ibunya Mas Adry, emas juga simbol kejayaan. Itulah alasan mengapa ibunya Mas Adry memilih pelaminan bernuansa emas.

Kedatangan kami disambut para prajurit TNI yang membentuk seperti gerbang dengan formasi berbanjar. Prosesi pedang pora, pernikahan ala militer.

Dalam barisan itu, tak sengaja pandanganku menangkap wajah lelaki yang dulu pernah singgah mengisi ruang kosong dihatiku. Mas Brian. 

Mas Brian juga prajurit lainnya menghunuskan sangkur membentuk gerbang yang akan kulalui bersama Mas Adry. Konon, itu melambangkan bahwa, dengan bersikap dan berjiwa ksatria, kedua mempelai akan selalu siap untuk mengatasi segala rintangan hidup. Yang akan menghalangi dan akan menghambat perjalanan bahtera kehidupan mereka.

Setelah prosesi sangkur pora selesai, seluruh prajurit melakukan sesi foto bersama kami, selaku mempelai.

Awalnya, mas Brian berdiri di posisi yang jauh di sebelahku. Namun, sang fotografer mengatur agar tinggi badannya teratur. Mas Brian yang tergolong lebih pendek dari yang lainnya terpaksa harus berdiri tepat di sampingku.

Aku sempat merasa tak enak, akan tetapi saat menatap wajah bang Adry yang terkesan santai. Akupun menghilangkan perasaan tak nyaman itu. Mungkin dipikiran Mas Adry, itu hanya sesi foto.

Usai sesi foto bersama prajurit Yonif 621 Manuntung yang tadi melakukan prosesi sangkur pora. Lalu, mereka semua menyalami kami. Memberikan selamat atas hari bahagia ini.

***

Acara resepsi berlangsung hingga malam hari. Namun, tamu malam khusus kerabat dekat saja. 

"Capek ya, Mas?" tanyaku pada lekaki di sampingku. Lelaki yang kini sudah jadi suamiku itu tampak gelisah. Mungkin karena lelah.

"Gak kok, mas sudah sering gini. Jaga di pos monyet 2 jam berdiri tanpa boleh duduk, jalan kaki longmarch dari hutan Tahura sampai Tanah Bumbu. Ini sih gak ada apa-apanya."

Meskipun begitu, aku berinisiatif memijit bahunya. Karena tamu sudah mulai sepi.

Saat tengah memijit bahu bang Adry, lelaki itu menyingkirkan tanganku secara tiba-tiba. Ia bangkit berdiri.

Bersamaan dengan itu, seorang wanita berambut sebahu berjalan ke arah pelaminan. Tempat di mana aku dan Mas Adry duduk bersanding. 

Wanita itu lebih pendek dariku, tingginya sekitar 150 cm. Mengenakan kebaya modern berwarna pink. Wanita itu berjalan dengan elegan, menonjolkan area dadanya yang sedikit terbuka.

"Selamat ya, Bang!" ujarnya sambil menyalami Mas Adry. 

Aku terhenyak ketika wanita itu kemudian memeluk Mas Adry. Ia menangis terisak dalam pelukan suamiku. Membuat beberapa tamu undangan menatap heran. Sedangkan aku, hanya berdiri bergeming. Seperti orang bengong. Tak tahu mesti berbuat apa.

Dan yang lebih membuatku heran ketika mendapati air mata Mas Adry telah menganak sungai. 

Siapa wanita itu? Apakah dia mantan pacar Mas Adry?

Beberapa tamu mengarahkan bidikan kamera ponselnya, mengabadikan moment mengharukan itu. Menyedihkan bagiku.

Suasana semakin heboh ketika wanita itu ambruk. Ia pingsan dalam pelukan lelakiku. 

Alih-alih memanggil orang lain untuk membantu, Mas Adry malah mengangkat wanita itu dengan kedua tangan kekarnya. Menggendongnya entah kemana. Sedangkan aku masih terdiam di pelaminan seorang diri.

Dadaku tiba-tiba terasa sesak. Pria yang tadi pagi telah sah menjadi suamiku, di depan mataku berpelukan dengan seorang wanita. Lalu, meninggalkan istrinya seorang diri menggendong wanita lain. 

Bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status