Sebuah mobil hatchback telah terparkir di halaman rumah.
"Itu buat menantu kesayangan Ayah," ujar lelaki paruh baya itu.
Ayah memberikan kunci mobil padaku.
"Terimakasih ya, Yah. Devi jadi gak enak karena belum bisa jadi mantu yang berbakti, tapi udah dikasih hadiah," ujarku sungkan.
"Katanya hadiah pernikahan, kok cuman mantu ayah yang dapat. Buatku mana?" gerutu Mas Adry.
"Ada dalam mobil!"
Mas Adry bergegas menuju mobil, mengambil hadiahnya.
"Buka di kamar saja!" perintah Ayah mertua.
Aku mengikuti Mas Adry ke kamar. Penasaran dengan hadiah yang diberikan Ayah.
Mas Adry segera membuka kado yang terbungkus rapi itu. Setelah merobek kertas kadonya dan kardus pembungkus, rupanya masih ada lagi pembungkusnya. Sudah mirip beli barang di applikasi belanja online.
"Ayah jualan online ya?"
"Bukan Ayah, tapi Ibu. Pasti Ibu yang bungkus kado ini," tebak lelaki yang kewalahan membuka tiap lakban pembungkus hadiah dari ayah.
Setelah sampai di lapisan yang terakhir, ternyata hadiah itu adalah herbal penambah stamina pria.
"Wah, Ayah sama Ibu ngerjai aku." Mas Adry tertunduk lesu. Mungkin karena ekspektasinya tak sesuai dengan realita.
Rasanya ingin tertawa, tetapi takut dosa.
***
Dari kota Pelaihari, aku dan Mas Adry menuju Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Tempat dimana ia bertugas sebagai prajurit infanteri. Tepatnya di Batalyon Infanteri 621 Manuntung. Menggunakan mobil hatchback hadiah dari ayah mertua. Walaupun mobil bekas, akan tetapi semuanya masih berpungsi dengan baik. Juga masih terawat.
Memasuki Kabupaten Hulu Sungai Tengah, ponsel Mas Adry yang tergeletak tepat d samping tuas transmisi berdering. Lelaki berambut cepak yang masih fokus menyetir itu tak menjawab panggilan. Ia membiarkan saja sampai bunyi nada deringnya berhenti.
Aku sempat melirik nama dari si penelepon.
"My honey?"
"Audi." Mas Adry mengatakan tanpa ragu-ragu.
Aku meraih ponsel itu kemudian mengutak-atiknya sebentar.
Karena geram saat teringat video viral yang membuatku dibully netijen se Indonesia dengan menyebutku perebut tunangan orang. Aku mengganti namanya di kontak suamiku menjadi l*nte.
Padahal kata Dara, ia belum sempat bertunangan dengan mas Adry. Bisa-bisanya wanita itu di hadapan wartawan mengaku bekas tunangan suamiku.
Dari informasi yang kudapat dari Dara, wanita itu juga tinggal di Barabai. Namun, ia kuliah di ibukota provinsi jurusan kebidanan. Awalnya ayah dan ibu menyukai Audi. Namun, Audi ternyata hanya menginginkan uang Mas Adry.
Ketika Mas Adry mengalami kecelakaan dan divonis cacat permanen, Audi langsung memutuskan hubungan. Namun, setelah Mas Adry sembuh seperti sedia kala. Audi hadir kembali merayu lelaki yang pernah ia campakkan di saat mas Adry butuh semangat dan dukungan.
Tak hanya itu, kata Dara, Audi juga selingkuh dengan teman Mas Adry. Walaupun adik iparku itu tak tahu siapa lelaki selingkuhan Audi. Ia sangat yakin, sang narasumber memberikan info valid. Entah benar atau tidak tuduhan Dara. Yang pasti aku tak ingin Audi kembali menghantui kehidupan Mas Adry. Walaupun hanya sebatas teman.
Mas Adry tak pernah menceritakan perihal Audi saat ia masih rutin terapi pijat di tempat Bapak. Ia terlihat selalu ceria seakan tak terjadi apa-apa.
Aku menunjukkan nama Audi yang telah kuganti pada Mas Adry.
Mas Adry langsung menepikan mobil dan menginjak pedal rem secara mendadak.
Ia merampas ponsel itu dari tanganku.
"Keterlaluan kamu Dev!" ucapnya penuh amarah.
Aku terperanjat melihat sikap Mas Adry kepadaku. Lelaki itu mengapa semarah itu padaku? Aku tahu tindakanku salah. Namun, itu kulakukan karena emosi. Lagipula, dia bisa menegurku baik-baik. Tak harus marah seperti itu.
"Kamu mau tau kan apa aku masih cinta pada Audi? Ya, aku masih mencintainya. Bahkan aku sangat mencintainya!"
Kata-kata itu terasa begitu memekakkan telingaku. Kata-kata yang lebih tepatnya seperti ujung tombak yang menghujam tepat ke jantung. Membuat hati ini kian perih.
Kalau dia masih sangat mencintai Audi, mengapa dia malah menikahiku. Bukankah sebuah pernikahan harus dilandasi dengan cinta?
Detik itu juga memori di otakku melakukan flashback. Sejak awal mengenalnya hingga ia melamarku. Mas Adry memang belum pernah mengatakan bahwa dia mencintaiku. Ia hanya melamarku untuk menjadi istrinya. Apakah pernikahan ini baginya hanyalah sebuah permainan?
Di depan Bapak, Bang Adry mengucapkan ijab Kabul dengan lantang. Setelah hatiku telah kuserahkan padanya, dengan lantang pula ia meneriakkan bahwa ia masih mencintai wanita lain?
Air mata ini akhirnya tumpah. Sedangkan lelaki di sampingku membuang muka. Ia menginjak pedal gas, tanpa mempedulikanku yang telah terluka karena ucapannya.
Mengapa kehidupan ini seperti roller coaster?
Aku yang pernah patah hati, merasa begitu terpuruk. Kemudian Mas Adry datang menawarkan segenggam kebahagiaan. Saat aku berada di puncak kebahagiaan, lalu dengan tangannya sendiri ia hempaskan.
"Mungkin Mas harus berangkat tugas sebelum anak kita lahir!" Lirih Mas Adry, lalu menatapku lekat."Berangkatlah Mas, Aku dan anak kita akan selalu menunggumu disini." Aku membesarkan hati Mas Adry. Sekiranya boleh ikut menemaninya ke wilayah Republik Indonesia bagian paling timur itu, niscaya aku akan turut menemaninya. Walaupun harus ikut merasakan bagaimana tinggal di wilayah yang di anak tirikan pemerintah itu. Juga daerah yang sering terjadi konflik dengan OPM (Organisasi Papua Merdeka).Akhirnya istri pertama Mas Adry benar-benar menunjukkan kuasanya. Ya, seperti yang dikatakan istri komandan batalyon Mas Adry saat kami pengajuan nikah dahulu. Negara adalah istri pertama prajurit. Tentu saja ia juga yang utama. Kapanpun istri pertamanya memanggil, mereka harus selalu siap. Walaupun harus meninggalkan keluarga. Tak terkecuali istrinya yang tengah mengandung.Tak ingin merusak suasana ulang tahunku, rasa sedih ini ma
"Dede Utun bobo juga ya! Papa Mama mau bobo ya, De!"Untuk pertama kalinya, aku merasa memiliki mas Adry seutuhnya. Walaupun demikian, untuk beberapa hal, masih terasa ada yang mengganjal."Mas, gak ngerasa rugi milih aku dibanding Audi? Mas udah keluar jutaan membiayai Audi.""Awalnya mas juga merasa demikian. Setelah mas pikir lagi justru kalo Mas pilih Audi malah rugi.""Kok?""Pilih Adek mas malah untung, dapat bonus Dede Utun!" Mas Adry mengusap pucuk kepalaku. "Maafin kesalahan Mas ya Dek. Dah bikin Adek menderita!""Devi dah maafin Mas bahkan sebelum Mas minta maaf.""Kadang Mas berpikir, Mas seperti Hammurabi. Adek tau kenapa Mas memilih Adek untuk jadi istri Mas?""Kata Mas kan karena aku orang baik?""Sebenarnya, dulu Audi selingkuh dengan Brian saat mas sekarat karena kecelakaan i
Dek, apa kamu selingkuh dengan laki-laki lain?" tuding Mas Adry."Mas, aku tak pernah selingkuh dengan siapapun. Aku berani bersumpah!""Maaf Bu Devi, Pak Adryan. Apa kalian pernah melakukan foreplay?""Tidak pernah, Bu," sahut kami serempak."Walaupun jarang terjadi, kasus ini sebelumnya pernah saya temui pada sepasang remaja yang berpacaran melakukan foreplay saja. Tapi si cewe akhirnya hamil walaupun selaput daranya masih utuh," jelas Bu Dokter.Mendengar penjelasan ibu dokter tentang muda-mudi itu tetiba, aku merasa miris. Aku juga pernah pacaran. Untungnya tak pernah melakukan hubungan itu. Ternyata memang benar apa kata Kak Rose. Sebaiknya jangan pacaran.Atas saran dokter, akhirnya aku setuju untuk melakukan pemeriksaan selaput dara.Beginikah rasanya tidak dipercayai. Sama seperti Mas Adry yang telah bersumpah ba
Adek ingin bukti yang bagaimana?" Pertanyaan dari mas Adry membuyarkan lamunanku. Astaghfirullah! Bisa-bisanya pikiranku malah berpikir yang enak-enak dengan mas Adry. Apakah aku perlu di ruqyah. "Adek mau bukti yang bagaimana?" tanya Mas Adry lagi dari jarak yang beberapa langkah dariku. Aku menepis semua pikiran tentang yang enak-enak. Untung saja Mas Adry tak tahu aku sedang membayangkan tentang ... Untung saja Mas Adry telah merugikanku hanya dalam khayalanku saja. Harusnya aku lega. "Bolehkah ..." "TIdak boleh, tidak boleh!" potongku segera. Takut Mas Adry menginginkan hal yang enak. "Mas belum selesai ngomong," protesnya. "Mas ingin minta bantuanmu untuk menghubungi dokter kandungan!" "Buat apa?" tanyaku. "Untuk membuktikan bahwa Mas gak pernah mengha
Malam itu selepas shalat isya, iseng kubuka pc Mas Adry. Melihat-lihat desain font yang ia pasarkan melalui kreatif market. Hobi yang bisa menghasilkan rupiah bahkan lebih banyak dari gajinya sebagai prajurit.Devi Nirmala, namaku ia tulis menggunakan beberapa font karyanya. Entah mengapa ia menggunakan namaku. Namun, ternyata bukan hanya namaku. Ada nama wanita lain juga disana. Siapa lagi kalau bukan Audi.Sofia Audi.Dadaku kembali bergemuruh, karena teringat kembali kata-kata wanita itu.Masih terngiang-ngiang ditelinga ketika Audi mengintimidasi dengan ucapannya saat kejadian di kafe."Mbak Devi percaya, aku dan bang Adry gak pernah ngapa-ngapain. Padahal dialah yang telah membiayai semua biaya kuliahku?" ujar wanita yang mengenakan pakaian branded itu. Dari penampilannya, tak akan ada yang menduga tentang keadaan ekonomi keluarganya.W
Keesokan harinya, Mas Adry bersama prajurit lainnya pergi UST (uji satuan tempur) ke hutan.Ia pamit hanya dari balik pintu. Suaranya terdengar pelan, tetapi masih bisa kudengar. Sebelum subuh, ia sudah meninggalkan rumah. Mungkin ia berpikir, saat ia berangkat, aku masih terlelap. Padahal, semalaman itu. Aku terus memikirkan kehamilan Audi.Apakah itu benar? Jika itu benar, apakah itu anak Mas Adry? Jika itu anak Mas Adry, kapan mereka melakukan hal yang dilarang agama itu? Bagaimana ia akan bertanggung jawab nanti, sedangkan seorang prajurit tak boleh mempunyai istri sah lebih dari satu? Apakah aku harus merelakan Mas Adry demi anak yang ada di kandungan Audi.Pertanyaan itu terus berputar-putar dikepalaku sehingga mataku enggan menutup. Alih-alih menutup, ia hanya mengeluarkan butiran air mata. Hingga saat menatap diri dari pantulan kaca, mataku terlihat sembab.Mas Adry akan menghabiskan wa
Akhirnya pagi itu Mas Adry telah melanggar janjinya. Tak akan merugikanku.Walaupun hanya kesucian bibirku yang telah ia nikmati. Aku merasa tak dirugikan sama sekali. Bagiku, ini berarti aku bukan hanya teman baginya. Mungkin namaku sudah bisa sedikit menggeser nama Audi dihatinya."Mas, bisakah aku jadi istri Mas sepenuhnya?" pintaku pada Mas Adry. Sesaat setelah pria itu menggeser posisi duduknya. Ia tampak merasa bersalah karena telah melanggar janjinya."Dek, maafin Mas! Mas khilaf," jawabnya. Lelaki itu menekuk wajah seakan telah berbuat salah."Mas ingat saat hari pernikahan kita, di depan penghulu mas berjanji akan memberikan nafkah, bukan hanya nafkah lahir. Namun juga nafkah batin."Lelaki itu lalu memijit keningnya."Mas, bahkan kau berhak mendatangi kamarku kapanpun kau mau. Selagi itu tak menyalahi syari'at," ujarku lagi.
"Terimakasih, Mas!" ujarku singkat tanpa menatapnya. Lalu segera berlalu dari pandangan Mas Brian. Karena mobil telah sampai di halaman bank.Aku harus menjaga jarak dengannya. Agar tak terjadi hal yang bisa membuatku mengkhianati Mas Adry.Setelah selesai penyetoran, pihak bank mengajak untuk kerjasama. Mereka bersedia menjemput setoran ke kantor. Sehingga aku tak perlu lagi dikawal oleh pria yang seolah hendak menebar kembali benih cinta yang pernah ia hancurkan.Boss pun pasti akan senang dengan tawaran pihak bank. Karena ia tak perlu lagi menggelontorkan anggaran untuk pengawalan.***Sore itu, Mas Adry baru pulang dari pengawalan alat berat. Aku langsung menyambutnya dengan senyuman hangat. Kucium takzim punggung tangannya."Mas mau mandi dulu apa istirahat dulu?""Mas mau istirahat aja, Dek!""Mau ma
Ditengah kekikukan ini, Mas Adry melingkarkan tangannya di pinggangku. Seakan akulah wanita satu-satunya yang dicintainya."Nah, gitu dong Dry." Ayah mertua mengacungkan jempol.Setelah berswafoto, keluarga mas Adry bersiap berendam di air panas yang suhunya mencapai 42 derajat celcius itu. Sedangkan Mas Adry, menghilang entah kemana."Ayo, Dev, airnya hangat lho. Berasa mandi di hotel," ajak ibu yang tengah menikmati hangatnya air panas desa Tanuhi."Gak, Bu. Devi takut, kan Devi gak bisa berenang.""Pasti karena gak ada Kak Adry. Gak bisa berenang, tapi berani naik lanting," sindir Dara. Gadis berambut sebahu itu lalu terkekeh.Aku hanya tersenyum tipis menanggapi sindiran adik iparku itu. Ia tak tahu, kakaknya lah yang memaksaku menaikinya. Namun, kuakui aku menyenangi keterpaksaan itu. Seandainya Mas Adry kembali menggendongku ke pemandian air