Share

Satu Atap Dengan Gundik Ayahku
Satu Atap Dengan Gundik Ayahku
Penulis: Ina Qirana

Bab 1

 

"Zara, kamu mau ikut Ayah atau Bunda?" 

 

Aku menatap mereka dengan kecewa, terutama ayah, dialah lelaki yang sudah menyakiti hati bunda hingga berdarah-darah.

 

Ia selingkuh dengan sekretarisnya yang lebih muda dari bunda, dengan tatapan penuh benci aku pun menjawab.

 

"Aku pilih ikut Ayah."

 

Dari sudut mata kulihat bunda melirikku dengan pandangan kecewa, padahal aku memiliki tujuan saat memutuskan memilih tinggal dengan ayah.

 

Tujuanku adalah membuat rumah tangga ayah dan gundiknya itu berantakan, takkan kubiarkan mereka hidup bahagia.

 

"Kamu yakin?" tanya bunda dengan suara bergetar.

 

Jujur hatiku perih memutuskan hal ini. Namun, aku ingin keadilan untuk bunda, aku tak rela ayah dan gundiknya itu bahagia, sementara bundaku menahan pedihnya luka.

 

"Yakin, Bun." Aku mengangguk sementara bunda melirik ke ara lain, tak lama ia menengadah.

 

"Zara, cuma kamu yang Bunda punya, Bunda mohon." Bunda menatapku nelangsa.

 

Aku tetap diam menahan tangisan.

 

"Apa kamu takut kehilangan kemewahan kalau tinggal sama Bunda?"

 

Tak kuasa segera kupeluk erat wanita yang telah melahirkanku itu, lalu kubisikkan kata-kata ke telinganya.

 

"Aku tinggal sama Ayah untuk membalaskan dendam Bunda, aku mau keadilan untuk Bunda," bisikku, lalu melepas pelukannya yang hangat.

 

"Aku sayang Bunda kok," ucapku sambil menyeka air mata.

 

"Pilihan kamu sangat tepat, Zara. Ayah janji akan membahagiakanmu, dan apapun yang kamu mau Ayah akan turuti," sahut ayah sambil tersenyum penuh kemenangan.

 

Aku menyeringai sambil melihat wajah ayah, lagaknya bilang apapun yang kumau pasti akan dituruti, nyatanya aku pernah meminta ayah untuk tinggalkan gundiknya saja tak pernah didengar, aku benci lelaki itu.

 

"Kalau gitu aku mau agar Ayah jangan memberikan uang jajan sama anak tiri Ayah, bisa?" tanyaku dengan tatapan menantang.

 

Ayah terlihat diam menimbang-nimbang.

 

"Lagian, si Tiara itu 'kan anak tiri Ayah, ngapain repot-repot ngasih uang, keenakan bapak kandungnya," lanjutku memanas-manasi hati ayah.

 

Ayah masih diam, terpaksa kuberikan ia ancaman. 

 

"Ya udah kalau Ayah ga sanggup, aku milih tinggal sama Bunda aja, toh dia punya grosir besar, aku masih bisa hidup enak."

 

Ayah melirikku sambil geleng-geleng kepala.

 

"Iya, Nak, ok kalau itu maumu Ayah ga akan kasih uang ke Tiara, kamu benar keenakan bapak kandungnya kalau Ayah ngasih dia uang bulanan."

 

Aku menyeringai ketika mendengar jawaban Ayah, akan kubuat ia sayang padaku dan membenci gundik itu beserta anak gadisnya yang sombong dan angkuh.

 

"Gitu dong, Ayah jangan mau dimanfaatkan orang." Aku tersenyum.

 

"Ya sudah ayo kita pulang ke rumah, Sabtu dan Minggu kamu boleh nginap di rumah Bunda," ujar Ayah sambil melangkah ke luar.

 

Aku mengintip di jendela rupanya Ayah sedang menelpon di luar sana, pasti itu telpon dari gundiknya, biar saja akan kuberi dia kejutan.

 

"Zara, kamu ga boleh gitu, Nak, Bunda sama sekali ga dendam, mungkin ini udah takdir." Bunda menyentuh pundakku dari belakang.

 

Aku membalikkan badan sambil tersenyum.

 

"Gundik Ayah itu orang jahat, apalagi anaknya itu loh Bun, tamak banget, aku ga mau dia foya-foya ngabisin uang Ayah."

 

Bunda terdiam mendengar jawabanku.

 

"Alasan aku tinggal sama Ayah bukan takut hidup susah sama Bunda, aku mau keadilan untuk Bunda." Kupeluk erat tubuh kurusnya sekali lagi.

 

"Ya sudah, hati-hati ya." Bunda akhirnya menyerah.

 

Tiga puluh menit kemudian aku sudah sampai di depan rumah ayah, di depan pintu Tante Miranda menyambut dengan senyuman.

 

Wajahnya berubah tengil saat melihat tubuhku keluar dari mobil ayah. Namun, beberapa detik kemudian wanita yang lebih muda dari bunda itu berhasil menyembunyikan ketidak sukaannya padaku.

 

"Yah, kok ada Zara?" tanya wanita menor itu sambil mencium tangan ayah.

 

"Iya, dia akan tinggal di sini. Yu, Nak." Ayah pun menggandeng tanganku lalu masuk ke dalam.

 

Aku melirik ke belakang, wanita itu nampak cemberut dan mematung, sudah pasti kesenangannya akan terusik karena kedatanganku.

 

Aku terkejut saat memasuki kamar, ruangan favoritku itu kini sudah dipakai oleh Tiara anak gundik ayah, padahal baru satu bulan aku meninggalkan rumah ini.

 

"Za ra." Wanita itu terbata melihatku membuka pintu.

 

"Hai, ngapain di kamar gue?" tanyaku sambil mengedarkan pandangan ke sekeliling.

 

"Sekarang ini kamar gue, lo tempati kamar yang lain aja," jawabnya angkuh sambil makan kuaci.

 

Aku berdecak, jijik melihat cangkang kuaci berserakan di lantai, dasar jorok!

 

"Lo yang keluar, enak aja, gue tuh anak kandung Ayah jadi berhak penuh atas rumah ini, lah lo siapa?" Aku maju satu langkah dengan pandangan menantang.

 

Tiara bangkit lalu membanting toples yang berisi kuaci ke ke kasur hingga isinya tumpah  dan berhamburan.

 

"Gue emang cuma anak tiri ya, tapi Mama gue udah nikah sama Ayah lo, jadi gue juga sama posisinya sama lo di rumah ini, cepet keluar."  Gadis SMA itu mendorong tubuhku secara kasar.

 

"Elo yang keluar bukan gue!" tegasku tak mau kalah.

 

Tiba-tiba Tante Miranda alias gundik ayah datang ke kamar.

 

"Ada apa ini?" tanya Tante Miranda dengan muka tengil.

 

"Ma, masa Zara mau tidur di kamar ini, sekarang 'kan udah jadi kamar aku," rengek Tiara.

 

Ia memang tak sopan, di depan ayah memanggilku kakak, sedangkan di belakang menyebut nama, padahal umurku lebih tua di atasnya.

 

"Apa sih susahnya ngalah? kamu 'kan lebih gede dari Tiara, dewasa dong," celetuk Tante Miranda sambil monyong-monyong.

 

"Sebelum ada kalian di sini, gue lebih dulu menempati kamar ini ya, jadi please suruh anak Tante yang pergi," balasku jutek.

 

"Tapi sekarang udah jadi kamar Tiara, ngerti ga sih kamu tuh!" Tante Miranda makin nyolot.

 

"Engga! Ini kamar gue, lo keluar sekarang!" tegasku sambil nunjuk pintu.

 

Dengan wajah garang Tiara maju beberapa langkah mendekatiku sambil membusungkan dada.

 

"Kalau gue ga mau gimana?" tanya Tiara angkuh sambil mendorong dadaku hingga terhuyung ke belakang.

 

"Ok, kalau gitu jangan salahin gue kalau main kasar," balasaku lalu menyeret tubuh gadis itu keluar.

 

"E-eh, lepasin!" Tante Miranda berteriak sedangkan Tiara berontak.

 

"Gue ga mau b@ngs@t!" Tiara menepis cekalanku lalu mendorong tubuhku dengan keras hingga terhuyung ke lantai.

 

Aku terduduk di lantai sambil menahan bokong yang terasa nyeri dan panas, dan aku semakin emosi dibuatnya.

 

"Denger! Ga hanya lo yang berhak atas rumah ini, gue juga berhak karena Mama udah nikah sama Ayah!" tegas Tiara sambil mencengkram pipiku keras, hingga kuku-kukunya terasa menusuk ke pipi.

 

"Tiara! Apa-apaan kamu hah!" 

 

Aku melirik ke samping rupanya ayah yang datang dan ia melihatku seolah-olah sedang dianiaya anak tirinya, mampus kau!

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Fahmi
Tiara apa apaan kamu!
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status