Share

Bab 3

Author: Ina Qirana
last update Last Updated: 2022-08-12 16:00:35

"Iya buat Zara, Ma, kasihan dia kalau ke kampus suka kehujanan," ucap ayah dengan enteng lalu ia berlalu begitu saja menghampiri pegawai dealer.

 

Aku tersenyum penuh kemenangan sambil mengangkat kunci mobil itu setinggi wajah.

 

"Aku jadi makin sayang sama Ayah." Ngomong sendirian sambil memandang kunci mobil itu.

 

Dari sudut mata terlihat Tiara dan Tante Miranda saling lirik dengan wajah kesal, aku jadi ingin cepat-cepat malam, tak sabar melihat ayah dan gundiknya bertengkar.

 

"Kenapa sih lihat aku melotot gitu?" tanyaku acuh tak acuh.

 

Karena tak ada yang menjawab aku pun masuk ke dalam lalu duduk di sofa ruang tamu, rasanya tak sabar ingin ajak bunda jalan-jalan.

 

Dahulu saat ayah belum sukses seperti sekarang, bunda selalu bilang ingin punya mobil, katanya supaya tak ribet jika sedang berkendara lalu turun hujan.

 

Dan di saat itu pun ayah menjanjikan akan membelikan bunda mobil setelah ayah sukses, nyatanya setelah sukses memiliki supermarket dengan banyak cabang, ayah malah selingkuh dengan Tante Miranda.

 

Padahal bunda lah yang menemani ayah dari nol, dari kami tak punya apa-apa hingga memiliki segalanya, ayah memang keterlaluan

 

***

 

Flashback beberapa bulan lalu.

 

Dari celah pintu kamar yang terbuka sedikit aku melihat bunda sesenggukan, aku bersender di dinding sambil menengadah, lalu menatap ponsel yang berdenting.

 

Temanku Farah yang mengirimkan pesan sebuah Poto, di Poto itu terlihat ayah sedang bersanding mengucap ijab kabul, di sampingnya ada wanita yang berdandan dan memakai kebaya.

 

Dialah Ayah yang menikah secara siri dengan gundiknya, sekarang aku faham tangisan bunda itu bukan karena bertengkar dengan ayah seperti biasanya, melainkan ia menahan pedihnya hati yang dikhianati.

 

Aku masuk ke dalam lalu duduk di dekatnya.

 

"Aku udah tahu tentang ayah, Bunda yang sabar ya."

 

Sambil menangis bunda memelukku dengan erat.

 

Satu pekan setelah itu ayah pulang ke rumah tanpa merasa berdosa, kudengar mereka ribut di dalam kamar, tapi karena penasaran aku berhasil menguping perdebatan mereka.

 

"Rasa cinta ini datang tiba-tiba, apa itu salah? lagian aku mampu menafkahi kalian berdua." Terdengar ayah berbicara.

 

Dadaku panas mendengar ayah bicara begitu, jika tak ingat bunda sudah kutendang pintu kamar ini dengan keras.

 

"Kamu selingkuh di belakang aku, dan aku beberapa kali memaafkan dengan harap kamu kembali ke keluarga kita, nyatanya kesempatan yang kukasih ga ada artinya ya." Bunda bicara dengan suara lembut dan pelan.

 

"Kamu ga kasihan sama anak kita yang menginjak dewasa, gara-gara perempuan itu kamu ga hanya kehilangan aku tapi juga Zara." Bunda bicara lagi.

 

"Aku sudah mendaftarkan perceraian kita ke pengadilan, silakan hidup saja dengan wanita itu, dan ingat satu hal, kalau Allah itu ga pernah tidur," ucap bunda.

 

"Apa salahnya sih terima Miranda," sela ayah.

 

Enak banget dia ngomong.

 

"Oh begitu? kalau gitu juga apa salahnya sih kamu tinggalin dia dan fokus membesarkan anak kita," balas bunda.

 

Ayah tak terdengar bicara, mereka hening entah sedang apa.

 

"Aku tahu seperti apa kamu, Mas, kamu ga mungkin adil, poligami tuh ga begini, ga ada paksaan!"

 

"Sudahlah, lebih baik kita pisah, aku juga berhak bahagia," lanjut bunda sambil menangis.

 

Hingga akhirnya wanita yang begitu tulus mencintaiku itu pergi dari rumah, awalnya aku membenci ayah dan memutuskan ikut dengan bunda.

 

Namun, jiwaku tertantang saat melihat postingan Tante Miranda dan Tiara yang memperlihatkan hidup mewah, mereka belanja barang-barang mahal, makan di restoran mewah, dan jalan-jalan menghabiskan uang ayah.

 

Sebagai anak jelas aku cemburu dan tak terima, sejak saat itu aku bertekad ingin mengganggu ketentraman rumah tangga Tante Miranda.

 

Aku tak terima ketika bunda menemani ayah dari mulai hidup susah, lalu setelah sukses gundik kurang ajar itu malah menikmati hasilnya.

 

Hati kecilku sangat mengharapkan agar bunda dan ayah kembali bersama, aku sangat memimpikan hal itu.

 

***

 

"Kalau Zara dibeliin mobil, Mama juga mau kalau gitu, Ayah jangan berat sebelah dong."

 

Aku menyeringai saat mendengar pertengkaran ayah dan gundiknya di dalam kamar.

 

"Ngapain sih beli mobil banyak-banyak, Ma, kita 'kan masih ada mobil yang lain, itu mobil kita pakai aja itu," jawab ayah keberatan.

 

"Ayah tuh ga adil ya, kalau gitu motor bekas Zara kasih ke Tiara aja, lagian ga mungkin dipake lagi 'kan sama anak kesayangan Ayah itu." Tante Miranda bicara dengan ketus.

 

Kesenanganku sedikit terusik, pasalnya motor itu adalah hadiah kelulusanku saat SMA dari ayah dan bunda, enak saja dikasih ke Tiara.

 

"Itu motor Zara, kamu minta aja sama dia, Ayah ga mau bikin dia tersinggung," ucap ayah keterlaluan, kukira ia akan menolak ide konyol Tante Miranda.

 

"Ok kalau gitu, lihat aja kalau Zara ga mau ngasih motornya," ucap. Tante Miranda.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Satu Atap Dengan Gundik Ayahku   TAMAT

    Pak Zainal hanya memiliki seorang adik yang berbeda kota, bunda mengabari adiknya Pak Zainal itu melalui telepon yang ia dapatkan dari teman-teman Pak Zainal.Cukup sulit menghubungi anggota keluarganya, setelah adik perempuannya datang ke rumah sakit akhirnya semua urusan pemakaman diserahkan pada wanita itu yang datang bersama satu orang lelaki."Apa yang terjadi pada Bang Zainal?" tanya perempuan itu pada bunda."Dia berkelahi dengan beberapa orang preman, kudengar sih begitu."Ini lebih baik dari pada bunda menceritakan kejadian sebenarnya pada perempuan itu, mending kalau dia mengerti kalau dia tidak terima tentu urusannya akan semakin runyam"Oh Tuhan, malang sekali nasibmu, Bang, sudah lama kita ga bertemu lalu sekarang inilah pertemuan terakhir kita."Wanita itu terisak lalu lelaki di dekatnya mencoba menenangkan."Aku hanya punya saudara kamu, Bang, kenapa ninggalin aku secara tiba-tiba kaya gini."Aku tak tertarik lagi melihat pembicaraan bunda dan wanita itu, lantas masuk k

  • Satu Atap Dengan Gundik Ayahku   46.B

    Oh Tuhan, tolong bangunkan aku dari mimpi buruk ini, tetapi ini nyata bahkan tanganku terasa sakit ketika dicubit."Gue tuh canggung banget, Rah, menurut loh gue harus kayak gimana sih?"Susah payah aku menahan air mata yang hendak mengalir deras, napasku terasa sesak bahkan untuk bicara pun suaraku tersendat."Farah hey!"Aku terlonjak terpaksa menatap wajahnya yang penuh harap, ia menatapku tetapi tidak bisa melihat cinta di mataku, bahkan ia tak peduli ketika tetesan embun mulai membasahi mataku."Iya, Vin, emm menurut gue gitu juga bagus kok, ga usah canggung sih biasa aja. Gua balik duluan ya udah di SMS nyokap.""Ya ga asyik loh."Aku berjalan setengah berlari lalu melajukan motor sambil menangis.Sakit kala itu tak seberapa dibandingkan melihat surat undangan yang bertumpuk di kamar Zara, hatiku benar-benar hancur seperti abu.Padahal sebelum rencana pernikahan mereka diadakan aku telah sengaja mengaku pada Zara jika aku mencintai Arvin sejak dulu, dengan harap ia akan peka dan

  • Satu Atap Dengan Gundik Ayahku   Bab 46.A

    (POV Farah)Aku dan Arvin sudah berteman sejak kecil, dahulu rumah kami bertetangga, kami bermain bersama, berangkat dan pulang sekolah bersama, kadang juga selalu makan bersama.Kami berpisah setelah kedua orang tua Arvin bercerai, karena Tante Rena membawa anak satu-satunya itu pergi jauh dari rumah Om Zaenal.Dahulu aku sangat kehilangan lelaki itu, kerap kali aku merengek pada mama untuk menelpon Tante Rena, tetapi wanita itu mengganti nomor barunya.Sejak sekolah menengah pertama aku dan Arvin kembali bertemu, ternyata kami satu sekolah lagi, tetapi ada yang berubah dari pria itu, ia tak lagi memperlakukanku spesial ketika kami waktu kecil.Interaksi kami seperti seorang yang baru saling mengenal, tetapi aku selalu berusaha untuk akrab dan dekat dengannya walau dengan cara apapun itu.Ketika sekolah menengah atas aku merengek pada mama agar satu sekolah dengan Arvin meski jarak sekolah tersebut sangat jauh dari rumahku, awalnya mama tak setuju tetapi setelah kuancam tak ingin mel

  • Satu Atap Dengan Gundik Ayahku   Bab 45

    (POV ZARA)Tubuhku yang masih lemah ini bergetar melihat Arvin terbaring dengan alat-alat medis yang menempel di sekujur tubuhnya.Banyak lebam dan luka berdarah di tangan juga kakinya, mata yang selalu menatapku penuh cinta itu tertutup rapat.Aku menangis sambil membekap mulut melihat pemandangan memprihatinkan ini, harusnya saat ini kami sudah bahagia dalam ikatan pernikahan. Namun, ternyata kenyataan berkata lain.Kita dihadapkan dengan orang-orang bertopeng dan bermuka dua, yang diam-diam menghancurkan kebahagiaan kita."Menurut saksi yang ada di tempat Pak Zainal dan Arvin sempat bertengkar dan adu fisik, Pak," ujar lelaki suruhan ayah itu.Aku menatap lelaki itu dengan dahi mengerenyit, mungkin semua orang pun sama keheranan sepertiku, mengapa Arvin dan Pak Zainal bisa bertengkar hingga sehebat ini?"Tunggu dulu, kok mereka bisa bertengkar? " tanya ayah."Kita akan tahu kejadian sebenarnya setelah Arvin sadar," ucap bunda.Tiba-tiba saja mamanya Arvin datang dengan panik dan na

  • Satu Atap Dengan Gundik Ayahku   Bab 44

    (POV ARVIN)Dahiku mengkerut kala Zara mengirimkan sebuah lokasi melalui aplikasi hijau, sudah tiga kali menelpon Zara tapi calon istriku itu tak kunjung mengangkatnya.Mulai panik segera aku mengklik link google maps itu, ternyata letaknya di kawasan kabupaten dan aku tahu betul desa ini tempat tinggal Farah sewaktu kecil.Terus menerus otakku berpikir, untuk apa Zara datang ke desa itu? Gegas aku menelpon Bunda Naima."Ada apa, Vin?" Seperti biasa calon ibu mertuaku itu selalu bertutur lembut."Tante, aku mau tanya Zara pergi ke mana ya?""Oh, Zara. Tadi pergi sama Farah katanya mau jalan-jalan sambil jajan untuk terakhir kalinya sebelum Zara melepas masa lajang."Jantungku berdegup kencang dengan hati gelisah tak menentu. Berarti betul Farah membawa Zara ke rumah lamanya, ah semoga saja gadis itu tak berniat buruk pada kekasihku."Kapan mereka pulang, Tan?""Mungkin sebentar lagi, barang-barang Zara udah Tante bawa semua ke mobil, nanti dia langsung ke hotel kok.""Oh syukurlah, ya

  • Satu Atap Dengan Gundik Ayahku   Bab 43

    "Tenanglah, Nak, kamu bisa pakai ini untuk menelpon keluarga besarmu," ucap ibu itu sambil menyodorkan ponsel.Aku memejamkan mata mengingat nomor ayah tapi hanya hafal empat deretan angka di depannya saja.Apalagi nomor Arvin aku tak mengingatnya sama sekali, terakhir aku terus mengingat nomor bunda dan berhasil."Baiklah, saya pinjam ponselnya ya, Bu," ujarku dan ibu itu mengangguk.Cukup lama panggilanku tak diangkat, hingga akhirnya setelah kelima kali menelpon barulah bunda mau mengangkat panggilanku."Halo, siapa ini?"Mataku mendadak berair mendengar suara yang begitu lembut itu."Halo.""Bunda, ini Zara.""Hah, Zara, benarkah?" Suara bunda terdengar panik, setelah itu dapat kudengar suara di sekitar sana terdengar gaduh."Mas, ini Zara.""Halo, Zara, kamu di mana, Sayang?" Itu suara ayah.Tenggorokan ini terasa tercekat saat akan memulai bicara, aku tak kuasa menahan isakan."Bunda, Farah jahat dia ternyata bukan ajak aku jalan-jalan, tapi dia malah membawaku sangat jauh, aku

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status