“Nanti saya kirim satu orang ke rumah kamu buat beberes. Jangan nolak, ini biar anak saya nggak kamu jadiin babu.”Belum sempat Welly bicara, panggilan telepon itu lebih dulu diputus secara sepihak.Welly sudah lama bersahabat dengan yang namanya sabar. Meski ucapan orang lain banyak yang menyakiti hatinya tapi tidak ada sama sekali niatan untuk membalas.“Bukan aku yang bakalan nolak tapi Mas Awan.” Memikirkan perilaku orang-orang disekitarnya hanya akan membuat Welly pusing. Mulai sekarang ia akan melakukan apapun yang membuatnya bahagia karena dengan menuruti perkataan orang ia tidak akan bahagia yang ada tersiksa. Jika terus ada di bawah kaki orang, maka akan sulit bagi Welly merasakan kebahagiaan.Dari keluarga Awan ada yang memihaknya saat ini jadi Welly tidak akan takut lagi pada mertuanya. Karena dari apa yang ditangkapnya tadi Bu Neva takut pada Oma Lin. Sudah rahasia umum, dari dulu memang seperti itu karena Oma Lin yang masih memegang kuasa penuh soal perusahaan yang kini
“Mbak, mending pulang sana. Kalau Mas Dipta lihat Mbak di sini, jangan salahin saya kalau Mbak nanti kena marah.” Jingga memperingati disela rasa sakit yang dirasakan. Ia juga sebenarnya tidak ingin ada keributan nantinya.“Dasar pelakor nggak tahu diri!” Rahel yang masih emosi setelah mengetahui fakta kini kembali mendaratkan tangannya di rambut Jingga dan kembali menariknya dengan keras.“Aww! Lepas!” Dengan sisa tenaga Jingga mencoba melepaskan diri. Ia merasa kepalanya berdenyut karena tarikan kuat di rambutnya itu.“Kamu pasti udah goda Mas Dipta ya? Atau udah pernah tidur sama dia hah? Dasar jal*ng!”“Mama.” Samudra berdiri di ambang pintu kamar. Anak itu terusik dari tidurnya karena suara teriakan Rahel.Rahel bahkan tidak mengindahkan keberadaan anaknya itu.“Lepas, Mbak. Itu Sam lihat kita.”Tidak pantas di depan anak-anak memperlihatkan kekerasan seperti ini.“Bodo amat!” sembur Rahel berapi-api. Ia masih marah dan tidak terima saat tahu Dipta sudah menikah lagi padahal mere
Dirga menangkup wajah Jingga dengan lembut. “Jangan pernah sekali lagi kamu berpikir melenyapkan bayi nggak berdosa ini. Dengar, Mas sama sekali nggak ada pikiran buat meninggalkan kamu. Ini untuk sementara sampai kamu melahirkan, ka-”“Tuh 'kan. Mas mau ninggalin aku dengan alasan nitipin aku ke rumah Ibu.”Untung saja Dipta memang orangnya sabar, jadi pas sekali ia menikah dengan Jingga yang begitu kekanakan seperti ini.Dengan perlahan, Dipta menjelaskan status pernikahan mereka yang tidak sah karena Jingga hamil. Dipta sama sekali tidak ada niat untuk meninggalkan Jingga karena dari awal ia menerima apa adanya sebagaimana Jingga menerima segala kekurangan Dipta. Bukankah pasangan itu memang harus saling melengkapi kekurangan masing-masing? Bukannya mencari kekurangan pasangan dan melengkapinya dengan seseorang dari luar seperti apa yang orang saat ini sering lakukan atau bisa disebut selingkuh.Mungkin dulu juga apa yang dilakukan Dirga tidak benar karena ia memulai hubungan bersa
Jingga yang awalnya tersenyum keluar dari ruangan dokter kini senyum itu pun pudar.Sedangkan perasaan Awan langsung berkecamuk apalagi melihat kondisi Jingga yang sedang hamil.“Jingga.” Welly menyapa. Ia sama sekali tidak menyimpan rasa tidak suka pada Jingga karena semua yang ada di masa lalu sudah terjadi tak akan mungkin bisa diulang kembali.Dengan terpaksa Jingga tersenyum. “Mau cek kandungan, Wel?” Ia pun ikut basa-basi.“Iya, kamu ke sini sama-”Pintu ruangan itu kembali terbuka dan Dipta keluar menyusul Jingga, lelaki itu pun ikut kaget.“Suami aku.” Jingga merangkul lengan Dipta. Hanya ingin menegaskan saja agar Awan tidak berpikir terlalu jauh soal kehamilannya.“Ya ampun. Kalian udah nikah?” Welly nampak tidak percaya.“Iya. Maaf ya, aku nggak ngundang karena memang dadakan juga.”“Selamat ya. Jodoh em
“Kenapa sih kamu ungkit itu terus, Mas. Aku udah minta maaf, aku tahu aku salah.”“Ya udah. Kalau kamu nggak mau aku bahas soal ini kamu juga nggak usah urus masalah aku, aku bakalan diam dan nggak ungkit hal itu lagi. Dewasa sedikit, Hel. Kita udah nggak bisa lagi sama-sama, lebih baik kita kompak untuk didik anak-anak daripada kamu terus mikirin gimana caranya buat balikan sama aku.”Jika pada Jingga, Dipta akan menjadi sosok yang paling penyabar bahkan tidak pernah membentak wanita itu sekali pun tetapi beda pada Rahel, wajar Dipta bersikap seperti itu karena ia pernah dilukai dengan begitu hebatnya oleh wanita yang dulu pernah menempati hatinya.“Aku cinta sama kamu, Mas.” Rahel hendak menyentuh tangan Dipta namun lelaki itu lekas mundur.“Simpan cinta kamu itu buat orang yang juga mencintai kamu.”“Apa yang dia kasih ke kamu sampai kamu lebih milih dia daripada aku, ibu dari anak-anak
“Kalau kamu mau bicara sesuatu yang akhirnya bikin aku sakit hati, mending aku nggak usah denger, Mas.”Welly lebih memilih menghindari sakit hati, lebih baik ia tidak tahu sama sekali daripada tahu dan itu kembali mengoyak hatinya. Ia sudah berdamai dengan masa lalu dan tidak ingin membuka luka lama.Awan pun terdiam. Apa yang akan dikatakannya memang bisa membuat hati Welly terluka karena Awan akan engatakan jika dirinya sudah pernah berhubungan dengan Jingga meski hanya satu kali. Tapi Awan yakin jika Jingga bukan hamil anaknya jadi tidak akan ada lagi hubungan antara ia dan Jingga.Kalau pun Jingga hamil anaknya sudah pasti akan memberitahu dan Jingga selama ini hanya diam saja bahkan saat perutnya sudah membesar dan itu semakin membuat Awan yakin Jingga memang bukan mengandung benihnya.“Iya. Aku nggak bakalan ngomongin apapun yang akan menyakiti kamu.”“Jangan bahas masa lalu lagi ya. Anggap saja itu semua nggak pernah ada.” Mungkin perkataan Welly ini seperti membuang fakta tap
“Zunai mana?” Awan mengedarkan pandangan mencari keberadaan putrinya.“Belum pulang, Mas.”“Belum pulang? Ini udah jam delapan loh. Anak gadis keluyuran jam segini nggak baik!”“Dia tadi sore udah telpon aku katanya mau kerja kelompok di rumah Chika.”Awan sangat protektif pada Zunaira yang tahun ini menginjak usia tujuh belas tahun. Zunaira persis seperti Welly, mulai dari wajah dan juga sikapnya, ia tidak menuruni bar-bar sang ayah. Anak itu begitu kalem bahkan terkesan pendiam bahkan temannya saja bisa dihitung menggunakan jari. Chika salah satu teman dekatnya yang juga sering main ke rumah jadi Awan dan Welly tahu dan mengenalnya.“Udah di telepon lagi belum?”“Udah, tapi nggak aktif.”“Biar aku jemput aja. Di rumah Chika 'kan?”“Iya.”Baru saja di ambang pintu rumah, di luar gerbang Awan melihat Zunaira turun dari motor. Awan langsung menghampiri berniat ingin marah namun tertahan saat melihat sudut bibir putrinya itu terluka dengan pipi merah tanda bekas tamparan. Amarahnya mala
Awan masih memperhatikan pemuda itu yang kini sedang mengobrol dengan seseorang lewat telepon.“Iya, sekarang aku kesana. Bunda tunggu aja.” Sambungan telepon terputus, ia memasukan benda pipih itu ke dalam saku celana dan beralih pada Awan. “Om, saya duluan ya.”Tidak menunggu Awan menjawab, pemuda yang tidak diketahui namanya itu melenggang pergi.“Ayah, es krim. Ayah.” Sebria menepuk pipi Awan membuat lelaki itu langsung tersadar dari lamunannya.“Apa?”“Es krim.”“Iya, iya.” Awan mengambil es krim tergeletak itu dan membuangnya ke tempat sampah sebelum masuk lagi ke kedai es krim.Wajah pemuda itu benar-benar mengganggu ketenangan Awan. Ia merasa penasaran dan ingin mencari tahu. Masalahnya wajahnya persis seperti Awan saat remaja. Mungkin jika orang yang mengenal Awan saat remaja pasti akan mengatakan hal yang sama.Saat di rumah nanti akan ditanyakan pada Zunaira soal pemuda itu, pikir Awan. Ia tidak akan bisa tidur nyenyak sebelum tahu sola pemuda itu. Ia sadar di luaran sana p