Share

Bab 7

Author: Aufa
last update Last Updated: 2023-01-09 14:33:09

"Ke mana para pembantu? Masa nggak ada yang keliatan satu pun? Niat kerja nggak sih mereka?" gerutu Gea.

"Tadi mereka disuruh papah ke pasar, buat beli bahan makanan untuk acara walimahan nanti," sahut Renata.

"Cih, pernikahan dadakan aja pake walimahan segala. Mana pengantin laki-lakinya orang nggak jelas dari kota antah berantah, lagi!" cibir Gea.

"Yaa, bagaimana pun juga, Zia kan anak kesayangan papah kamu, Sayang, meskipun kita udah coba jebak dia. Anggap saja acara yang dibuat papah kamu hari ini, adalah acara yang terakhir kali sebagai bentuk perpisahan karena Zia akan ikut suaminya. Setelah itu, perhatian papah cuma buat kamu doang." Ibu, dan anak itu pun lantas tertawa, yang terdengar begitu menyakitkan di telinga Zia.

Sadar dengan Zia yang tersakiti dengan ucapan dua wanita yang tak mempunyai hati itu, Azka pun lantas menggenggam tangan Zia, dan mengelusnya. Mencoba memberikan kekuatan, dan kesabaran.

Dugaan Azka benar, bahwa ibu Zia itu memang tidak menyukai Zia, dan justru ingin menyingkirkannya. Sungguh, saat ini Azka jadi semakin yakin untuk kabur bersama Zia dari rumah ini.

"Duh haus," rengek Gea, lantas melangkah menuju ke arah lemari pendingin.

Zia yang sangat paham bahwa adiknya itu akan mengambil minuman di lemari pendingin pun semakin merasa ketar-ketir. Bukan tidak mungkin jika pada akhirnya nanti akan ketahuan.

Menahan napas, Zia memejamkan mata sembari meremas tangan Azka yang menggenggamnya. Jika memang dirinya, dan Azka ketahuan, maka Gea, dan Renata pasti akan membuat fitnah lain.

"Non Gea mau saya buatkan jus?" tanya Sri, membuat Gea lantas menghentikan langkah, dan berbalik badan.

Melipat tangannya ke dada, Gea memasang wajah garang pada Sri. "Ke mana aja sih, Bi? Aku haus tau! Bikinin jus jeruk sekarang juga!"

"Baik, Non."

"Buatkan untuk saya juga, Bi!" timpal Renata.

"Baik, Bu. Akan saya buatkan secepatnya untuk Ibu sama non Gea," kata Sri. "Lebih baik Ibu sama Non Gea tunggu di ruang tengah saja, nanti akan saya antarkan ke sana."

"Yuk, Mah, kita pergi aja. Di sini bau bawang." Gea mengajak ibunya meninggalkan dapur.

Baik Azka, maupun Zia, kini keduanya bisa bernapas lega. Sri pun ikut lega, karena usahanya membuat Gea, dan Renata pergi dari dapur akhirnya berhasil. Tadi Sri memang sempat melihat Zia, dan Azka di dapur sebelum kemunculan Gea, dan Renata.

Dengan cepat Sri menghampiri Zia, dan Azka, lalu berbisik, "Ayo cepet, Non, pergi sekarang."

"Iya, Bi, makasih ya," ucap Zia, sebelum akhirnya membawa Azka untuk mengikutinya keluar melalui pintu dapur yang menembus ke halaman belakang rumah.

Sampai di halaman belakang, Zia menengok ke kanan kiri, memastikan tidak ada orang-orang ayahnya yang sedang berjaga. Azka pun mengikuti apa yang dilakukan oleh Zia.

Ini pertama kali bagi Azka melakukan hal seperti ini. Kabur dari rumah, ternyata sensasinya lebih menegangkan daripada main petak umpet.

"Tuan Azka, tolong Tuan lihat ke arah sana ya, kira-kira ada orang pake baju hitam nggak di sana." Zia memerintah sembari menunjuk ke arah kiri. "Aku mau memeriksa ke arah sini."

Azka mengangguk tanpa menjawab, lalu melakukan arahan Zia tadi. 'Aman,' batinnya setelah memeriksa keadaan.

"Di sana aman, Zia," kata Azka seraya mendekati Zia yang kini tampak cemas.

"Benarkah? Kalau gitu, kita lewat sana saja, Tuan." Tanpa menunggu persetujuan Azka, Zia menarik tangan Azka, untuk mengikuti langkahnya. Hal itu sontak membuat Azka lagi-lagi harus menetralkan detak jantungnya.

Sambil berlari mengikuti Zia, Azka melihat tangannya yang ditarik oleh Zia. Rasanya baru kali ini ada perempuan yang berani bersentuhan dengannya selain mantan istrinya dulu.

Setelah berlari sebentar, akhirnya Zia menemukan sebuah pintu gerbang kecil di halaman belakang rumah. Kebetulan pintu gerbang itu hanya dikunci seadanya, membuat Zia tersenyum senang.

"Saya buka pintunya dulu, Tuan," kata Zia, dan Azka hanya mengangguk.

Pada percobaan pertama, Zia gagal membuka pintu gerbang itu. Tak mau terlihat lemah, Zia mencoba sekali lagi dengan mengerahkan seluruh tenaga, dan kemampuannya. Namun, lagi-lagi itu percuma, karena kunci pintu gerbang belum dapat dibukanya.

"Biar saya saja." Azka menawarkan diri setelah merasa iba dengan usaha Zia yang gagal.

Zia pun menyingkir, memberi ruang kepada Azka untuk membuka pintu gerbang itu.

Sama seperti Zia, Azka gagal pada percobaan pertama. Padahal jika dilihat sekilas, kunci pintu gerbang sangat mudah dibuka, tapi ternyata sebaliknya.

Mengambil napas, dan menghembusnya perlahan, Azka mengumpulkan kekuatan untuk kemudian dikerahkan pada percobaan kedua.

Dipegangnya kunci pintu gerbang itu, lalu sekuat tenaga Azka membukanya.

Terdengar suara gesekan besi yang cukup keras, saat kunci pintu gerbang itu berhasil dibuka oleh Azka.

Zia lantas tersenyum senang, apalagi saat melihat Azka membuka pintu gerbangnya. Namun senyuman itu kembali memudar saat ada sebuah suara seseorang terdengar.

"Siapa di sana?"

Sontak Azka, dan Zia saling berpandangan, dengan perasaan ketar-ketir yang menyelimuti mereka.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Dian Ibrahim
.........ikut deg-degan
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Satu Malam Bersama Ceo Duda   Bab 41

    Beberapa hari kemudian, pesta pernikahan Azka, dan Zia digelar. Sang eyang benar-benar merealisasikan ucapannya waktu itu di rumah ayahnya Zia. Resepsi itu diadakan di salah satu hotel mewah di Yogyakarta milik eyangnya Azka. Zia sudah berhasil meyakinkan Zoni, bahwa ia bahagia menjadi istri Azka, bahagia dengan pernikahan mereka. Mendengar itu, Zoni pun tidak lagi menyuruh Zia, dan Azka untuk bercerai. Resepsi pernikahan itu digelar cukup megah dengan mengundang para rekan bisnis eyangnya Azka, juga relasi, dan teman-teman Azka. Zia juga mengundang beberapa temannya. Tak lupa juga semua karyawan di perusahaan tempat Azka memimpin sebagai CEO pun diundang. Hal itu membuat mereka tak percaya, bahwa Zia yang selama ini mereka kenal sebagai karyawan biasa, ternyata istri dari CEO mereka. "Kamu bener-bener ya, Zia. Tinggal bilang aja kalau kamu istrinya pak CEO, eh malah nyamar jadi karyawan biasa. Mana kerjanya satu divisi lagi sama aku," oceh Lisa. Ia kini tengah menemani Zia yang se

  • Satu Malam Bersama Ceo Duda   Bab 40

    "Cerai? Memangnya papa sama mama ada masalah apa, Bi?" tanya Zia. "Panjang, Non, ceritanya. Lebih baik masuk dulu ke rumah," kata Sri, lalu beralih menoleh ke arah Azka, dan eyangnya yang sudah berdiri di belakang Zia. "Mari masuk, Den Azka sama Nyonya." Azka, dan eyangnya pun mengikuti Zia masuk ke rumah. Rumah yang kini hanya ditempati oleh ayahnya Zia, dan beberapa asisten rumah tangga serta para pengawal. Zia mempersilakan Azka, dan sang eyang untuk duduk di ruang tamu. Ia menyuruh Sri untuk membuatkan minuman, sementara ia sendiri pergi ke ruang kerja sang ayah. Tiba di depan pintu ruang kerja ayahnya, Zia mengetuk pintu. Tak lama kemudian terdengar perintah untuk masuk. Membuka pintu dengan pelan, Zia mencoba untuk menata hatinya. "Selamat siang, Pa," sapa Zia seraya tersenyum manis. Laki-laki paruh baya yang tengah mengenakan kacamata baca itu pun sontak terkejut dengan kedatangan Zia. Ia tak menyangka anak perempuannya ini akan pulang, setelah berbulan-bulan ikut suaminy

  • Satu Malam Bersama Ceo Duda   Bab 39

    Meski pernikahannya dengan Azka sudah diketahui, dan mendapat restu dari eyangnya Azka, tapi Zia belum mau hubungannya itu diketahui orang-orang kantor. Ia sudah sepakat dengan Azka agar tetap menyembunyikan status mereka di kantor. Biarlah orang-orang kantor tahu setelah resepsi pernikahan mereka. Menjadi karyawan di kantor Azka pun cukup membuat Zia bahagia. Hari demi hari ia sudah mampu beradaptasi dengan baik, dan ia pun bekerja dengan rajin hingga membuat rekan-rekannya menyukainya. Sebenarnya ada beberapa pria di kantornya yang secara terang-terangan menyukai Zia, dan Zia tahu itu. Namun, Zia berusaha untuk memberi jarak dan secara halus menolak. Statusnya sudah menjadi istri, dan ia sudah mencintai suaminya. Tidak ada alasan baginya untuk memberi ruang di hati untuk laki-laki lain. Siang hari di kantor Azka, tiba-tiba Sheila datang dengan berjalan tergesa-gesa ke ruangan Azka. Wajah Sheila juga menampilkan raut kejengkelan. Melihat wanita yang akhir-akhir ini digosipkan den

  • Satu Malam Bersama Ceo Duda   Bab 38

    "Eyang tadi ke sini, Mas," ucap Zia seraya membantu Azka melepaskan jasnya. "Oh ya? Pantas saja tadi sore eyang menelpon saya, dan menanyakan apakah kamu ada di rumah atau tidak," balas Azka. Zia mendengkus. "Kamu udah ngasih tau tentang pernikahan kita ke eyang, tapi kamu nggak cerita ke aku. Aku udah bertingkah bodoh tadi dengan pura-pura jadi pembantu kamu." Azka terkekeh. Lucu sekali mendengar nada suara merajuk dari istrinya itu. Ditambah lagi wajah Zia yang kesal ini terlihat semakin cantik saja. "Siapa suruh untuk terus berpura-pura? Saya bahkan tidak pernah menyuruh kamu untuk pura-pura jadi pembantu," kata Azka. "Iih, nyebelin!" Zia memukul-mukul lengan Azka. "Udah salah, bukannya minta maaf malah ngeledek." "Ya sudah, saya minta maaf. Selesai kan?" Azka mencubit gemas pipi Zia. "Sebenarnya aku pengen marah sama kamu, tapi kata pak ustadz yang aku denger ceramahnya di y**t***, nggak baik marah-marah sama suami. Jadi, terpaksa aku maafin kamu," ujar Zia yang entah menga

  • Satu Malam Bersama Ceo Duda   Bab 37

    "Se-selamat sore," sapa Zia dengan gugup, dan tersenyum canggung. Ia tidak pernah menyangka bahwa eyangnya Azka akan berkunjung ke penthouse ini. Eyangnya Azka memindai Zia dari atas sampai bawah. Memang cantik, dan berpenampilan cukup berkelas. Rasanya ia juga pernah melihat istri Azka ini, tapi tidak ingat di mana. "Saya eyangnya Azka. Boleh saya masuk?" "Bo-boleh, Nyonya. Silakan." Dengan gemetar, Zia membukakan pintu lebih lebar agar eyangnya Azka itu bisa masuk. "Tapi tuan Azka belum pulang dari kantor. Mmm ... perkenalkan, saya ART di sini, Nyonya." Wanita lanjut usia itu menatap tidak percaya pada Zia. Bisa-bisanya istrinya Azka ini masih berpura-pura. Apakah Azka belum bercerita bahwa sang eyang sudah mengetahui pernikahan mereka? "Panggil 'eyang' saja," ucap sang eyang. Ia memasuki ruang tamu seraya memindai seisi ruangan itu. "Ba-baik, Eyang," balas Zia. Jantungnya masih berdetak kencang, entah apa tujuan eyangnya Azka datang kemari. "Silakan duduk, Eyang. Mau saya bua

  • Satu Malam Bersama Ceo Duda   Bab 36

    Hari demi hari telah terlewati. Kini hubungan Azka, dan Zia menjadi semakin dekat. Mereka menjalani kehidupan pernikahan siri itu dengan diselimuti kebahagiaan. Zia kini juga sudah pandai memasak. Setiap pulang kerja, ia akan memasak, dan menyiapkan makanan untuk Azka. Ia juga rajin membersihkan penthouse, meski kadang masih memanggil jasa kebersihan, jika merasa sangat lelah, dan tidak sanggup untuk beberes. Azka sebenarnya sering menawarkan untuk menyewa asisten rumah tangga, tapi Zia selalu menolak. Zia beralasan bahwa ia tak ingin ada orang asing, yang mungkin saja akan mengganggu jika mereka tengah berduaan. Sebagai istri yang baik, Zia selalu memberi perhatian pada Azka. Hubungan mereka juga semakin panas seiring Azka yang sudah jatuh cinta pada Zia, meskipun belum menyatakannya. Setiap sehabis makan malam, Zia akan bermanja-manja pada Azka, menghabiskan waktu untuk saling bercerita, dan tertawa bersama ketika dirasa ada yang lucu. Kehangatan seperti inilah yang sangat Azka

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status