Beranda / Romansa / Satu Malam dengan Bos Baruku / Aku Ingin Menghabiskan Malam Denganmu

Share

Satu Malam dengan Bos Baruku
Satu Malam dengan Bos Baruku
Penulis: purplepen

Aku Ingin Menghabiskan Malam Denganmu

Penulis: purplepen
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-28 13:19:01

“Kau sangat manis, Alice.”

“Kau juga, Sayang. Aku benar-benar sangat beruntung, di hari ulang tahunmu ini, akulah orang pertama yang datang memberikan kejutan spesial untukmu.”

“Hemmmm … kau benar-benar sangat legit, seperti cake yang kau bawakan untukku tadi.”

“Lebih kencang, Jorrell.”

Obrolan romantis dan suara kenikmatan dunia itu sejak tadi menyapa gendang telinga seorang Emily, gadis berambut panjang sepinggang dengan bola mata kecoklatan saat ia tiba, dan harus berhenti tepat di depan pintu kamar hotel milik kekasihnya, Jorell.

Siapa sangkah, Emily yang sudah mempersiapkan segala embel-embel untuk surprise ulang tahun Jorell, kekasihnya, yang sudah dipacari selama 2 tahun lamanya harus berakhir dengan kekecewaan seperti di hadapannya kini.

Ya, Emily dengan jelas melihat apa yang sedang Jorell lakukan sampai detik itu. Gerakan serta segala jenis suara dari dalam sana, pun Emily ingat betul.

Tampak api amarah mulai menyala-nyala. Matanya membesar. Dada mula kembang kempis seperti mencoba menahan diri. Wajah pun merah padam.

“Aku hampir sampai, Jorell.”

Lagi, suara lenguhan selingkuhan sang kekasih dengan mata yang terpejam semakin memburu Emily untuk melempar semua yang ada di tangannya.

Tangan kiri yang sempat menggenggam cake ulang tahun yang ia persiapkan sejak pulang dari kantor kemarin, pun harus berakhir di atas lantai bersamaan dengan hadiah untuk Jorell.

“Laki-laki jalang!”

Berteriak sekencang mungkin seraya melangkah cepat ke arah ranjang yang cukup besar, sukses membuat kedua orang di atas sana menoleh ke arah kedatangan Emily.

“Emily?!”

“Apa yang kau lakukan di belakangku, Jorell?!” Pertanyaan barusan disertai dengan pukulan keras di atas badan Jorell, yang tak berbalutkan apapun. Menarik rambut pendek Jorell juga menjadi bagian pelampiasan amarahnya. “Apa kau sering melakukan ini di belakangku?”

Air mata mulai mengalir dari sudut mata Emily. Sekuat tenaga ditahan tak lagi terbendung. Bersamaan dengan Jorell yang berdiri untuk menangkis pukulan Emily.

Emily berbalik badan. Menunduk wajah, air mata terus menggenang di pipi disertai isak tangis. Sementara Jorell, dia mengenakan celana boxernya lebih dulu.

Selingkuhan Jorell?

Perempuan itu hanya memandang Emily dengan tenang sambil menarik selimut putih menutup sebagian tubuhnya hingga ke dada. Lalu, dia bersandar pada headboard seakan sedang melihat tontonan seru.

“Apa yang kau lakukan disini?” tanya Jorell, kini menarik lengan Emily untuk beradu pandangan.

PLAKKK!

Cukup keras tamparan yang mendarat di pipi Jorell. Laki-laki di hadapan Emily itu hanya menatap tak percaya. Emily yang dia tau selama ini adalah gadis yang tidak pernah berkata kasar, apalagi berlaku kasar seperti barusan.

“Kau tidak tahu malu, Jorell!” ucap Emily, masih menatap penuh api dari manik coklatnya, “Apa ini yang kau sebut cinta? Apa kau pikir kau bisa menutupi keburukanmu untuk waktu yang lama?”

“Aku bisa jelaskan—”

“Aku mau kita putus, Jorell,” potong Emily penuh yakin. Ia seka lebih dulu air mata di pipi. “Kau dengar? Aku mau kita putus.”

Sejenak melirik dengan tajam pada wanita di atas ranjang, segera Emily membawa langkah kedua kaki keluar dari kamar dengan cepat.

Jorell memandang kesal. Ikut melangkah kini, perkataan wanita selingkuhannya untuk tak mengejar Emily pun tak menghentikan langkahnya.

“Emily!”

Emily semakin melebarkan langkah. Menatap lantai di depan pintu kamar, sejenak rasa penyesalan dalam dada pun mencuat. Seberapa banyak waktu kemarin terbuang untuk mempersiapkan semua itu.

Kembali mengingat kemarin sore, betapa bahagianya Emily. Memilih cake berbentuk love. Memilih hadiah terbaik untuk sang kekasih. Dan rencana untuk memberikan Jorell kejutan ulang tahun malam ini, tetapi sebaliknya, Emily-lah yang mendapat kejutan dari Jorell dan selingkuhannya.

“Sayang,” panggil Jorell, semakin mendekati Emily.

Hendak mengambil tas yang tadinya diletak di atas sofa, gerakan tangan Emily harus terhenti saat Jorell menariknya.

“Tunggu dulu, Emily.”

“Lepaskan aku!”

“Dengarkan aku dulu, Emily,” bujuk Jorell dengan lembut, berharap Emily bisa luluh setidaknya.

Emily menarik kuat tangannya dalam genggaman telapak tangan Jorell. Ia benar-benar jijik padanya. Dasar lelaki tak tau malu, pikirnya.

“Aku tidak butuh penjelasan darimu, Jorell. Lepaskan aku!” Semakin bergerak kencang, semakin kuat pula Jorell menahan Emily. “Apa kau tidak dengar?!”

“Apa kau tidak pernah sadar, Emily? Apa kau pikir ini mauku?”

Pertanyaan Jorell sukses membuat gerakan Emily mengendur. Apa maksud pertanyaan Jorell, batinnya.

“Apa maksudmu?” tanya Emily, seperti sudah paham ke arah mana pembicaraan mereka. “Apa kau pikir ini mauku, Jorell?”

“Ck! Tentu saja ini maumu, Emily. Kau-lah yang menghancurkan hubungan kita. Kau juga yang membuat rasa yang dulu berapi-api padamu perlahan-lahan berkurang dan hampir padam!” ucapnya penuh tekanan.

“Apa kau bilang?!”

“Kau pikir selama dua tahun bersamamu aku merasakan kebahagiaan?” tanya Jorell, masih tak melepas pandangan sedikitpun dari manik coklat Emily. “Tidak, Emily. Kau sangat kaku! Kau juga sangat membosankan. Disaat kita bersama, kau hanya bercerita tentang pekerjaanmu, keluargamu, keinginanmu untuk sukses dalam karirmu. Kau hanya mementingkan dirimu saja. Kau juga gadis yang tidak mengerti kemauan kekasihmu sendiri. Kau juga tidak pernah berpikir, apa aku kesepian? Apa aku memerlukan kehangatan? Tidak, Emily! Kau hanya memikirkan duniamu saja, memikirkan pekerjaanmu tanpa mempedulikan aku yang haus akan perhatianmu. Kau egois!”

Sialan!

Apa yang dia katakan barusan? Sungguh, Emily sama sekali tidak pernah mendapati perkataan barusan dari Jorell sebelumnya. Bukankah itu sebuah alasan klasik untuk membenarkan kesalahannya?

Yang Emily tau, Jorell selalu menerima apa pun keluh kesahnya. Apapun masalah yang sedang Emily hadapi selama mereka tak bersama.

Lalu, apa semua ini?

Apa Jorell hanya menjadi pemanis buatan dalam hidupnya-kah?

Semakin sakit hati Emily mendengar semua kekurangan dirinya dari mulut lelaki yang selama ini ia percaya bisa menjadi tempat untuk bersandar.

Menghembuskan nafas ke udara dengan disusul air mata, kini Emily kembali menatap tajam Jorell. “Kau tidak sadar pada dirimu sendiri, Jorell? Jika semua itu salahku, seharusnya kau katakan sedari dulu. Katakan kalau keberatan akan sikapku selama ini padamu. Bukan dengan cara selingkuh dan tidur dengan wanita lain!”

“Karena aku sadar, Emily,” jawab Jorell cepat. “Aku memerlukan hubungan yang seperti tadi. Kau sungguh tidak mengerti, bukan? Jadi tolong, Emily. Aku hanya ingin bersenang-senang dengan perempuan itu, aku ingin kau bisa memahami aku, yang juga memerlukan kasih sayang dari kekasihnya sendiri. Bahkan, untuk memelukmu saja aku tidak bisa berlama-lama. Kau selalu menolak. Kau juga tidak pintar membalas semua sentuhanku. Kau selalu menolak dan canggung. Itu sudah dua tahun, Emily.”

Emily semakin memanas. Saat Jorell lengah, kembali ia menarik tangannya dengan kencang. Mengambil secepat mungkin tali tas, Emily tak langsung mengambil langkah pergi. “Kau sudah salah besar, Jorell. Jangan meninggalkan bekas luka sebagai laki-laki jalang yang gak punya hati nurani. Jangan limpahkan kesalahanmu padaku.”

“Apa kau bilang?” Jorell tak terima.

“Ya, kau laki-laki jalang seperti laki-laki murahan di luar sana. Seharusnya kau paham, Jorell. Aku bukan wanita panggilan yang bisa kau gauli sesukamu. Kalau hanya ingin bermain-main, kau bisa terus bersama wanita yang ada di kamarmu. Kau juga selalu menolak untuk sebuah pertanyaan sederhana dariku, bukan?”

Masih menatap dalam-dalam manik hitam Jorell, kilas balik hubungan palsu yang dibangun Jorell itu membuat dadanya terasa sesak. Mengapa harus berakhir seperti ini?

“Emily–”

“Sudah cukup semuanya sampai di sini, Jorell. Aku mau kita putus! Tolong jangan mengejarku lagi,” pintanya seraya berbalik badan meninggalkan Jorell.

Habis sudah kata-kata. Emily pergi dengan membawa luka. Luka yang belum tentu bisa disembuhkan dengan mudah.

Berlalu dari hotel mewah tempat Jorell menginap, Emily menuju lift. Kepalanya ingin pecah. Semua kenangan indah bermunculan di dalam sana. Ia tak lagi bisa percaya, kekasih yang selama ini ia banggakan ternyata tidak seperti kenyataannya.

Pintu lift terbuka. Tampak beberapa orang pria dari penumpang lift dari dalam sana. Emily seka air matanya. Berlalu masuk, Emily tau ia harus kemana malam itu.

Sky Bar. Salah satu Bar yang ada di hotel pilihan Jorell untuk merayakan pesta ulang tahun laki-laki itu. Namun, karena Emily ingin memberikan kejutan padanya, Emily berpura-pura membatalkan pertemuan mereka siang tadi.

Kedua kaki jenjang itu melangkah masuk dengan sempurna tanpa ada rasa takut ataupun ragu. Emily ingin bermain gila malam ini. Tak peduli kalau ia tidak pro soal urusan dunia malam.

Mengambil posisi duduk di salah satu meja bar, sejenak Emily lirik ke sekeliling. Ada banyak pria dan pasangan muda di sana. Memesan seperti pelanggan lainnya, ia meminta minuman keras atas rekomendasi pekerja bar.

Hampir 20 menit lamanya Emily memandang gelas kosong ketiga di hadapannya dengan mata sayu serta kesadaran yang tak penuh lagi. Merasa belum puas, Emily berdiri sempoyongan sambil menggenggam gelas kaca.

Berencana menuju meja bartender, Emily yang kewalahan berjalan sendiri hampir saja terjatuh.

Brugg!

Tanpa sadar, Emily menabrak seorang pria bertubuh tegap dan tinggi di depannya hingga jatuh ke dalam pelukan pria asing dengan aroma citrus yang menusuk indera penciumannya.

Dengan susah payah Emily hendak menjauh dari tubuh pria itu. Namun, kedua telapak tangan hangat pria itu juga ikut membantu Emily.

Bola mata keduanya saling bertaut bertukar pandangan. Emily tersenyum kecut. Manik hitam legam itu tampak jelas sekali memandang aneh padanya.

“Dasar pria brengsek!” cibir Emily.

“Apa kau bilang?!” Pria itu mengernyitkan kening. Sama sekali tak mendengar perkataan Emily.

“Apa aku membosankan bagimu?”

Pria di depan Emily melangkah sedikit, mendekati daun telinganya ke arah mulut Emily untuk memastikan ucapan gadis yang tampak jelas sedang mabuk.

“Kau bisa ulangi sekali lagi?”

Emily tertawa kecil menutupi kesedihan. Mengibaskan rambut panjangnya lebih dulu, Emily kembali menatap pria itu.“Kau salah menilaiku selama ini, ‘kan? Tidak benar, bukan, kalau aku seburuk itu di matamu?”

Pria itu melirik ke arah sekitar lebih dulu. Guna mencari teman ataupun kenalan gadis di hadapannya. Namun, dia tak temukan siapapun di sana. . “Kemungkinan … kau salah orang, Nona.”

“Aku ingin menghabiskan malam ini denganmu.”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Oei Monica
Tinggalin aja cowok redflag kayak Jorell. Masa salahin Emiliy hadeeuh!
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Satu Malam dengan Bos Baruku   Kekasihmu

    “Emily?” Jantungnya nyaris berhenti. Suara itu … membuat Emily menoleh ke belakang. IDi sana, berdiri seorang pria yang tak tahu malu. Membuat momen sore indah itu malah tidak sebaik tadi. Sungguh, Emily benci kehadirannya di sini. “Jorell.” Suaranya terdengar tajam dan dingin. Pria itu menyunggingkan senyum santai. “Aku tak percaya … kau lebih dulu tiba di sini, Emily. Kau lebih pintar dari yang kuduga.” Jorell kini berjalan. Dia menghampiri Emily dengan senyum penuh maksud. Emily tidak menyambut. Matanya menatap tajam. “Apa yang kau lakukan di sini?” “Aku? Aku ingin bertemu dengan orang tuamu. Kau pikir, karena kekasih barumu menekan orang tuaku, aku akan tinggal diam saja? Aku akan menuntut balik semua yang digunakan oleh ibu dan ayahmu.” “Emily mendengus. “Kekasihku? Kau benar-benar tidak waras.” “Jangan pura-pura suci! Kau pikir aku tidak tahu? Orang tuaku mendapat surat somasi! Ancaman langsung ke pabrik kami! Nama kekasihmu—si Harry itu—tertulis jelas!” Emily menahan n

  • Satu Malam dengan Bos Baruku   Pahitnya Masa Kecil

    "Akhirnya kau pulang juga," kata Iriana, ibu tiri Emily yang baru saja menyambut kedatangan pulang ke tempat kediaman orang tuanya dulu. Emily menyoroti kedatangannya saat ia membawa tas. "Apa yang kau bawa dari kota?" Dia bertanya lagi tanpa memikirkan Emily yang sudah melakukan perjalanan selama 3 jam lamanya."Emily?" Sosok ayah muncul dari depan serta memandang Emily penuh kerinduan."Ayah," ucapnya, kini meletakkan tas di atas sofa kemudian mendekati sang ayah untuk memeluk.Emily berhamburan ke dalam pelukan sang ayah. Memeluk pria yang tak lagi muda itu dengan penuh kasih meskipun ia tahu rasa sakit dalam diri ditimbulkan dari hubungan yang diciptakan oleh ayahnya sendiri. Iriana yang melihat pemandangan seperti itu rasanya sangat jengkel. "Apa kabarmu, Ayah?" tanya Emily, melepaskan kini dekapannya untuk memandang wajah nya."Ayah sehat, Emily. Kenapa tidak kau katakan pulang hari ini? Ayah bisa menjemputmu, Nak," ucap Ayah Bens, kini mengusap puncak kepala Emily.Emily me

  • Satu Malam dengan Bos Baruku   Kau Kekasihnya Kan?

    “Kau tidak lelah, ‘kan?” tanya Harry, kini memilih duduk di samping Emily.Mereka mengikuti acara inti dari gathering perusahaan. Setelah bersama tadi, Emily memilih kembali ke kamarnya sebelum menimbulkan gosip baru.Emily menggeleng dengan sebuah senyum. “Tidak. Aku suka dengan acara seperti ini sejak Paman Kendrick mengadakannya beberapa tahun lalu.”“Wow, kau memuji?”“Tentu saja,” jawab Emily sedikit mendekat ke Harry untuk berbisik. “Paman adalah pria terbaik yang kukenal, Harry.”Emily terang-terangan memuji Papa dari pria yang kini menjadi kekasihnya itu. Karena sejauh Emily mengenal keluarga dari Paman Kendrick tak pernah ada kekecewaan yang dibuat oleh keluarga tersebut terhadap ia, ayah, dan ibunya. Pun dengan mendiang dari ibu Harry."Dia sangat menyayangimu asal kau tahu, Emily," jawab Harry lagi dengan senang.Emily tak percaya begitu saja. "Bagaimana bisa kau tahu?"Harry mengulas sebuah senyum. "Nanti aku beritahu semuanya."Nama Harry terdengar dari depan sana. Pembaw

  • Satu Malam dengan Bos Baruku   Aku Merindukanmu

    "Duduklah denganku, Emily," ucap Salvina, kini menggenggam tangan Emily.Acara gathering dari perusahaan telah tiba. Hari yang ditunggu-tunggu oleh Harry."Bukankah kata Pak Hans kita memiliki nomor kursi masing-masing, Salv?"Salvina mengingat sejenak. "Astaga ... Aku lupa. Semoga saja, kita duduk bareng."Momen yang ditunggu oleh Emily maupun Salvina akhirnya datang juga. Keduanya memang ingin sekali berlibur bersama dengan teman-teman mereka. Mengenakan pakaian santai dengan sepatu kets kesukaannya, Emily sudah tampak sangat siap mengikuti rangkaian acara perusahaan tempat ia bekerja.Kedua Gadis itu sudah mendapati nomor tempat duduknya masing-masing, dan kini keduanya sedang berjalan menuju bus yang telah tersedia di halaman perusahaan untuk mengantarkan mereka ke tempat lokasi acara."Aku di sini, Emily," kata Salvina, yang menemukan lebih dulu tempat duduknya."Sepertinya aku di bagian—"Ucapan Emily harus terjedah. Ketika ia dapati sosok pria yang ia kenal duduk di salah satu

  • Satu Malam dengan Bos Baruku   Aku Mencintaimu

    Setibanya Emily di meja kerjanya, ia duduk dalam diam seraya memandang pada layar komputer, tak lama senyum mengembang membingkai wajah cantiknya kini.'Astaga. Apa aku mulai tertarik padanya?'Sempat membatin, Emily menggeleng-gelengkan kepala."Woi!"Seketika saja Emily terlonjak kaget. Suara itu berasal dari Salvina yang baru saja tiba di depan meja kerjanya dan hendak duduk."Kau benar-benar keji, Emily," bisik Salvina, seolah merasa kesal. Padahal perempuan itu merasa senang karena Emily sepertinya sedang bahagia.Ya, Salvina memang bertekad untuk mempersatukan Emily dengan Atasan mereka."Keji? Kenapa aku keji?"Salvina memberutkan bibir. "Kau pura-pura bodoh. Aku tahu kau dijemput sama atasan baru kita, 'kan? Kalian bermesraan di mana tadi?"Sontak saja Emily menempelkan jari telunjuknya di atas bibir dengan takut, ia meminta Salvina untuk tidak berkata sembarangan di tempat mereka bekerja."Jangan membicarakan hal itu di sini, Salv. Aku gak mau jadi bahan gosipan anak-anak di

  • Satu Malam dengan Bos Baruku   Jatuh Cinta

    Harry: Aku tunggu di depan pintu basement.Sejak kemarin malam Harry tidak sabar untuk bertemu dengan Emily pagi ini. Ia berniat untuk mengejar Emily agar hubungan mereka semakin dekat dan akrab dengan cepat.Tidak peduli dengan ucapan Emily akan keputusannya saat terakhir kali di ruangan kerja Harry.Emily meminta waktu pada Harry agar memikirkan keputusan terbaik dalam memulai hubungan baru dengannya.Mengenakan kemeja putih lengan panjang dengan sepatu pantofel hitam mengkilap, Harry penuh semangat berdiri di samping pintu keluar masuk basement untuk menantikan kedatangan wanita yang kini mengubah harinya.Hampir 15 menit lamanya, Harry mendapati kedatangan Emily ang kini mengenakan atasan putih motif bunga dengan rok ketat dengan tergesa-gesa seraya memandang padanya yang sudah mengulas senyum."Kau sudah lama di sini?' tanyanya dengan ekspresi khawatir.Harry mendekat. Ia tersenyum seraya menggeleng kepala. Harry sentuh rambut Emily yang sedikit berantakan."Aku baru saja tiba. K

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status