Home / Romansa / Satu Miliar Untuk ART / Bab 3. Gosip Pedas Tetangga

Share

Bab 3. Gosip Pedas Tetangga

Author: UmiPutri
last update Last Updated: 2025-02-14 12:03:04

"Lho, itu kan Nilam!" Pekik ibunya Nilam.

"Iya Bu, tapi kok......" Ucapan Bapak Nilam terhenti, saat melihat tangan Nilam yang menggendong bayi.

"Lho, itu anak siapa yang dibawa Nilam?" Tanya Titin, ibunya Nilam.

"Ayo kita cepat ke sana Bu," ajak Udin, bapaknya Nilam.

Perasaan Titin menjadi nu tidak enak, melihat bayi yang ada dalam gendongan anaknya. Sebagai seorang ibu tentunya Titin merasa terjadi sesuatu dengan Nilam anaknya.

Padahal selama ini, Nilam selalu mengabarkan baik-baik tentang dirinya, bahkan gajinya beberapa bulan ke depan selalu dikirim untuk membantu biaya sekolah kedua adik-adiknya.

"Apa yang sebenarnya terjadi dengan Nilam? Siapakah bayi yang ada dalam gendongannya?" Hati Titin terus bertanya-tanya.

Tapi Titin tidak mau berpikir yang bukan bukan dulu. Sebelum Nilam menjelaskan semuanya, karena takut menjadi fitnah, atau keributan. Titin menahan segala keingintahuannya, sebelum Nilam menjelaskan kepadanya nanti.

Titin dan Udin langsung bergegas berjalan ke depan. Nilam dan sopirnya berjalan Masuk ke halaman rumah Udin.

"Ibu!" Pekik Nilam, hampir saja kaki Nilam tersandung dan mau jatuh. Untung Pak sopir menahan tubuh Nilam.

"Masya Allah, Nak. Ibu tidak menyangka kamu datang, kenapa tidak memberi kabar terlebih dahulu," ucap Titin.

"Iya, kalau kamu datang. Pasti sudah kami mempersiapkan terlebih dahulu," tambah Udin.

"Tidak apa-apa Bu, pak. Maaf memang Nilam mendadak pulang," ucap Nilam.

"Ya sudah, sekarang kita masuk ke dalam," ajak Udin.

Para tetangga yang melihat mobil mewah Nilam, langsung berbisik-bisik sambil menatap sinis ke arah mobil Nilam dan rumah Nilam. Karena seperti itulah kebiasaan di kampung. Ada orang yang merantau dan berhasil, pasti menjadi bahan gosip hangat. Padahal mereka suka pergi ke masjid untuk mendengarkan ceramah ustad.

Tapi yang namanya mulut, mereka tetap tidak bisa menjaganya. Entah iri atau bagaimana, itulah sifat tetangga Nilam di kampungnya. Bahkan ketika Nilam pergi ke Jakarta juga, mereka menuduh yang tidak-tidak.

Kan ada yang sampai hati mengatakan kalau Nilam di Jakarta bekerja sebagai wanita peng****r. Karena melihat kecantikan Nilam.

"Kalau kamu memang mau bekerja dan mau membantu orang tuamu. Jangan dengarkan omongan mereka, kamu harus maju terus pantang mundur. Kamu tahu kan kedua adikmu masih memerlukan biaya, apalagi kedua orang tuamu cuma buruh tani, yang hasilnya cukup untuk makan sehari-hari," ucap tetangganya yang mengajak Nilam pergi merantau ke Jakarta.

"Sepertinya si Nilam berhasil ya bekerja di Jakarta. Itu pulangnya bawa mobil mewah," mulailah tetangganya bergosip. Bibir mereka malah terangkat ke atas, menong-menong ke kanan dan ke kiri.

"Iya, tapi kok aneh ya. Masa sih Baru beberapa bulan di Jakarta sudah bawa mobil semewah itu, jangan-jangan dia bekerja......."

"Ah sudah pasti, katanya di Jakarta itu gampang cari uang, asal kita mau melayani....."

"So pasti, Nilam itu bekerja sebagai wanita pang****n. Katanya sih tarifnya mahal sekali, bisa dibayar sampai jutaan semalam," tetangganya itu menuduh Nilam.

"Ah yang benar saja Bu Eti, jangan dulu bikin gosip deh," tukas bi Dede.

"Eh, ini mah bukan gosip bi Dede, ini benar kok. Aku dengar sendiri," tukas tetangganya bohong, karena sengaja ingin memfitnah Nilam. Hatinya iri melihat keberhasilan Nilam. Maka gosip pun sengaja Bu Eti bikin, biar Nilam dan keluarganya merasa malu, dan mereka dimusuhi sama warga di kampung.

"Pokoknya lihat saja nanti, kalau memang usaha si Nilam tidak halal. Pasti hartanya itu akan cepat habis," tukas bi Dede.

Semua tetangganya terus saja membicarakan Nilam. Kalau bibir sudah membicarakan orang lain, maka bibir itu tidak akan berhenti terus berbicara. Seakan-akan gosip itu sudah dianggap hal yang biasa, padahal itu termasuk ghibah, yang jelas-jelas dilarang dalam agama.

"Tadi si Nilam datang bersama seorang laki-laki kan? Mungkin itu suaminya. Atau apa mungkin si Nilam itu menjadi istri kedua pria tadi," ucap Bu Eti.

"Bisa jadi Bu Eti, si Nilam disembunyikan di sini. Mereka tidak mau ketahuan sama istri pertamanya," jawab bi Dede.

"Kalau aku sekilas tadi melihat Nilam menggendong bayi, mungkin bayi itu anak mereka berdua," Bu Eti mulai menuduh yang tidak-tidak.

Kedua tetangganya terus bergosip tentang Nilam dan Pak sopir tadi. Seandainya mereka tahu, siapa pria yang bersama Nilam, dia hanyalah seorang sopir pribadi keluarga Kusuma.

***********

Di rumah Nilam.

Pak sopir membantu menceritakan tentang siapa bayi itu. Titin dan Udin menyimak penjelasan Nilam dan Pak sopir tentang siapa bayi yang dibawa sama Nilam.

"Kalau memang Bapak dan Ibu tidak percaya, silakan telepon majikan saya. Nilam juga tidak tahu kenapa mereka memilih Nilam untuk merawat bayi ini," ucap Nilam.

"Iya pak, saya juga heran dengan majikan kami. Mereka itu rela meninggalkan anak sendiri demi karir mereka. Nyonya Belda seorang foto model yang cukup terkenal, sedangkan Tuan Alex seorang pengusaha yang cukup sukses juga. Mungkin bayi ini dilahirkan dalam keadaan seperti ini. Dan kami harus bagaimana lagi, hati kami tergerak untuk menolong bayi majikan kami," tambah Pak sopir.

"Nilam benar-benar kasihan melihat kondisi anak ini, lihat Bu kakinya. Padahal kata dokter kaki anaknya bisa disembuhkan, melalui terapi. Tapi Nyonya beda tidak mau begitu pula dengan Tuan Alex. Apalagi nyonya besar, tidak mau melihat cucunya yang cacat seperti ini. Katanya cucunya ini membawa sial bagi keluarganya," ucap Nilam dengan nada sedih.

Perasaan yang sama dirasakan sama Titin. Anak sekecil ini sudah menderita tidak mendapatkan kasih sayang dari keluarganya. Begitu pula dengan Udin, ternyata orang kaya itu lebih mementingkan uang daripada memberikan kasih sayang sama anaknya.

"Ya sudah kalau begitu, kita rawat anak ini baik-baik. Siapa tahu ke depannya anak ini membawa rezeki bagi kita semua, semoga bayi ini bisa normal seperti bayi-bayi yang lainnya. Ibu yakin kalau bayi ini diterapi dan dibawa berobat terus ke dokter, pasti sembuh," ucap Titin yakin.

"Iya Bu, dan untuk masalah biaya. Tadi saya sempat mendengar Nyonya Belda dan Tuan Alex akan mengirimkan sejumlah uang. Jadi kita tinggal merawat bayi ini dengan baik," tukas sopir.

Setelah selesai berbicara, Udin dan sopir serta adik Nilam membantu mengeluarkan barang-barang dari mobil. Adiknya Nilam sampai berdecak kagum melihat peralatan bayi yang mewah itu.

"Teh, ini roda bayi, pasti harganya mahal ya?" Tanya Nia sambil mengusap-ngusap roda itu.

"Iya dek, kalau tidak salah tuan dan nyonya membelinya seharga 5 juta. Belum lagi tempat tidur bayi ini," jawab Nilam.

Sedangkan Titin menggendong bayi itu dengan penuh kasih sayang. Diusap-usapnya kepala bayi itu dengan lembut, Titin gemas melihat pipi gembul bayi itu.

"Nama bayi ini siapa Nilam?" Tanya Titin.

"Anu......."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Satu Miliar Untuk ART    Bab 70. Tamat

    Dikarenakan keluarga Tuan Alex sudah terkumpul, Belda dan Mira bergegas berpamitan meninggalkan rumah sakit. Karena mereka berdua merasa tidak enak, lagian mungkin Zahrani sudah menunggu terlalu lama di salon itu. "Ternyata Nilam hatinya benar-benar mulia Belda, tidak sia-sia kamu mempercayakan Nizam sama Nilam, aku yakin Nilam akan menjadi Ibu yang baik bagi anakku," ucap Mirna dalam perjalanan menuju salon. "Iya, hatiku sekarang tenang dan lega. Apalagi melihat Nizam tadi tumbuh menjadi anak yang kuat dan sehat, aku benar-benar tenang Mira," ucap Belda."Bersyukurlah kamu, anakmu berada di lingkungan yang sangat menyayangi dirinya, kamu terus mendoakan Nizam, agar anakmu bisa berhasil sampai suatu saat nanti, dan bisa membuat kamu bangga," ucap Mira.Tak lama kemudian mobil tiba di salon, setelah memarkirkan mobil, keduanya keluar dan langsung masuk ke dalam salon. Mata Belda dan Mira terbelalak melihat perubahan pada diri Zahrani. "Masya Allah, wowwwww, ini benar Zahrani kan?"

  • Satu Miliar Untuk ART    Bab 69

    "Ngapain kamu datang ke sini Belda?" Tanya Nyonya Arimbi tiba-tiba. "Mah," panggil Nilam dengan lemah lembut, Nilam tidak ingin terjadi keributan antara Nyonya Arimbi dan Belda. "Mbak Belda datang ke sini hanya ingin ketemu dengan anaknya mah, kasihan Mbak Belda. Apalagi dia sedang sakit, tolong ya mama," ucap Nilam kembali. Belda langsung berdiri walaupun hatinya terasa rapuh berhadapan dengan mantan mertuanya. Lalu dia meraih tangan Nyonya Arimbi. Tiba-tiba air mata Belda jatuh di atas punggung tangan Nyonya Arimbi. "Bagaimana kabar nyonya?" Tanya Belda dengan penuh hormat, kan dia tidak berani memanggil Nyonya Arimbi dengan sebutan mama. "Baik," jawab Nyonya Arimbi dengan ada ketus. "Nyonya," Mira ikut mencium punggung tangan ibunya Tuan Alex.Nyonya Arimbi bukannya ikut duduk, setelah bersalaman dia lalu pergi ke ruang dapur, entah apa yang dilakukannya, karena memang sudah kebiasaan, kalau datang ke rumah Nilam, pasti Nyonya Arimbi langsung makan. Beliau selalu mengatakan,

  • Satu Miliar Untuk ART    Bab 68

    Belda melihat seorang anak kecil berlari-lari ke arah seorang wanita cantik, yang tak lain wanita itu, Nilam. Yang sudah dianggap sebagai ibu kandung oleh Nizam yang berusia 3 tahun. Ada perasaan nyeri yang menjalar di hati Belda, saat anak kandung sendiri memanggil ibu sama wanita yang bukan ibu kandungnya."Nizam," desis Belda sambil menatap nanar keduanya, mana Nizam tampak tertawa-tawa dalam pelukan Nilam."Itu Nizam sama Nilam kan?" Tanya Mira sambil menatap ke arah mereka berdua.Belda langsung menganggukan kepalanya, tak terasa air matanya menggenang di pipi, ternyata pemandangan yang ada di depannya membuat hatinya terasa perih."Ayo kita cepat ke dalam, pasti Nilam akan mengizinkan kamu bertemu dengan anaknya sendiri," ajak Mira.Mobil Mira langsung bergerak menuju pintu gerbang rumah tuan Alex. Pintu gerbang besi yang menjulang tinggi, si sopir langsung menyembunyikan klakson, tak lama yang terlihat seorang satpam berlari ke arah pintu gerbang. Yang membuka pintu gerbang l

  • Satu Miliar Untuk ART    Bab 67

    "Kenapa? Kamu kaget tentunya Mira, kamu tahu kan tadi yang membawa makanan dan minuman ke sini? Itu Zahrani namanya, Dia asisten rumahku, wajahnya cantik kan? Tubuhnya tinggi semampai, cuma anak itu tubuhnya tertutup dengan gamis lebar, aku melihat rambut dia juga sangat terlihat indah," ucap Belda."Oh, anak yang tadi rupanya ya, tapi apakah dia bersedia?" Tanya Mira. "Menurut aku pasti dia bersedia, dan aku tahu dia itu seorang pekerja keras, dia bahkan mau menjadi asisten rumah di sini, untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Dia tinggal berdua bersama ibunya, rumahnya juga tidak jauh dari sini," ucap Belda.Zahrani memang bercerita tentang kehidupan dia waktu itu. Belda ingin mengangkat derajat Zahrani, dia harus menjadi seorang foto model walaupun dengan pakaian tertutup. Karena sekarang banyak pakaian model muslimah yang sedang ngetrend."Baiklah besok aku akan menghubungi temanku, tolong dandani Zahrani sedikit ya, wajahnya kelihatan fresh, atau aku bawa ke salon saja, bia

  • Satu Miliar Untuk ART    Bab 66

    Panggilan Karin terhadap Perta, langsung bunyi tak perhatian para karyawan yang akan masuk kerja. Hampir semua para karyawan mendengar panggilan itu, mereka menautkan kedua alisnya heran. "Kok bu Karin, panggil Pak Petra dengan sebutan Mas? Ada apa di antara mereka ya?" Tanya salah seorang karyawan sambil berbisik."Jangan-jangan mereka ada hubungan spesial, tapi sudahlah kita jangan banyak bicara. Kamu tahu sendiri kan Karin itu siapa? Dia adik bos perusahaan kita, kalau kita terus saja membicarakan dirinya, bisa-bisa kita dipecat dari perusahaan ini, ayo kita masuk," ucap karyawan itu. "Mas, Kenapa wajahmu seperti itu?" Tanya Karin, karena Karin merasa wajah Perta sedikit keruh. "Sewaktu kita pergi ke puncak, rupanya ada seseorang yang sengaja mengirimkan foto ke istriku," ucap Perta."Hah! Yang benar saja kamu bicara! Masa sih ada yang berani mengirim foto kita berdua," tukas Karin tidak percaya. Walaupun sebenarnya dalam hati Karin dia merasa bahagia, seandainya Belda tahu, te

  • Satu Miliar Untuk ART    Bab 65

    "Darimana kamu Mas?" Tanya Belda sambil menyalakan lampu ruang tengah. Belda menyipitkan matanya, karena melihat rambut Perta sepertinya habis keramas. Perta langsung terperanjat, saat melihat istrinya sudah berdiri di ruang tengah, padahal sewaktu masuk tadi, ruangan masih gelap gulita. Wajah Perta langsung terlihat pucat pasi. "Haruskah aku mengulangi kembali pertanyaanku?" Tanya Belda sambil menatap tajam ke arah suaminya. Buru-buru Perta menguasai keadaan, lalu berkata sama Belda, " aku habis ada urusan kantor dari luar, aku habis menemani si Bos untuk bertemu dengan klien, Maaf aku pulang terlambat," ucap Perta."Oh, ya? Bertemu dengan klien sampai dini hari begini? Memangnya klien itu cukup penting ya? Kenapa bertemu dengan klien, rambut kamu basah seperti itu? Habis keramas sama klien ya?" Kembali Belda menyindir suaminya. Perta seketika langsung tersentak, wajahnya terlihat tegang. Dia buru-buru menghindar dari Belda, anehnya lagi Perta masuk ke dalam kamar yang satunya, b

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status