Beranda / Romansa / Satu Miliar Untuk ART / Bab 4. Zahir bin Malik atau Nizam Alek Wiranata Kusuma

Share

Bab 4. Zahir bin Malik atau Nizam Alek Wiranata Kusuma

Penulis: UmiPutri
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-14 12:51:17

"lho, Memangnya bayi ini belum dikasih nama?" Tanya Titin heran.

"Boro-boro dikasih nama Bu, dilirik pun sama sekali tidak. Sayalah yang mengurusi bayi ini dari sejak lahir sampai sekarang," jawab Nilam.

"Betul apa yang dikatakan Nilam, bayi ini tidak mendapat perhatian dari kedua orang tuanya. Hanya para asisten rumah yang mengasihi bayi ini," tambah Pak sopir.

"Astagfirullah, kasihan sekali kamu Nak. Biarlah kamu dirawat sama kami di sini, bayi ini umurnya berapa hari?" Tanya Titin.

"Sekitar 3 Minggu Bu, anak ini belum aqiqah. Kasih tahu aku anak yang dilahirkan itu harus aqiqah Bu," jawab Nilam.

"Betul, kita nanti ada kan syukuran kecil-kecilan. Sekalian memberikan nama anak ini, Siapa tahu suatu hari nanti anak ini menjadi anak yang tumbuh dengan baik dan soleh," ucap Titin dengan suara tertahan.

"Betul apa yang dikatakan Bu Titin, semoga anak ini tumbuh menjadi anak yang sholeh," Pak sopir tidak bisa meneruskan kata-katanya lagi. Hatinya benar-benar pedih melihat nasib bayi ini yang diabaikan oleh keluarganya.

"Kalau begitu saya permisi dulu, Saya tidak mungkin lama-lama di sini," Pak sopir langsung permisi.

"Sebentar dulu Pak sopir, kita makan dulu. Pak sopir kan sudah diijinkan sama tuan dan nyonya. Pulang besok hari juga tidak apa-apa," ucap Nilam sengaja menahan kepergian Pak sopir.

"Maaf Nilam, saya masih banyak pekerjaan yang lain, nanti saya makan di jalan saja. Kebetulan anak saya besok minta diantar tamasya, biasalah acara dari sekolah, saya sengaja ambil libur, untuk mengantar anak saya. Jadi kalau besok pulang rasanya tidak mungkin," ungkap Pak sopir.

"Baiklah kalau begitu, tapi mau Tidak dibawakan oleh-oleh? Kebetulan ada buah nangka sama mangga, mau bawa nggak?" Tanya Udin.

"Aduh, Terima kasih Pak. Jangan repot-repot," Ucap pak sopir merasa tidak enak.

"Tidak boleh menolak rezeki Pak, sebentar ya saya bungkuskan dulu," Udin langsung bergegas ke dapur untuk mengambil buah-buahan yang baru diambilnya dari kebun.

"Wah, banyak sekali ini mangganya Pak. Sepertinya manis-manis, terima kasih ya Pak," ucap Pak sopir dengan wajah berbinar.

Akhirnya pak sopir itu berpamitan pulang, Udin dan Nilam mengantar sampai mobil hilang dari pandangan mereka.

Setelah keluarga berkumpul, kedua adik Nilam. Nia dan Nino ikut berkumpul melihat bayi yang dibawa sama Nilam.

"Bu ada yang harus hilang bicarakan," ucap Nilam setelah suasana dirasa cukup tenang.

"Ada apa Nilam? Sepertinya kamu serius ingin membicarakan sesuatu," tanya Titin.

"Betul Bu, Nilam dikasih uang satu milyar....."

"Apa!" Sebelum Nilam menyelesaikan bicaranya, keempat orang itu langsung terpekik, karena merasa kaget mendengar kata " Satu Milyar ".

"Kaget ya?" Tanya Nilam sambil terkekeh.

"Kamu jangan bercanda Nak, kamu tidak bohong kan?" Tanya Udin penasaran.

"Buat apa saya bohong, sebentar saya....." Nilam langsung mengeluarkan ponselnya, terlihat jarinya menggeser layar ponsel. Lalu Nilam mencari aplikas m-bankin. Dia memperlihatkan nominal uang di rekeningnya.

"Ini pak, uang itu sudah masuk ke dalam rekening saya," Nilam memperlihatkan nominal uang yang tertera di rekeningnya.

Mata Udin melotot, Titin menggeser duduknya dan ikut melihat nominal uang itu. Mulut Titin ternganga lebar, karena masih tidak percaya dengan nilai nominal uang yang ada di rekening anaknya.

"Ibu dan bapak percayakan, ini uang dari tuan Alex dan nyonya Belda. Nilam ingin merawat anak ini dengan baik, sebenarnya Nilam sudah menolak Bu. Pasti banyak resiko yang akan dihadapi, Ibu tahu kan Dilan bekerja di kota. Pulang-pulang bawa anak kecil, pasti omongan tetangga yang benci sama kita, sudah pasti menuduh yang tidak-tidak," ucap Nilam sedih.

Suasana hening dan sepi, antara perasaan bahagia dan sedih. Bahagia mereka mendapatkan uang satu miliar, sedihnya pasti mereka harus tutup mata telinga mendengar omongan tetangga yang nyinyir dan julid.

"Tapi Nilam kasihan sama bayi ini. Seandainya bayi ini disimpan di panti asuhan, rasanya Nilam tidak tega juga. Sebelum kemarin juga tuan dan nyonya Alex memutuskan untuk memberikan bayi ini ke panti asuhan. Lalu mereka menawarkan sama Nilam, Karena rasa kasihan yang begitu besar, akhirnya Nilam menerima tawaran itu," lanjut Nilam lagi.

"Ya sudah, saat kita memutuskan sesuatu. Pasti ada resikonya, hidup ini antara enak dan tidak enak. Karena semua sudah diatur sama Tuhan, sudahlah sekarang jangan banyak pikiran. Abaikan saja omongan para tetangga, tidak usah meladeni dia. Menjelaskan apapun sama orang yang membenci kita, tidak akan masuk. Karena hati mereka sudah diliputi rasa kebencian yang begitu besar. Sekarang kita fokus mengurus bayi ini, Nia dan Nino, kalian harus membantu kakak kamu, karena setidaknya kehadiran bayi ini membutuhkan perhatian yang khusus dari kita," panjang lebar Udin berbicara.

"Siap pak, penting bagi kita sekarang, biaya sekolah jangan sampai terlambat. Semenjak Kak Nilam bekerja di Jakarta, Alhamdulillah biaya sekolah selalu tercukupi," ucap Nia.

"Jangan khawatir pula Bu, pak. Tuan dan nyonya Alex setiap bulan akan mengirimkan biaya untuk bayi ini, jadi kita tidak perlu repot-repot untuk membeli kebutuhan bayi ini. Buat susu dan keperluan lainnya," ucap Nilam.

"Masya Allah, tapi mereka baik juga ya mau mengirimkan uang," ucap Titin.

"Bagi mereka uang bukan masalah besar Bu, sebagai seorang pengusaha tentunya mereka banyak uang. Buktinya mereka memberikan uang satu miliar buatku asal mau mengurus bayi ini," tukas Nilam.

"Dan untuk uang ini, Nilam menyerahkan uang sama ibu dan bapak. Belilah kendaraan, dan renovasi rumah ini pak. Nilam menyarankan membeli kendaraan, agar kami transportasi lancar untuk memberi keperluan bayi. Untuk renovasi rumah, Nilam serahkan sama bapak," Nilam akhirnya memutuskan uang yang ada rekening diberikan sama kedua orang tuanya.

Udin dan Titin saling melempar pandangan, karena tidak menyangka Nilam akan mempercayakan uang sebesar itu.

Nia dan Nino melempar pandangan, wajah mereka berharap dibelikan kendaraan. Karena selama pergi ke sekolah mereka naik angkutan umum.

"Beli saja mobil dulu Pak, cari mobil yang kira-kira harganya kisaran 100 juta, beli juga motor buat Nino dan Nia, Mereka pergi ke sekolah," saran Nilam.

Toh uang 1 miliar cukup untuk dibelikan kendaraan juga renovasi rumah. Sisanya akan Nilam pergunakan untuk modal usaha. Samping ngurus bayi rencananya Nilam mau membuka toko kecil-kecilan, kebetulan di sekitar tempat tinggalnya belum banyak yang membuka warung.

Udin menghela nafasnya dalam-dalam, perasaan hatinya bercampur aduk, antara bahagia dan sedih.

"Tapi menurut ibu, utamakan dulu acara syukuran aqiqah anak ini, paling habis berapa. Kasihan anak ini belum aqiqah juga belum dikasih nama," ungkap Titin.

"Benar juga apa yang dikatakan ibu, terus nama anak ini siapa?" Tanya Nilam.

"Zahir bin Malik atau Nizam Alek Wiranata Kusumah?....."

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Satu Miliar Untuk ART    Bab 70. Tamat

    Dikarenakan keluarga Tuan Alex sudah terkumpul, Belda dan Mira bergegas berpamitan meninggalkan rumah sakit. Karena mereka berdua merasa tidak enak, lagian mungkin Zahrani sudah menunggu terlalu lama di salon itu. "Ternyata Nilam hatinya benar-benar mulia Belda, tidak sia-sia kamu mempercayakan Nizam sama Nilam, aku yakin Nilam akan menjadi Ibu yang baik bagi anakku," ucap Mirna dalam perjalanan menuju salon. "Iya, hatiku sekarang tenang dan lega. Apalagi melihat Nizam tadi tumbuh menjadi anak yang kuat dan sehat, aku benar-benar tenang Mira," ucap Belda."Bersyukurlah kamu, anakmu berada di lingkungan yang sangat menyayangi dirinya, kamu terus mendoakan Nizam, agar anakmu bisa berhasil sampai suatu saat nanti, dan bisa membuat kamu bangga," ucap Mira.Tak lama kemudian mobil tiba di salon, setelah memarkirkan mobil, keduanya keluar dan langsung masuk ke dalam salon. Mata Belda dan Mira terbelalak melihat perubahan pada diri Zahrani. "Masya Allah, wowwwww, ini benar Zahrani kan?"

  • Satu Miliar Untuk ART    Bab 69

    "Ngapain kamu datang ke sini Belda?" Tanya Nyonya Arimbi tiba-tiba. "Mah," panggil Nilam dengan lemah lembut, Nilam tidak ingin terjadi keributan antara Nyonya Arimbi dan Belda. "Mbak Belda datang ke sini hanya ingin ketemu dengan anaknya mah, kasihan Mbak Belda. Apalagi dia sedang sakit, tolong ya mama," ucap Nilam kembali. Belda langsung berdiri walaupun hatinya terasa rapuh berhadapan dengan mantan mertuanya. Lalu dia meraih tangan Nyonya Arimbi. Tiba-tiba air mata Belda jatuh di atas punggung tangan Nyonya Arimbi. "Bagaimana kabar nyonya?" Tanya Belda dengan penuh hormat, kan dia tidak berani memanggil Nyonya Arimbi dengan sebutan mama. "Baik," jawab Nyonya Arimbi dengan ada ketus. "Nyonya," Mira ikut mencium punggung tangan ibunya Tuan Alex.Nyonya Arimbi bukannya ikut duduk, setelah bersalaman dia lalu pergi ke ruang dapur, entah apa yang dilakukannya, karena memang sudah kebiasaan, kalau datang ke rumah Nilam, pasti Nyonya Arimbi langsung makan. Beliau selalu mengatakan,

  • Satu Miliar Untuk ART    Bab 68

    Belda melihat seorang anak kecil berlari-lari ke arah seorang wanita cantik, yang tak lain wanita itu, Nilam. Yang sudah dianggap sebagai ibu kandung oleh Nizam yang berusia 3 tahun. Ada perasaan nyeri yang menjalar di hati Belda, saat anak kandung sendiri memanggil ibu sama wanita yang bukan ibu kandungnya."Nizam," desis Belda sambil menatap nanar keduanya, mana Nizam tampak tertawa-tawa dalam pelukan Nilam."Itu Nizam sama Nilam kan?" Tanya Mira sambil menatap ke arah mereka berdua.Belda langsung menganggukan kepalanya, tak terasa air matanya menggenang di pipi, ternyata pemandangan yang ada di depannya membuat hatinya terasa perih."Ayo kita cepat ke dalam, pasti Nilam akan mengizinkan kamu bertemu dengan anaknya sendiri," ajak Mira.Mobil Mira langsung bergerak menuju pintu gerbang rumah tuan Alex. Pintu gerbang besi yang menjulang tinggi, si sopir langsung menyembunyikan klakson, tak lama yang terlihat seorang satpam berlari ke arah pintu gerbang. Yang membuka pintu gerbang l

  • Satu Miliar Untuk ART    Bab 67

    "Kenapa? Kamu kaget tentunya Mira, kamu tahu kan tadi yang membawa makanan dan minuman ke sini? Itu Zahrani namanya, Dia asisten rumahku, wajahnya cantik kan? Tubuhnya tinggi semampai, cuma anak itu tubuhnya tertutup dengan gamis lebar, aku melihat rambut dia juga sangat terlihat indah," ucap Belda."Oh, anak yang tadi rupanya ya, tapi apakah dia bersedia?" Tanya Mira. "Menurut aku pasti dia bersedia, dan aku tahu dia itu seorang pekerja keras, dia bahkan mau menjadi asisten rumah di sini, untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Dia tinggal berdua bersama ibunya, rumahnya juga tidak jauh dari sini," ucap Belda.Zahrani memang bercerita tentang kehidupan dia waktu itu. Belda ingin mengangkat derajat Zahrani, dia harus menjadi seorang foto model walaupun dengan pakaian tertutup. Karena sekarang banyak pakaian model muslimah yang sedang ngetrend."Baiklah besok aku akan menghubungi temanku, tolong dandani Zahrani sedikit ya, wajahnya kelihatan fresh, atau aku bawa ke salon saja, bia

  • Satu Miliar Untuk ART    Bab 66

    Panggilan Karin terhadap Perta, langsung bunyi tak perhatian para karyawan yang akan masuk kerja. Hampir semua para karyawan mendengar panggilan itu, mereka menautkan kedua alisnya heran. "Kok bu Karin, panggil Pak Petra dengan sebutan Mas? Ada apa di antara mereka ya?" Tanya salah seorang karyawan sambil berbisik."Jangan-jangan mereka ada hubungan spesial, tapi sudahlah kita jangan banyak bicara. Kamu tahu sendiri kan Karin itu siapa? Dia adik bos perusahaan kita, kalau kita terus saja membicarakan dirinya, bisa-bisa kita dipecat dari perusahaan ini, ayo kita masuk," ucap karyawan itu. "Mas, Kenapa wajahmu seperti itu?" Tanya Karin, karena Karin merasa wajah Perta sedikit keruh. "Sewaktu kita pergi ke puncak, rupanya ada seseorang yang sengaja mengirimkan foto ke istriku," ucap Perta."Hah! Yang benar saja kamu bicara! Masa sih ada yang berani mengirim foto kita berdua," tukas Karin tidak percaya. Walaupun sebenarnya dalam hati Karin dia merasa bahagia, seandainya Belda tahu, te

  • Satu Miliar Untuk ART    Bab 65

    "Darimana kamu Mas?" Tanya Belda sambil menyalakan lampu ruang tengah. Belda menyipitkan matanya, karena melihat rambut Perta sepertinya habis keramas. Perta langsung terperanjat, saat melihat istrinya sudah berdiri di ruang tengah, padahal sewaktu masuk tadi, ruangan masih gelap gulita. Wajah Perta langsung terlihat pucat pasi. "Haruskah aku mengulangi kembali pertanyaanku?" Tanya Belda sambil menatap tajam ke arah suaminya. Buru-buru Perta menguasai keadaan, lalu berkata sama Belda, " aku habis ada urusan kantor dari luar, aku habis menemani si Bos untuk bertemu dengan klien, Maaf aku pulang terlambat," ucap Perta."Oh, ya? Bertemu dengan klien sampai dini hari begini? Memangnya klien itu cukup penting ya? Kenapa bertemu dengan klien, rambut kamu basah seperti itu? Habis keramas sama klien ya?" Kembali Belda menyindir suaminya. Perta seketika langsung tersentak, wajahnya terlihat tegang. Dia buru-buru menghindar dari Belda, anehnya lagi Perta masuk ke dalam kamar yang satunya, b

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status