Belda hendak berdiri, tiba-tiba sandal high heels nya terantuk sama kaki kursi, dan.......Bruk!......."Awwwwwww!!" Jerit Belda, tubuhnya langsung jatuh menelungkup. Wajahnya terlihat meringis kesakitan, dia kelihatan sulit sekali untuk bangun. Semua orang langsung menoleh ke arah Belda, beberapa diantaranya bangkit untuk membantu Belda berdiri. "Tidak apa-apa kan Mbak?" Tanya salah seorang tamu. "Aduh, lututku sakit sekali," jawab Belda, sambil mengeluh kesakitan, dia terus mengusap-ngusap lututnya."Duduk dulu mbak di kursi, siapa tahu nanti sakitnya agak berkurang. Mau minta dulu minyak gosok," ucap salah seorang tamu sambil bergegas menemui tuan rumah. Acara pengajian dilanjutkan kembali, walaupun agak sedikit terganggu dengan insiden yang menimpa Belda. Tapi tetap saja ada yang berbisik-bisik, sambil melirik sinis ke arah Belda."Makanya jangan selfie terus, jadi jatuh tuh, jadi sakit kan lutut," ceplos salah seorang tamu sambil tertawa cekikikan. Belda mendelik matanya, sa
"Terus kenapa kamu? Kalau tidak diundang datang?" Tanya Tante Mirna. "Ya kan bentuk solidaritas, setidaknya aku menjalin silaturahmi sama mantan keluarga suamiku," jawab Belda dengan wajah ditekuk."Kamu tahu siapa keluarga suami kamu itu kan? Dia itu bukan keluarga biasa. Mereka itu konglomerat, aduh Belda, sudah deh jangan bikin malu Tante kalau tidak diundang," ketus tante Mirna dengan wajah kesal. "Biarin atuh tante, kalau tidak cara seperti ini, acara apa lagi aku harus merebut perhatian Mas Alex sama Nizam," tukas Belda, wajahnya masih memperlihatkan tidak senang dengan ucapan tante Mirna."Tapi....." Ucapan tante Mirna langsung dipotong sama Belda. "Sudahlah tante jangan banyak komentar, aku sekarang pergi," Belda buru-buru menyambar kunci mobil yang berada di atas nakas. Dia Lalu keluar dari rumah tante Mirna, menuju rumah tante Lala. "Aku harus bisa merebut perhatian mereka berdua, dengan cara apapun aku harus bisa," tekad Belda begitu besar untuk kembali memiliki keduany
Nilam menyambut kedatangan orang tua dan adik-adiknya. Mereka datang menjelang magrib. Titin yang kangen dengan cucunya langsung menggendong Nizam, cucunya itu terlihat senang dalam gendongan neneknya. Kedua adiknya Nilam langsung beristirahat di lantai atas, mungkin mereka kelelahan selama dalam perjalanan.Nizam terus bermanja-manja dalam gendongan Titin. Cucunya itu terlihat sangat kangen sama neneknya. Pipi Titin sampai di cium berkali-kali sama Nizam."Sayang, makin tambah cakep aja cucu nenek," Titin terus menciumi pipi Nizam yang gembul. Nizam duduk di pangkuan Titin, lalu dia Udin. Dia terlihat sangat senang dengan kedatangan keluarga dari ibunya. Nilam masih terlihat lemas, wajahnya tampak pucat. Bibirnya juga terlihat kering, matanya terlihat sembab dan sayu."Kamu masih pusing Teh?" Tanya Titin. "Iya Bu, malah aku terasa mual," jawab Nilam pelan. "Sudah periksa ke dokter belum?" Tanya Titin. "Belum," jawab Nilam sambil menggelengkan kepalanya."Bau makanan tidak? Kalau
"Ada apa Wak Ratmi?" Ternyata kakaknya Udin yang datang, wajah beliau tampak murung. "Ada apa Ceu ke sini?" Tanya Udin. "Hmmmm, Aku butuh uang Din," jawab Wak Ratmi sambil menundukkan kepala.Udin menautkan kedua alisnya, karena baru seminggu kemarin kakaknya minta uang. "Lho, bukannya hari Minggu kemarin Udin ngasih 200 ribu? Memangnya uang itu sudah habis lagi?" Tanya Udin. "Kemarin dipinjam sama si Herni menantuku. Katanya buat bayar anak sekolah," jawab Wak Ratmi. Udin menghela nafasnya dalam-dalam, seandainya dirinya bukan seorang laki-laki, harus bertanggung jawab sama kakak perempuannya. Artinya sedikit jengkel tapi harus bagaimana lagi. "Memangnya ceuceu butuh berapa?" Tanya Udin. "Aku butuh sekitar 1 juta, nanti aku bayar kalau sudah panen kelapa," jawab Wak Ratmi. "Besar amat sih ceu?" Tanya Udin, terlihat wajahnya terkejut. "Itu uang buat si Tatang, katanya dia punya hutang di kantor," jawab Wak Ratmi."Hutang apa memangnya?" Tanya Udin ingin tahu. "Sudahlah janga
Nilam turun dari mobil, dia terlihat cantik sekali, baju gamis yang dikenakannya sangat cocok dengan postur tubuhnya yang langsing, demikian pula dengan hijab yang dikenakan. Pokoknya penampilan Nilam sangat sempurna."Terima kasih pak," ucap Nilam sama sopir pribadinya, dia selalu ramah dan sopan pada siapapun. Nilam tidak pernah membeda-bedakan orang, begitu pula di rumahnya. Dia selalu bersikap baik, bahkan selalu mengajak para pegawainya untuk makan bersama.Tangan Nilam terlihat membawa paperbag yang isinya makanan kesukaan Tuan Alex. Begitu masuk ke lobby, berapa orang pegawai mengangguk hormat. Saat si resepsionis sedang bersitegang dengan Belda, matanya menangkap sosok Nilam yang baru masuk. Resepsionis itu wajahnya langsung berubah ramah, dia langsung menyapa Nilam."Selamat siang Nyonya Nilam," ucap resepsionis itu sambil tersenyum meramal. Sontak Belda menoleh, karena wajah si resep tiba-tiba berubah. Dia ikut menoleh, wajahnya langsung tercengang melihat Nilam sedang be
Nilam turun dari mobil, dia terlihat cantik sekali, baju gamis yang dikenakannya sangat cocok dengan postur tubuhnya yang langsing, demikian pula dengan hijab yang dikenakan. Pokoknya penampilan Nilam sangat sempurna."Terima kasih pak," ucap Nilam sama sopir pribadinya, dia selalu ramah dan sopan pada siapapun. Nilam tidak pernah membeda-bedakan orang, begitu pula di rumahnya. Dia selalu bersikap baik, bahkan selalu mengajak para pegawainya untuk makan bersama.Tangan Nilam terlihat membawa paperbag yang isinya makanan kesukaan Tuan Alex. Begitu masuk ke lobby, berapa orang pegawai mengangguk hormat. Saat si resepsionis sedang bersitegang dengan Belda, matanya menangkap sosok Nilam yang baru masuk. Resepsionis itu wajahnya langsung berubah ramah, dia langsung menyapa Nilam."Selamat siang Nyonya Nilam," ucap resepsionis itu sambil tersenyum meramal. Sontak Belda menoleh, karena wajah si resep tiba-tiba berubah. Dia ikut menoleh, wajahnya langsung tercengang melihat Nilam sedang be