Dia jatuh cinta untuk pertama kalinya pada pandangan pertama.
Terdengar klise dan mustahil bahwa dia jatuh cinta untuk pertama kalinya di umur sembilan belas tahun, namun Sandra Alinskie tidak memiliki kuasa atas perasaannya sendiri.
Sebagai anak tunggal seorang miliarder pemilik perusahaan multinasional, Sandra sudah dipastikan akan menikah dengan orang yang memiliki kedudukan dan status penting. Untuk itu, orang tuanya berpikir bahwa Sandra harus memiliki keahlian yang menonjol.
Selain belajar di sekolah swasta bergengsi, dia juga diikutkan dalam banyak kursus: les piano, melukis, dan kursus dua bahasa asing sekaligus. Saat berumur tiga belas tahun, Sandra sudah mahir melakukan percakapan dalam bahasa Prancis dan Mandarin.
Sayangnya, tidak peduli seberapa banyak piala dan piagam yang dia dapatkan dari lomba piano atau lomba cerdas cermat, itu semua tidak akan mengubah pandangan papanya yang tradisional. Aliasta Company tidak mungkin dipimpin oleh seorang wanita.
Hari ini kediaman Alinskie kedatangan seorang tamu penting dan mamanya mengingatkan kalau dia harus ikut turun untuk makan malam bersama. Sandra merasa heran karena selama ini dia tidak pernah diajak ketika orang tuanya melakukan perjamuan makan. Dia jadi berpikir sepenting apakah tamu itu.
Dia memilih midi dress berwarna baby blue polos yang longgar. Setelah meratakan bedak tabur bayi dan sedikit lip balm, dia memakai kembali kacamata dengan bingkai hitamnya sehingga wajahnya kelihatan jelas dalam pantulan kaca.
Tampangnya biasa-biasa saja, tak ada yang spesial. Matanya berwarna coklat hazel, rambut hitam sebahu yang membosankan, bulu matanya memang lentik namun tidak lebat. Hidungnya bukan tergolong mancung ataupun pesek, mulutnya mungil dengan bagian bawah sedikit lebih tebal. Sandra tersenyum pada dirinya sendiri dan dua lesung pipi muncul. Mungkin hanya itu daya tariknya.
Akhirnya rasa penasaran Sandra terjawab dan dia tanpa sadar menahan napasnya sendiri ketika pria itu masuk ke dalam aula mansion Alinskie. Tidak mungkin pria ini nyata dan hidup di dunia. Dia bagaikan malaikat berhalo tanpa sayap.
Kedatangan pria itu langsung disambut ramah dengan jabatan tangan orang tuanya. Sandra sampai harus menurunkan tatapan matanya karena gugup. Pria itu memiliki rambut berwarna hitam pekat dengan mata abu-abu yang pucat hampir menyerupai warna silver. Wajahnya maskulin dengan rahang yang tegas, hidung mancung dan bibirnya manis.
“Moses, ini Sandra. Sandra, dia Moses Bramasta,” ucap mamanya saat mata pria itu melihat Sandra.
Dia mengulurkan tangannya. “Moses Bramasta.”
Jantung Sandra tidak bisa berhenti berdegup, dia sampai takut pria berbadan tinggi dan atletis ini bisa merasakannya melalui jabatan tangan mereka.
“Namaku Sandra. Sandra Alinskie,” ucapnya kikuk.
Moses memberinya sebuah senyuman. “Sandra… Nama yang bagus. Artinya penjaga atau penolong bagi setiap orang. Benar bukan?”
Sandra tersipu malu dan mengangguk. Dia suka mendengar suara Moses menyebut namanya. Tangannya masih digenggam erat seakan Moses tidak ingin melepasnya.
Papanya berkata, “Baiklah, kita langsung mulai makan malamnya saja.”
Moses melepas tangan Sandra dan dia sedikit kecewa, seperti kehilangan sesuatu yang berharga.
Papanya, Joe Alinskie berjalan duluan di depan dengan Moses. Sandra dan mamanya, Pritta Alinskie, mengikuti dari belakang.
“Terima kasih sudah mengundangku makan malam, Tuan Alinskie.”
“Jangan sungkan. Justru aku yang senang karena kamu sudah menerima ajakanku. Setelah makan, ada hal penting yang mau kubicarakan.”
“Benarkah? Hal penting apa?” tanya Moses.
Pritta menyela dengan nada lembutnya, “Hal penting itu bisa menunggu setelah perut terisi penuh. Semoga kamu suka dengan masakan koki kita, Moses.”
Selama makan malam berlangsung, Sandra beberapa kali mencuri pandang ke arah Moses. Dia berusaha menghentikannya, sumpah. Tapi seakan ada magnet yang membuat tatapan matanya tak bisa lepas.
Di tengah pembicaraan Moses dengan papanya, tidak sengaja mata mereka bertemu. Panas menjalar melalui pembuluh darahnya, dia sedikit gelisah karena sudah ketahuan secara terang-terangan memperhatikan pria itu. Tapi Moses memberinya satu senyuman kecil.
Hatinya berteriak kencang. Ini adalah senyuman kedua dari Moses Bramasta untuknya.
Setelah makan malam, Moses mengikuti Joe masuk ke ruang kerjanya. Sandra menunggu di ruang tamu, berharap dia dapat mengantar kepulangan Moses. Namun mereka tidak kunjung keluar dan mamanya menyuruh Sandra untuk tidak menunggu lagi karena besok dia ada kelas pagi.
Dengan berat hati, Sandra naik ke kamarnya dan tidak bisa tidur malam itu. Saat dia memejamkan matanya, Moses Bramasta selalu muncul.
***
Lima Tahun Kemudian
Sandra menaikkan kacamatanya yang melorot dan memperhatikan sekeliling restoran italia yang ramai itu. Dia melihat suaminya duduk paling ujung, dekat jendela, sedang mengetik sesuatu di ponselnya. Segelas koktail berada di atas meja.
Walaupun mereka telah menikah selama 5 tahun, tapi hatinya masih bisa berdegup sekeras ini. Dia menarik napas dalam-dalam, menenangkan dirinya sendiri.
Sandra menarik kursi velvet berwarna abu itu sebelum Moses sempat berdiri menyambutnya. "Maaf aku telat. Urusan di kantor banyak banget.”
"Hai, Sandra. Tidak apa-apa. Maaf aku membuat janji mendadak begini.” Moses meletakkan ponselnya di atas meja.
Moses masih mengenakan jas kerja. Sandra suka melihat suaminya itu berpakaian jas, aura superiornya terpancar, menunjukkan statusnya sebagai CEO perusahaan besar. Ya, Moses Bramasta adalah presiden direktur dari perusahaan multinasional yang merancang dan memproduksi pesawat terbang, The Aliasta Company. Perusahaan ini juga menyediakan jasa penyewaan produk. Setelah mereka menikah, perusahaan mendiang ayah Moses merger dengan perusahaan Joe Alinskie.
“Kamu mau makan apa?” Moses menekan bel di atas meja untuk memanggil pelayan datang.
“Aku minum saja. Tadi di kantor sudah makan.” Sandra menolak halus. Dia tidak menyangka suaminya akan mengajak makan malam di restoran italia yang terkenal romantis ini.
Saat suaminya sedang sibuk melihat menu, Sandra diam-diam memperhatikannya. Moses masih terlihat muda dan tidak kelihatan kalau sebentar lagi akan menginjak kepala tiga. Badannya tetap atletis karena rajin olahraga. Mungkin hanya pembawaan dirinya saja yang tampak lebih dewasa dan matang daripada lima tahun yang lalu.
“Bagaimana kerjaanmu, Moses?”
“Semuanya lancar saja seperti biasa tapi aku mengajakmu dinner bukan untuk membicarakan tentang pekerjaan."
Sandra tertegun sejenak. Akhir-akhir ini mereka tidak pernah membicarakan hal lain selain pekerjaan. Bisnis adalah tali penghubung mereka selama bertahun-tahun menjadi pasangan suami istri.
Ponselnya tiba-tiba berdering dan Moses kelihatan ragu untuk menerimanya setelah melihat nama yang tertera di layar. Dia berdehem dan beranjak berdiri. "Maaf."
Sandra menganggukkan kepalanya namun Moses dengan cepat sudah melewatinya. Dia menatap punggung suaminya sampai keluar dari pintu. Sembari menunggu, Sandra melihat sekelilingnya. Restoran itu ramai dengan pasangan yang menyantap makan malam bersama. Dia jadi berpikir apakah dirinya dan Moses juga terlihat seperti sepasang kekasih.
Moses kembali tepat di saat pelayan juga sedang menghidangkan steak sapi pesanannya dan jus strawberry yang dipesan Sandra.
“Kita memang sudah jarang bicara hal diluar bisnis ya, Sandra.” Moses tertawa kecil, tapi Sandra dapat melihat wajahnya sedikit tegang malam ini.
“Kalau kamu ada kesulitan, katakan saja Moses. Aku siap membantu."
Moses memperhatikan Sandra dari atas kepala sampai ke bawah badannya. Saat pandangannya terhalang oleh meja, dia kembali menatap wajah Sandra. Tatapan intensnya membuat Sandra menahan dirinya untuk tidak bergerak.
“Aku minta cerai."
Perkataannya mengejutkan Sandra. Itu bukan tiga kata yang dia harap keluar dari mulut suaminya, namun dengan terampil dia memalsukan ekspresinya, mencoba untuk mengunci pikirannya yang berkeliaran dan berkonsentrasi pada situasi sekarang.
Dia tau kalau Moses bukanlah suami paling setia di dunia. Selama 5 tahun mereka menikah, tidak terhitung sudah berapa banyak wanita yang dikencani Moses. Atau dia yang sudah malas menghitungnya setelah yang ketujuh. Kebanyakan adalah para model dengan tubuh tinggi, langsing dan memiliki wajah yang indah.
Sandra hanya menutup sebelah mata. Dia tidak pernah mengungkit perselingkuhan suaminya di luar karena pernikahan mereka tidak didasarkan atas cinta. Lebih tepatnya, didasarkan atas cinta bertepuk sebelah tangan.
Namun Sandra tidak pernah berpikir bahwa Moses akan menceraikannya karena wanita yang dia cintai, tidak dapat dia miliki. Jadi kenapa baru sekarang dia minta cerai setelah mereka menikah selama lima tahun?
Perkataan Moses yang berikutnya seakan menjawab keheranan yang tidak ditanyakan Sandra.
"Aku mau menikah dengan Jessica."
“Aku mau menikah dengan Jessica.”Moses akhirnya mengatakan keinginannya yang terpendam. Dia sudah merencanakan semuanya beberapa bulan yang lalu, tapi dia ingin Sandra menjadi yang pertama tau. Bahkan Jessica sendiri belum tau rencananya.Hari ini Sandra memakai blazer hitam berbahan tweed dan kemeja sutra berwarna putih yang kelihatan besar untuk badannya serta rok kantor tidak ketat dengan panjang selutut. Rambut hitamnya dicepol keatas, sangat rapi tanpa cela. Wajahnya datar saja bahkan tanpa ekspresi setelah mendengar pernyataan Moses.Istri lelaki lainnya pasti sudah menangis, menjerit, memukul atau mencakar suaminya yang tanpa angin tanpa hujan, tiba-tiba minta cerai. Tapi tidak dengan istri Moses.‘Sial! Aku tidak tau harus bahagia atau miris mendapatk
Sandra keluar dari mobil SUV yang dikendarai James, supir pribadi keluarga Alinskie yang sudah mengabdi selama puluhan tahun. Ia masuk ke gedung pencakar langit yang megah dan berbentuk seperti piramida, terletak di tengah kota terbesar di negara bagian Amerika Serikat Illinois, Chicago. Dengan kartu VIP, Sandra mendapat akses lift pribadi yang langsung menuju lantai kantor suaminya. Asisten Moses, Felysia, menyapa dari balik meja marmer hitam. “Selamat siang, Nyonya Alinskie. Ada keperluan apa?” “Aku sudah janji dengan suamiku, Felysia.” Sandra tersenyum padanya. Asisten muda yang cantik itu keluar dari balik mejanya, “Oh... Tapi Tuan Moses belum kembali, Nyonya. Dia bilang pergi makan siang.” Felysia adalah asisten Moses selama beberapa tahun
Sandra membuka matanya dan menatap Moses dengan wajah tenang, tak berekspresi. “Aku mau seorang anak darimu, Moses.” Cairan itu hampir tersembur keluar dari mulutnya, dan Moses terbatuk. Dia memukul dada bidangnya beberapa kali. “Kamu baik-baik saja?” tanya Sandra khawatir. “Apa? Aku tidak salah dengar?” Moses memastikan lagi. “Apakah syaratku berlebihan?” Dia meletakkan kaleng bir itu di atas meja, seakan tidak tertarik lagi untuk meminumnya. “T-tidak sama sekali... Dulu kita memang berjanji akan menunggu dua tahun sampai kuliahmu selesai kan?” Moses tertawa kecil, mengingat janji yang mereka buat saat mereka menikah.
“Sandra, kamu sungguh polos atau berpura-pura lugu? Maksudku di atas ranjang.” Moses menatap wajah istrinya yang panik. Sangat jarang sekali Sandra menunjukkan emosinya secara terang-terangan. Biasanya Moses harus menerka-nerka apa yang ada di pikiran istrinya karena dia selalu memasang wajah datar. Namun kali ini, Moses tau kalau istrinya benar-benar terkejut oleh perkataannya. 'Damn! Aku sendiri terkejut dengan perkataanku. Tapi tidak mungkin aku setuju dengan inseminasi buatan! Aku seorang pria yang sehat dan dalam kondisi prima untuk membuat seorang anak!' jerit Moses dalam hati. Dokumen yang dikoyak Moses berisi beberapa poin tentang inseminasi buatan dan bagaimana mereka akan membagi hak asuh anak dengan damai. Tangan Moses masih melingkar di pinggang Sandra. Dia tidak menyangka pinggang istrinya sangat ramping dan kecil. Sandra tidak setinggi Jessica, kepalanya hanya mencapai dada Moses namun dia dapat merasakan bagaimana tubuh Sandra
Moses berlari keluar dari lift menuju kamar nomor 6 setelah mendapat informasi dari resepsionis rumah sakit swasta ternama yang ada di kota Chicago. Dia membuka pintu geser berwarna putih itu dan mendengar sedikit percakapan serius dua orang yang tidak menyadari kehadirannya.Yang dia dapat dengar dengan jelas adalah suara istrinya berkata, “Tidak perlu memohon padaku karena permintaan Oma akan terkabulkan sebentar lagi. Aku dan Moses akan bercerai."Oma Agatha yang duluan sadar akan kedatangan cucu kesayangannya berkata lirih, “Moses…”Disusul dengan Sandra yang menoleh ke arah pintu. Moses memberi istrinya tatapan tajam saat Sandra menarik tangannya dari genggaman oma, seakan wanita dingin itu tidak mau dipegang dan didekati oleh siapa pun.Selama lima tahun merek
Samuel Parker, pemain serial drama sekaligus penyanyi solo yang sedang hits di Korea Selatan dan namanya juga mulai dilirik oleh fans global. Demi mengepakkan sayap bisnis di kawasan Asia, Sandra rela membayar mahal jasa Samuel Parker setelah berunding lama dengan tim kreatif perusahaannya.Dia berwajah manis yang menawan dan memiliki aura superstar yang tidak main-main. Dia juga sangat ramah ketika para fans-nya di Chicago menyambut Samuel yang baru saja tiba di O’hare International Airport.Attitude-nya bagus. Dia mencintai para fans yang mendukungnya dan juga sebaliknya. Yang lebih ekstrem adalah saat salah satu penggemarnya menerobos naik ke atas panggung, Samuel malah mengajaknya menyanyi bersama sebelum orang itu ditarik turun oleh petugas keamanan.Itu yang dibisikkan oleh Bambi, asisten pribadi Sandra saat mereka meli
Keesokan harinya, Moses mengajak Jessica dan anak perempuannya, Kylie untuk menjenguk Oma Agatha di rumah sakit. Anak berumur empat tahun itu terlihat duduk di atas kasur sambil memainkan boneka beruangnya. Moses berdiri di samping kasur. “Dokter bilang oma besok sudah bisa keluar dari rumah sakit. Jadi mulai besok oma harus tinggal bareng aku sama Sandra.” Agatha mengelus rambut Kylie. “Aku sudah terbiasa tinggal sendirian. Lagipula aku tidak akrab dengan Sandra… Lebih baik tidak usah, Moses.” Jessica meletakkan sepiring buah apel di atas meja, dia ambil satu dan menyuapi anaknya. “Kalau tinggal bareng Moses, oma ada yang jagain. Jadi Moses juga lebih tenang.” “Ada yang temenin aku di rumah juga kok. Moses aja yang tidak bisa percaya sama asisten rumah tanggaku.”
“Nona Sandra, kita sudah sampai. Nona Sandra….” James mencoba untuk membangunkan nonanya. Panggilan itu sudah melekat sejak dia mengabdi pada keluarga Alinskie.Sandra perlahan membuka kedua matanya setelah dibangunkan James. Dia melihat mansion elegan bergaya neo-klasik dari kaca jendela mobil, lalu dia turun dengan perasaan berat dan lelah.Sesi pengambilan foto telah berakhir dengan sukses. Sandra biasanya selalu pulang tepat waktu tapi sejak kedatangan Samuel, Sandra selalu pulang kemalaman.Pria itu bersikeras Sandra harus menemaninya melihat pertunjukan teater di Chicago Theatre, setelah itu dia bilang lapar jadi Sandra menemaninya pergi makan dulu sebelum akhirnya bisa sampai di rumah tiga puluh menit sebelum jam 12 malam.Dia masuk ke aula mansion besar yang gelap