Home / Romansa / Satu Tahun Jadi Istrimu / Bab 3. Gelas atau Sendok

Share

Bab 3. Gelas atau Sendok

Author: Liani April
last update Last Updated: 2025-07-09 15:08:42

Tempat janji temu keluarga Tavira dan Darian adalah sebuah restoran kenamaan di tengah kota. Mobil dan sopir dari keluarga Haryodipura menjemput Tavira dan Mama ke sana.

Perjalanan hanya memakan waktu tiga puluh menit, tapi rasa berdebar di dada Tavira tak kunjung reda. Ia duduk gelisah sepanjang jalan, menggenggam ujung gaun merah muda yang sudah rapi sempurna. Tidak lupa hiasan jepit di rambut panjang gelombangnya.

Sebenarnya Tavira tidak berniat berdandan, memakai gaun yang indah, ataupun hiasan jepit. Untuk apa mempercantik diri. Darian sudah dipastikan tidak akan tertarik padanya.

Jangan lupa, dia tadi menawarnya lima puluh miliar.

Namun, ia melakukan itu untuk Mama. Juga orang tua Darian yang tiap menitnya menelepon Mama menanyakan sudah sampai mana. Mereka tak sabar ingin bertemu.

Setibanya di restoran, mereka langsung diantar ke meja VIP tempat Darian dan keluarganya sudah menunggu. Darian tengah berbincang dengan ayahnya ketika Tavira dan Mama tiba.

“Selamat datang, Tavira dan Yuni!” sambut ibunda Darian ramah. Anna—atau biasa dipanggil Bunda.

“Maaf sedikit terlambat, Anna,” balas Mama sambil tersenyum.

Setelah basa-basi singkat, Tavira pun duduk di kursi kosong. Hanya kursi di hadapan Darian saja yang kosong. Seolah sudah diatur sedemikian rupa agar kedua insan itu bisa saling tertatapan.

Tavira meluruskan tatapan pada lelaki yang barusan saja menawari pernikahan kontrak di hotel padanya.

Cara menatap Darian masih sama. Tajam dan menusuk. Seolah membuktikan dia yang memegang kendali pertemuan malam ini.

Tidak ada kesempatan bagi Tavira untuk membocorkan masalah pertemuan rahasia tadi. Atau kesepakatan yang belum mendapat jawaban. Segera. Jawaban itu harus diputuskan malam ini. Di depannya. Di depan para orang tua.

Malam itu seharusnya jadi momen kedekatan antara dua calon mempelai. Tapi justru para orang tua yang lebih banyak bicara. Tentang persiapan pernikahan, kehidupan sehari-hari, sampai hal-hal remeh yang bahkan tak menarik perhatian Tavira maupun Darian.

Darian tak banyak bicara. Berbeda dari pria yang Tavira temui di hotel tadi. Di sini, ia hanya makan ketika waktunya makan, tersenyum sopan saat dirinya disinggung, dan menjawab singkat ketika Mama bertanya mengenai kesibukannya.

“Aku hanya sibuk di kantor.”

Itu kalimat terpanjangnya malam itu.

Tavira sendiri? Sibuk menatap Darian. Masih tak percaya lelaki yang selama ini ia kagumi, kini duduk di hadapannya sebagai calon suami. Dan sekaligus lelaki yang menghancurkan angan-angannya tentang pernikahan.

Pernikahan kontrak satu tahun, huh?

Baginya, pernikahan adalah ikatan suci. Bukan sekadar formalitas atau alat tawar-menawar.

Tahukah dia jika sejak awal saja hubungan ini dimulai sebagai permainan, apakah Tuhan tak akan murka?

Dan kenapa harus Tavira yang mengambil keputusan? Kenapa Darian begitu mudah menyerahkan beban itu ke pundaknya?

Wajah Tavira sejak tadi murung. Tatapannya lebih banyak tertunduk, terutama ketika seorang pelayan meletakkan gelas berisi air di hadapannya.

Biasanya, Tavira dikenal sebagai pribadi ceria, supel, dan banyak bicara. Tapi malam ini, diam. Bahkan tak sekalipun menanggapi obrolan orang tua.

Mama tampak menyadari perubahan itu.

“Maaf ya, Anna. Tavira biasanya nggak begini. Mungkin dia tegang karena bertemu langsung dengan Darian.”

Tebakan Mama tepat, jika saja yang dimaksud adalah pertemuan pertama di hotel tadi siang. Tapi kini, bukan hanya gugup. Ada keruwetan yang jauh lebih dalam.

"Darian, bukankah seharusnya kamu juga berbincang dengan Tavira? Atau kamu butuh ruang untuk bicara berdua?"

Ayah Darian ikut memanasi. Seolah mengajarkan anak lelakinya untuk duluan bertindak dibanding wanita.

"Enggak usah. Kami di sini saja."

Halus sekali caranya menolak. Padahal Tavira tahu Darian hanya tidak mau berdua saja dengannya. Seperti Tavira ini sesuatu yang menjijikan baginya.

Darian menoleh pada Tavira. "Kamu mau minum, Tavira?”

Tavira langsung paham. Itu kode. Jika ia meneguk air dari gelas, artinya setuju. Jika tidak, dan justru meletakkan sendok di sisi piring, artinya menolak.

Tatapan Darian tak berpaling dari Tavira. Menunggu jawaban yang sudah saatnya Tavira putuskan.

Pernikahan satu tahun, minum di gelas.

Tidak ada pernikahan, sendok di sisi piring.

Yang mana?

Sekilas Darian membuat kerlingan di mata seperti bicara dengan isyarat.

'Pikirkan baik-baik. Apa kau benar-benar mau mengacaukan wajah bahagia keluarga kita malam ini?'

Huf!

Baiklah. Tavira tahu harus memilih apa.

Ia meraih gelas. Diteguknya perlahan sampai habis. Suara tegukan kecil itu terdengar cukup jelas di tengah sunyi sejenak.

Darian melihatnya. Wajahnya tetap tenang, tapi matanya sedikit menyipit, menyadari pilihan Tavira sudah dibuat.

Gelas ditaruh kembali. Tavira mengangkat wajah, menatap Darian. Lalu menatap Mama, Bunda dan Ayah Darian secara bergantian.

“Mama, Bunda... bolehkah kita percepat pernikahannya jadi bulan ini?” tanyanya mantap.

Semua orang di ruangan itu menoleh. Terkejut.

Tapi Tavira tahu, ucapan itu bukan hanya untuk mereka. Itu juga ditujukan untuk lelaki dingin di hadapannya. Tantangan sekaligus pernyataan: Kalau ini permainanmu, aku akan ikut bermain. Tapi dengan caraku.

Dia tahu Darian mungkin tidak menyukainya. Dan tahu juga, kelak mereka akan bercerai. Tapi selama satu tahun ini, Tavira akan menjadi istri Darian. Itu cukup.

Dia tidak ingin patah hati malam ini. Setelah menunggu selama dua puluh lima tahun, ini bukan waktunya menyerah.

Juga, demi Mama. Agar ia tidak kecewa.

Nanti, setelah semuanya berakhir, Tavira yang akan menanggung semuanya. Termasuk menjelaskan dan memulai hidup baru dengan uang lima puluh miliar dari Darian.

Darian memerhatikan Tavira cukup lama. Lalu, perlahan, ia melipat tangan di atas meja.

Salah satu ujung bibirnya terangkat.

Dia... tersenyum?

BERSAMBUNG

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Satu Tahun Jadi Istrimu   Bab 6. Perjanjian di Atas Kertas

    Mobil berhenti tepat di depan sebuah gerbang besi tinggi dengan ukiran detail dan elegan. Tavira menelan ludah saat gerbang terbuka perlahan, memperlihatkan halaman luas seperti taman botani, lengkap dengan air mancur, pohon-pohon tua, dan lampu taman bergaya Eropa. Ia tidak pernah membayangkan akan masuk ke rumah seperti ini. Setidaknya bukan sebagai penghuni. Darian tak menunjukkan ekspresi apa pun. Hanya menyetir. Seolah tidak ada hal luar biasa yang sedang terjadi. Mobil melaju pelan hingga berhenti di depan pintu masuk utama. Dua orang staf rumah tangga langsung datang membukakan pintu, menyambut dengan sopan. “Selamat datang, Nyonya.” Nyonya. Tavira hampir menoleh ke belakang, mencari siapa yang mereka panggil, sebelum sadar itu dirinya sekarang. Langkah pertama Tavira ke dalam rumah terasa seperti melangkah ke dunia lain. Lantai marmer putih mengilap memantulkan bayangan langit-langit kristal yang tergantung puluhan lampu gantung. Aroma bunga segar dan kayu mahal memen

  • Satu Tahun Jadi Istrimu   Bab 5. Hari Pernikahan

    “Bunda, apa mungkin Darian punya seorang wanita yang dia sukai, tapi bukan Tavira?”Bunda tertawa dengan caranya yang paling menawan. Tavira memandangi Bunda, yang meski lebih tua puluhan tahun, masih tetap memancarkan kecantikan eksotis. Wajahnya segar, jauh dari keriput, seolah tak pernah tergerus waktu. Seperti wanita yang terjebak dalam kutukan awet muda.“Tavira, Tavira... Enggak mungkin Darian seperti itu,” kata Bunda sambil menggeleng-gelengkan kepala, tertawa pelan.“Darian itu, seumur hidupnya nggak pernah berurusan dengan wanita. Lihat saja, hampir semua pegawai di kantornya lelaki. Sekretaris atau asisten pribadinya juga lelaki. Darian kaku sekali dengan wanita. Mana mungkin dia punya pacar?”Tavira merasa bingung. Apa yang harus ia rasakan? Sebuah rasa lega atau malah semakin terpuruk? Bunda seolah menegaskan bahwa tak ada ruang bagi Tavira di hati Darian yang dingin terhadap wanita.Tavira mencebik, berusaha menyembunyikan kekecewaannya. Tapi Bunda dengan cepat menangkap

  • Satu Tahun Jadi Istrimu   Bab 4. Ada Wanita Lain

    Hari ini hari fitting baju.Kali ini, Bunda yang menemani Tavira dan Darian fitting di butik milik desainer langganan keluarga Haryodipura.Model gaun sudah ditentukan oleh sang desainer. Ia hanya perlu ukuran pasti tubuh Tavira agar gaun itu nampak pas di hari pernikahan yang tinggal beberapa hari lagi.Efek dari permintaan Tavira agar pernikahan dipercepat, semua persiapan pernikahan pun dikebut. Jadwal yang semula disusun untuk dua hingga tiga bulan ke depan, kini dimampatkan dalam hitungan minggu. Gedung, dekorasi bernuansa mewah, katering, hingga souvenir tamu, semuanya sudah dikonfirmasi pagi tadi, sebelum mereka ke butik ini.Meski awalnya Bunda menjadwalkan waktu yang lebih panjang, namun permintaan Tavira malam itu cukup menyentuh. Dalam hati kecilnya, Bunda memang menginginkan hal yang sama. Agar pernikahan itu dipercepat.Sudah bukan rahasia, Bunda begitu menyukai Tavira sejak lama. Ia selalu ingin memiliki anak perempuan, tapi takdir berkata lain. Ia hanya diberi seorang p

  • Satu Tahun Jadi Istrimu   Bab 3. Gelas atau Sendok

    Tempat janji temu keluarga Tavira dan Darian adalah sebuah restoran kenamaan di tengah kota. Mobil dan sopir dari keluarga Haryodipura menjemput Tavira dan Mama ke sana.Perjalanan hanya memakan waktu tiga puluh menit, tapi rasa berdebar di dada Tavira tak kunjung reda. Ia duduk gelisah sepanjang jalan, menggenggam ujung gaun merah muda yang sudah rapi sempurna. Tidak lupa hiasan jepit di rambut panjang gelombangnya. Sebenarnya Tavira tidak berniat berdandan, memakai gaun yang indah, ataupun hiasan jepit. Untuk apa mempercantik diri. Darian sudah dipastikan tidak akan tertarik padanya.Jangan lupa, dia tadi menawarnya lima puluh miliar.Namun, ia melakukan itu untuk Mama. Juga orang tua Darian yang tiap menitnya menelepon Mama menanyakan sudah sampai mana. Mereka tak sabar ingin bertemu.Setibanya di restoran, mereka langsung diantar ke meja VIP tempat Darian dan keluarganya sudah menunggu. Darian tengah berbincang dengan ayahnya ketika Tavira dan Mama tiba.“Selamat datang, Tavira d

  • Satu Tahun Jadi Istrimu   Bab 2. Satu Tahun atau Tidak Sama Sekali

    Tavira tetap diam saat resepsionis menutup pintu, meninggalkan mereka berdua di ruangan yang terasa lebih sunyi daripada seharusnya.Lelaki yang selama ini hanya ia lihat lewat layar berita, kini berdiri tepat di hadapannya. Jauh lebih nyata, lebih dingin, dan lebih tak terjangkau daripada semua fantasinya.“Silakan duduk,” ujar Darian, datar.Tavira menurut. Duduk tegak, menjaga sikap meski pikirannya masih liar. Sempat ia berpikir aneh. Mereka di hotel, hanya berdua. Mungkinkah…? Tidak. Wajah Darian terlalu datar untuk menyimpan hasrat padanya.Ia menatap pria itu penuh tanya. “Kenapa aku dipanggil ke sini?”Tanpa menjawab, Darian mengambil map hitam dari meja, mengeluarkan selembar kertas, dan mendorongnya ke arah Tavira.“Bacalah.”Tavira menunduk. Matanya menyusuri baris-baris tulisan itu. Napasnya tercekat saat sampai di paragraf kedua.PERJANJIAN PERNIKAHAN KONTRAK — DURASI: SATU TAHUN.Ia menatap Darian, butuh penjelasan. “Apa ini?”“Pernikahan kontrak. Selama satu tahun. Sete

  • Satu Tahun Jadi Istrimu   Bab 1. Perjodohan

    Malam ini, Tavira akan bertemu tunangannya – Darian, putra tunggal keluarga Haryodipura.Beberapa jam sebelum pertemuan itu, Tavira berdiri di depan cermin, mematut diri dengan saksama. Gaun merah muda selutut membalut tubuh langsingnya dengan sempurna. Rambut panjang bergelombang ditata rapi, sebagian disingkap jepit mungil yang memperlihatkan pelipis halusnya.Semuanya sudah tampak sempurna. Hanya riasan tipis yang akan ia poleskan menjelang pertemuan nanti malam, pukul delapan.Mama ikut mengintip di depan cermin. Melihat detail gaun dari atas kepala sampai ujung kaki. Semua sudah dipersiapkan Mama dari jauh hari. Baru kali ini Mama bisa berdecak kagum setelah dikenakan putri semata wayangnya itu.Tavira sudah sangat sempurna, tapi gadis itu menghela napas panjang. Cemas pada sesuatu yang tidak Mama ketahui.“Darian akan menerimaku kan, Ma?” cemas Tavira kentara di wajah cemberutnya.Mama mengulas senyum sembari mengelus pundak anaknya.“Tentu saja. Enggak ada yang bisa menolak kam

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status