Share

Satu dan Terakhir, Kisah Cinta Bersama Sang CEO
Satu dan Terakhir, Kisah Cinta Bersama Sang CEO
Penulis: Nyi Mas Ratu Intan

Bab 1

Bab 1

Aku hanya bisa terdiam saat ini, bingung melihat tingkah laku Patra kepadaku. Aku sadar dia sedang mengejar ku saat ini. Dan aku berusaha untuk menghindar dari nya. Patra bukan laki-laki idamanku.

"Yanti."

Patra memanggilku dari bangku sebelah.

"Bagaimana dengan surat cinta yang aku kirimkan kemarin? jawab ya Yanti, aku mohon."

Aku belum pernah jatuh cinta, ini surat cinta pertama yang aku dapatkan, aku harus bagaimana ya? Aku hanya tersenyum saja, dan pergi meninggalkan Patra. 

Sedangkan di situasi yang lain Cipta pun mendesak aku untuk menjawab surat cinta dari Patra, aduh masa pacaran? bagaimana kalau mama dan papa tahu. Pasti nanti aku akan habis-habisan di ledeki oleh mereka, aku rasa ini bukan saat yang tepat untuk aku pacaran. Halo, aku masih anak kelas satu SMP, masa harus punya pacar gitu.

Nanti saja mungkin aku menjawab surat cinta dari Patra, lebih baik aku menghindarinya dahulu, Cipta juga sama aja, ntah di bayar berapa sama Patra untuk jadi Mak combang gitu.

Patra, dia cowok yang lumayan keren sih, hobinya basket dan main sepatu roda. Siapa sih wanita yang tak akan tergila-gila jika melihatnya. Dan hari ini dia menembakku, yakin?

Yakin apa aku akan menolaknya. Ya ampun, berdebar jantungku gara-gara surat cinta ini. Apa ini, apa ini yang di sebut cinta pertama ya? Aku jadi merasa tidak nyaman di sekolah hari ini. Dan aku ingin hari ini jam berjalan lebih cepat dari biasanya.

***

Cipta meminta nomor telepon rumahku, tanpa curiga sih aku berikan saja nomor telepon itu 021- 756139898. Aku bergegas merapihkan alat belajarku yang masih berserakan di atas meja.

Bel sekolah pun berbunyi tandanya kami akan pulang sekolah. Aku mengemasi segala peralatan sekolahku, pasti pak Bayu, sopir papa telah menungguku di depan pagar sekolah. Aku harus segera pergi dari kelas.

Ya benar saja mobil ayah sudah berada di depan dan pak Bayu yang menyusulku. Aku pun bergegas lari ke depan pagar sekolah, tapi Patra menarik tanganku. Dia memintaku untuk memberi waktu sejenak. Dia ingin agar aku dapat mengobrol sebentar dengannya. Apalagi jika tidak menanyakan tentang jawaban itu.

"Yan apa jawabannya, iya atau tidak?"

"Besok saja Aku menjawabnya Patra, maaf sopirku sudah menunggu di depan sekolah."

“Ya sudah, janji besok di jawabnya Yanti?”

“Iya Patra, aku akan menjawabnya nanti.”

“Sini  tangannya, boleh kan aku genggam sampai gerbang sekolah dan aku antar putri yang cantik ini menuju mobilnya?”

“Hem, jangan dulu ya Patra, kita jalan saja ke depan.”

“Ok, apa sih yang tidak untuk Yanti.”

*****

Saat sedang bersantai di dalam kamar, telepon pun berdering. Tak lama kemudian Inah asisten rumah tanggaku memanggil.

"Non Yanti, ini ada telepon."

"Telepon dari siapa Mbak Inah?"

"Telepon dari Mas Patra ini Non."

Aku pun bergegas mengambil gagang telepon di kamarku. "Ya Mbak tutup saja Mbak teleponnya, saya sudah angkat ini di kamar."

"Halo Patra"

"Iya halo ini Patra, kok kamu tahu Yan? Kamu kangen ya sama Aku?”

"Iya Patra ada apa? Kamu telepon aku, kok Kamu tahu sih nomor telepon rumahku? Kamu dapat dari Cipta ya?"

"Yan, aku dapat nomor teleponmu bukan dari Cipta kok, aku dapat dari formulir kegiatan berenang kamu kemarin.”

"Hem begitu, sampai begitu kamu mencuri data-dataku di sekolah Patra?"

"Sudah jangan marah ya, aku cuma ingin bertanya yang tadi, tentang suratku yang kemarin, apa jawabannya?, pasti Kamu tolak aku ya Yan, pasti Kamu tidak tertarik ya sama aku?"

"Duh siapa bilang? Sebenarnya Patra, aku itu sudah sejak lama sering mandangin Kamu, rasanya kalau kita lagi sama-sama memandang kok ada sesuatu yang aneh ya, apakah ini ya yang di namakan cinta Patra?

"Berarti Kamu terima aku jadi pacar kamu Yanti, iya kan Yanti?"

"Iya Patra aku terima Kamu jadi pacar Aku, sudah dulu ya teleponnya Patra, aku ingin mengerjakan tugas sekolah dahulu nih."

"Iya deh Yanti, padahal aku masih kangen dan ingin mendengar suaramu di telepon, sampai besok di sekolah ya Yanti, terima kasih Yan."

"Ok Patra sampai besok di sekolah ya."

"Sama-sama Yan terima kasih sudah jawab telepon aku ya."

Aku pun terbaring di kamarku, kok rasanya jadi gugup begini ya, duh jadi aneh. Mau keluar kamar kok jadi takut dan gugup begini sih, ternyata begini ya rasanya jatuh cinta. Dan aku merasa haus tiba-tiba.

Kemudian aku pun bergegas ke ruang keluarga, pasti mama dan papa sudah lama menunggu aku untuk makan malam bersama di meja makan. Bisa marah dan mengomel mama nanti, jika harus menunggu aku lagi.

Aku banyak menunduk saat makan malam kali ini, rasanya ingin segera menghabiskan sepiring makan malam ku ini dan segera kembali untuk merebahkan tubuhku di atas kasur sambil berkhayal tentang Patra. Dengan tanpa banyak basa-basi kepada mama dan papa aku bergegas menghabiskan makananku di piring.

Sehabis makan malam, aku pamit masuk ke kamar, karena harus mengerjakan tugas sekolah, berkhayal tentang wajah Patra dan tidur. Belum-belum aku kok jadi gugup begini ya. Bagaimana kalau besok bertemu dengan Patra di sekolah. Bisa panas dingin, seakan serba salah jadinya hatiku. Berdebar dan berdetak tak karuan. Dan yang aku pikirkan sekarang hanya Patra, sosok pria idaman teman-teman di sekolah dan tentu idamanku juga yang kini telah resmi menjadi pacar pertamaku.

*****

Keesokan harinya aku berangkat ke sekolah, aku lihat Patra sudah menungguku di depan kelas, duh malu, gugup sekali rasanya, sepatuku mendadak terasa berat. Dia malah berjalan mendekat ke arahku sekarang. Ya ampun apa harus mendekat padaku pagi ini Patra?

"Hai Yanti, senang sekali bisa lihat kamu pagi ini, berarti kita jadian ya mulai hari ini?"

Aku pun hanya dapat menganggukkan kepalaku, dia terus memandangiku terus.

“Yan, kok kamu diam saja, gugup ya? Ini Yan aku bawakan roti dan coklat untuk kamu, jangan lupa di makan ya nanti.”

“Terima kasih Patra, sudah repot-repot membawakan makanan untukku.”

“Nah begitu dong, kalau bersuara kan lebih manis kamu Yanti.”

Patra Anak yang baik, dia selalu memperhatikan tugas-tugas sekolahku. Patra juga anak yang pintar sekali, nilainya selalu bagus, seperti pelajaran Matematika dan Bahasa Inggris sedangkan aku selalu saja memiliki nilai yang jelek. Dari dulu aku tidak suka dengan pelajaran itu, aku lebih suka pendidikan alam atau sosial bahkan sejarah bangsa. Bagiku menghafal semua itu lebih mudah dari pada harus menghitung dengan segala rumus-rumus yang memusingkan kepala ku saja.

Enam bulan ini aku berpacaran dengan Patra, rasanya senang sekali. Dia sering meneleponku setiap pulang sekolah, apa lagi kalau papa dan mama pergi ke kantor. Ya orang tuaku sedang fokus mengurusi bisnis. Terkadang pulang, bahkan sekali-sekali papa sering keluar kota demi bisnisnya itu. Sibuk dan selalu meninggalkan aku hanya dengan Mbok Inah di rumah. Dan itu membuat aku merasa sedikit kesepian sebagai seorang anak tunggal.

Ternyata enggak ada salahnya aku menerima Patra sebagai pacarku, kan malu jika tiap hari di ledeki Dewi dan Ririn jika aku masih jomblo dan tak pernah jatuh cinta. Sekarang mereka berdua bahkan teman satu sekolah pada heran jika Patra telah menjadi pacarku. Tidak tanggung-tanggung aku mendapat pacar seorang cowok idola teman- teman satu sekolah. Dan mereka hanya bisa gigit jari karna iri jika melihat aku jalan dengan Patra.

Dan tak kalah senang sekali rasanya, jika melihat Patra bermain basket atau bermain sepatu roda. Tidak salah dia sangat keren, dan Patra ternyata anak yang baik sekali, tak salah aku memilihnya sebagai pacar pertamaku. Kini aku sudah tak malu-malu lagi menyandang status sebagai kekasih Patra.

“Yan, ayo kita pulang?”

“Tapi kan masih hujan Patra, dan aku sengaja tidak meminta pak sopir menyusulku.”

“Iya, ayo Yanti, kita naik motor dan bermain hujan saja? Seru kan?”

“Kalau nanti aku sakit?”

“Kan ada aku Yanti, aku janji deh, sampai kamu besar nanti akan selalu menjaga kamu.”

“Janji?”

“Iya aku janji, kalau besar nanti Yanti akan pakai baju putrinya dan Patra akan jadi pangerannya mau? Dan kita akan selalu sama-sama.”

Singkat cerita, aku menuruti permintaan konyolnya untuk pulang dan naik motor bersama Patra sambil hujan-hujanan.

***

Benar saja, aku demam malama ini apa lagi kalau bukan karena bermain hujan dengan Patra siang tadi. Dan mama memarahiku habis-habisan begitu pun pak Bayu yang harus janji mengantar dan menjemput aku dari sekolah tanpa ada alasan lagi.

Dua tahun kemudian,

Dua tahun berlalu begitu cepat, aku dan Patra sudah menjadi sahabat dan pacar, dan hari ini Patra harus pindah ke Jepang ikut mama dan papanya yang pindah tugas menjadi diplomat di sana. Kebetulan papa Patra seorang diplomat kini di Jepang, dan tidak ada alasan untuk mereka tidak pergi dan pindah tugas. begitupun Patra dan saudarinya yang harus ikut pindah kesana.

“Yan, aku harus pergi.”

“Kenapa tidak di sini saja, nanti aku belajar dan bermain dengan siapa Patra?”

“Jangan menangis dan sedih begitu Yanti, nanti kalau kita besar Patra akan pulang untuk bertemu Yanti lagi, aku janji.”

“Iya.”

“Aku akan sering telepon dan mengirimi Yanti surat dari Jepang.”

“Janji ya, jangan buat Yanti sedih dan menunggu.”

“Iya, Patra janji.”

Siang ini, sangat sedih aku melihat Patra, om dan tante pergi meninggalkan halaman rumahnya. Entah benar apakah Patra akan kembali nanti. Mobil keluar meninggalkan halaman rumah Patra, dan senyuman Patra pun semakin menjauh dan pergi.

Kini, hanya ada beruang coklat tua ini yang aku genggam dan miliki. Ya Teddy Bear boneka yang Patra berikan untukku. Patra terus menatap aku dari kaca mobil yang terus menjauh, sedih rasanya berpisah dengan Patra. Dan kini benar-benar dia pergi meninggalkan aku.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status