Share

Bab 2

Author: Yessika Sutomo
Yovita kehilangan fokus sejenak di bawah tatapan mata hitam yang kuat itu. Tatapan matanya membuat hati Yovita merasa panik tanpa sebab.

Segera, dia melihat ke nomor kamar itu. Kamar 3906. Dalam sekejap, Yovita menyadari bahwa dia salah kamar.

"Maaf, aku salah kamar."

Yovita melangkah mundur. Tepat pada saat itu, angin bertiup, membuat aroma tubuh Yovita menyerbu hidung pria itu.

'Aroma ini sangat mirip dengan wanita pada malam itu,' pikir pria itu.

Pria itu tiba-tiba mencengkeram pergelangan tangan Yovita!

Yovita terkejut. Telapak tangan pria itu sangat panas. Suhu ini membuat Yovita kembali memikirkan malam itu ….

Yovita tanpa sadar ingin menarik pergelangan tangannya, tetapi pria itu malah menariknya dengan kuat, menyeretnya masuk ke dalam kamar, lalu membanting pintu dengan keras!

Kegelapan menyelimuti. Aura maskulin yang kuat tiba-tiba menyergap. Jantung Yovita seakan berhenti berdetak. Ketakutan akan malam itu datang lagi!

"Pak!"

Baru saja Yovita berbicara, tangan pria itu sudah mencengkeram dagunya dengan kuat, memaksa Yovita untuk mendongak.

Di pintu masuk yang remang, wajah tampan dan mata hitam itu digantikan oleh panas yang membara. Urat di pelipis pria itu tampak menonjol. Suara rendahnya penuh tekanan, seolah ingin merobek pakaian Yovita, terdengar kuat dan berbahaya, "Aku mau memeriksa."

Apa?

"Jangan .... Pak, kamu …."

Uh!

Pria itu tiba-tiba menggigit lehernya.

Wangi yang feminin langsung menyeruak.

Bersih, elegan, terasa begitu tidak asing.

Aroma itu membuat pria itu makin tidak bisa menahan diri, sama seperti malam itu.

Pria itu membuka mulut untuk menggigit lagi. Bibir panas dan taring tajamnya menempel di kulit tipis Yovita. Yovita tidak berani bergerak, seluruh tubuhnya gemetaran.

Dia menyadari apa yang akan dilakukan pria ini.

Ketakutan langsung membesar di hatinya.

Tidak, jangan!

Tidak boleh terulang lagi!

Yovita mencengkeram dadanya, mendorong, serta memukul dengan keras. Jangan sampai pria ini menyentuhnya!

Namun, gerakan ini hanya terasa seperti gelitikan bagi pria itu. Terutama ketika tangan dingin Yovita menyentuh dadanya. Rasa dingin yang meresap dari kulit justru meredakan panas di tubuh pria itu.

Dia mencengkeram pergelangan tangan Yovita, meletakkannya di perutnya. Napas panas menyebar di telinga Yovita ketika pria itu berbisik, "Jangan bergerak. Kalau nggak, aku akan menyakitimu."

"Nggak, lepaskan, lepaskan ...."

Pria itu mencubit mulutnya, membuat suara Yovita langsung menghilang.

Tatapan panik Yovita bertemu dengan mata hitam penuh hasratnya. Pria itu berkata, "Aku akan bersikap lebih lembut."

Pria itu membawa tangan Yovita untuk menarik handuk mandinya.

Jari-jari Yovita menyentuh sesuatu yang tak pernah disentuhnya. Yovita berteriak dalam hati, mengumpulkan tenaga untuk berjuang melawan. Entah bagian apa yang Yovita sentuh, tetapi pria itu mengerang pelan!

Pria itu tiba-tiba mencengkeram tangan Yovita, terus menjelajah dengan mata yang tampak berapi-api, lalu mencengkeram bibir Yovita.

Pria itu menjelajahi mulutnya sambil merobek pakaiannya.

Pinggang Yovita benar-benar kecil, bahkan bisa digenggam dengan satu tangan.

Yovita seperti ikan kecil di talenan, sudah tidak memiliki ruang untuk melawan. Namun, dia masih ingin melawan hingga akhir.

Meski Yovita mati, dia tidak bisa membiarkan hal ini terjadi!

Malam itu tidak boleh terulang lagi!

Perlawanan Yovita yang besar, ditambah ketakutan yang menguasai seluruh dirinya, membuat air mata berjatuhan.

Air mata pun bergulir ke bibir keduanya.

Pria itu berhenti sejenak. Sepasang mata di bawah rambut cepak itu tampak gelap penuh gejolak, seolah merasa makin tidak sabar. Keringat panas mengalir dari dahinya. "Kamu nggak mau?"

Yovita mengangguk.

Tangan besar dengan jari ramping itu mengusap bibir Yovita yang memerah karena ciuman. Setetes keringat panas meluncur di wajah tegas pria itu. Ketika melihat ketakutan dan penolakan Yovita, dia memaksakan diri untuk tetap tenang. "Aku beri kamu waktu lima detik. Keluar."

Yovita seperti mendapat pengampunan. Dia membuka pintu, langsung berlari tanpa merapikan pakaian.

Pria itu memejamkan mata, menggertakkan gigi gerahamnya dengan kuat, berusaha menahan diri.

Setelah beberapa saat, pria itu melihat handuk yang ada di lantai. Handuk itu tampak sangat berantakan, seakan menunjukkan sesuatu yang tidak senonoh.

Ini membuatnya menjadi makin bergairah.

Pria itu pergi ke kamar mandi, menyalakan air dingin, lalu mandi dengan air dingin lagi.

Gejolak di tubuhnya akhirnya padam. Namun, lima menit kemudian, gejolak itu bangkit lagi.

Erangan yang tak tertahan keluar dari bibir tipisnya, terdengar begitu seksi.

Di kepalanya ada dua gambaran yang terjadi. Malam tiga bulan yang lalu dan kejadian tadi.

Keduanya memiliki aroma tubuh yang sangat mirip.

Pria itu tidak bisa menahan diri untuk menyelesaikannya sendiri.

Setengah jam kemudian, dia keluar dari kamar mandi dengan mata gelap yang muram. Pria itu meraih ponselnya, duduk di sofa, lalu menelepon.

"Hai, Kak Alex."

Pria itu berkata dengan muram, "Apa kamu sudah bosan hidup?"

"Bukan begitu, Kak Alex. Kamu akhirnya kembali ke Doren setelah 5 tahun, jadi aku harus menjamu dirimu dengan baik. Tapi kamu memiliki masalah itu. Aku sudah mencarikan banyak dokter terkenal, tapi kamu masih nggak bisa sembuh," ujar orang di ujung lain.

Pria itu mengambil sebatang rokok, memegangnya di antara jarinya, tetapi tidak membantah.

"Kemarin kamu diam-diam pulang, jadi aku memberimu lima macam obat kuat. Tapi kamu mengatakan kalau nggak ada reaksi. Kali ini, aku membelikanmu obat yang paling kuat di pasar gelap. Bagaimana? Apa adik kecilmu sudah bangun? Apa kamu ingin aku mengirimkan wanita untukmu?"

Pria itu menggigit rokok di bibirnya, lalu berkata dengan nada malas, "Nggak bangun."

"Sial! Kenapa bisa begini? Apa kamu benar-benar nggak bisa sembuh?" ujar orang di telepon.

"Jangan bicara omong kosong. Apa ada kabar tentang wanita dengan tato mawar di dada kirinya?" kata pria itu.

"Nggak ada. Malam itu semua rekaman kamera pengawas sengaja dihancurkan Keluarga Darian. Ini untuk menutupi kelakuan hina adikmu yang bersama dengan tiga wanita sekaligus, jadi kami nggak menemukan wanita yang sudah menyinggungmu. Tapi orang itu hanya menyinggungmu sedikit, kamu nggak bisa terus mengejarnya. Kita para pria harus berlapang dada," jelas orang di telepon.

"Aku beri kamu waktu dua minggu lagi. Kalau nggak ketemu juga, kamu nggak perlu menggunakan alat vitalmu lagi."

Orang di ujung lain telepon terdiam.

"Panggilkan seorang dokter untukku," tambah pria itu.

"Kenapa? Apa ada reaksi? Kak Alex, kamu jangan keras kepala. Aku akan mencarikan wanita untukmu!"

"Enyah!" Pria itu mematikan rokoknya. Dia merasa gejolak itu akan datang lagi. "Aku beri kamu waktu sepuluh menit."

Telepon pun ditutup.

Sepuluh menit kemudian, dokter datang tepat waktu untuk memberi Alex suntikan.

Setelah beristirahat sebentar, Alex pergi pada pukul lima.

Ketika berjalan ke pintu, dia melihat ada sekotak obat dan sekotak kondom yang tergeletak di belakang pintu.

Yovita tidak lagi pergi menemui Davin. Dia langsung turun lift untuk menuju ke toilet umum di lantai satu. Tubuhnya gemetaran tak terkendali.

Dia tidak berani membayangkan akibatnya jika pria itu benar-benar memaksanya.

Sepuluh menit kemudian, Yovita melangkah keluar. Yovita tahu bahwa tidak peduli bagaimanapun kondisinya, dia tidak bisa tinggal terlalu lama di sini. Dia tidak ingin pengawal itu datang untuk menangkapnya.

Begitu berjalan keluar, Yovita langsung melihat pengawal yang menunggu di pintu. "Bu Yovita."

Yovita berkata dengan tenang, "Ayo pergi."

"Apa kamu baik-baik saja? Apa kamu ... menangis?"

Yovita menarik napas dalam-dalam, mendongak sekilas ke lantai atas, lalu menundukkan kepala sambil menjawab, "Nggak apa-apa."

Yovita ingin membuat pengawal itu mengira dia menderita karena melihat suaminya bersama dengan wanita lain di hotel.

Pengawal itu memang memercayainya, tidak bertanya lagi.

Mereka pun masuk ke mobil.

Tak lama kemudian, telepon dari Davin masuk. Pria itu memarahi Yovita di telepon, mengatakan bahwa Yovita terlalu lama mengirim barangnya.

Yovita tidak menjelaskan, hanya mendengarkan ocehannya seperti robot.

Yovita menutup telepon setelah Davin mengakhiri panggilan. Sepanjang perjalanan kembali ke kediaman Keluarga Darian, Yovita tidak mengatakan apa-apa.

Begitu sampai di rumah, dia langsung pergi ke kamar mandi. Ketika mengganti bajunya, Yovita melihat bekas gigitan di lehernya.

Dia gemetaran tanpa alasan, merasa seolah-olah pria itu masih menggigit lehernya.

Yovita buka laci, mengambil bedak untuk menutupi bekas gigitan di lehernya. Namun, dia melihat stiker tato mawar yang tertempel di bagian bawah. Temannya sangat menyukai barang-barang kecil ini, hingga memberi Yovita cukup banyak. Yovita jarang memakainya, hanya menempelkan satu pada malam itu.

Semua tentang malam itu membuat Yovita merasa mual. Dia mengambil semua stiker tato ini, lalu membuangnya.

Yovita menenangkan pikiran dan berdandan. Malam ini ada pesta di rumah, dia harus menghadirinya.

Bibi Sarti membawakan kebaya merah muda dengan motif bunga.

"Nona Yovita, cucu sulung Bu Widya sudah pulang. Dia sangat mementingkan pesta malam ini, jadi kamu harus berdandan dengan cantik."

Yovita menatap kebaya yang terlihat sangat pas di badan.

Tubuh Yovita sedikit kurus, sama sekali tidak terlihat bahwa dia sedang hamil tiga bulan. Namun, untuk berjaga-jaga ....

"Tolong ambilkan selendang untukku. Terima kasih."

Bibi Sarti turun untuk mengambilkannya.

Yovita mengenakan kebayanya, memakai selendangnya, lalu pergi ke aula depan bersama dengan Bibi Sarti.

Begitu melewati halaman, dia melihat sosok tegap yang menghilang di tikungan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Sayang, Aku Hanya Asal Omong!   Bab 100

    Setelah mengalami begitu banyak tekanan, Yovita mengira dia akan menggila.Hanya saja anehnya dia tiba-tiba merasa tenang.Dia bahkan tidak meringkuk ketakutan lagi, melainkan duduk di tempat tidurnya untuk menghadapi langit malam yang gelap.…Keesokan harinya.Cindy tiba di rumah sakit, dia ingin memulai balas dendamnya pada Yovita secara resmi. Dia sudah tidak bisa menahan dirinya lebih lama lagi.Dia membeli beberapa buah dan pergi ke kamar pasien Thomas. Pada saat ini, Thomas sedang diinfus di dalam kamar. "Halo, Paman.""Oh? Halo, ternyata kamu," kata Thomas sambil tersenyum. "Kamulah yang bawa aku ke rumah Keluarga Darian sebelum ini. Kalau bukan karenamu, aku benar-benar nggak tahu betapa menderitanya Yovita di sana. Terima kasih.""Paman, ucapanmu terlalu sungkan. Yovita dan aku adalah teman baik. Akhir-akhir ini Yovita terbebani oleh masalah 10 miliar, jadi dia nggak bisa datang menjengukmu dan minta aku untuk datang.""10 miliar? Masalah apa itu?""Paman nggak tahu? Yovita

  • Sayang, Aku Hanya Asal Omong!   Bab 99

    Alex berdiri, dia sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda akan memakan semangkuk mi ini. Cindy buru-buru bertanya. "Pak Alex, apakah kamu nggak mau makan mi ini?"Pria itu mengeluarkan ponsel, lalu mentransfer satu miliar padanya sambil berkata, "Jangan khawatirkan aku. Tidurlah lebih awal, aku masih punya urusan." Setelah mengatakan ini, Alex berjalan meninggalkan halaman. Sosoknya yang tinggi segera menghilang di tengah langit malam.Cindy merasa sangat senang saat melihat notifikasi di ponselnya.Alex lebih murah hati daripada Davin, dia bahkan memberi satu miliar demi semangkuk mi ini. Cindy telah mempelajari banyak keterampilan untuk menggoda Davin, dia bahkan juga pernah melakukan aborsi, tapi uang yang diberikan oleh Davin tidak mencapai satu miliar.Hanya saja, Cindy masih merasa kecewa.Alangkah baiknya jika Alex ingin melakukannya dengannya. Dia sangat ingin melakukan hal itu dengannya.Cindy membawa mangkuk mi itu ke dapur dan langsung membuangnya ke tempat sampah. Setelah

  • Sayang, Aku Hanya Asal Omong!   Bab 98

    Yovita menghela napas lega saat melihat kepergian Davin, panggilan itu benar-benar datang di saat yang tepat.Dia mematikan air dan berjalan keluar.Akhirnya dia berhasil melewati masalah ini.Waktu di ponselnya menunjukkan pukul 23.30 tepat.Pada saat ini, ponselnya berdering. Itu adalah panggilan suara WhatsApp.Sebuah foto profil berwarna hitam muncul di layer ponsel Yovita.Itu adalah panggilan dari Alex.Pria itu meneleponnya di saat yang tepat.Seperti surat perintah hukuman mati, seolah-olah pria itu tidak akan menyerah sampai dia menjawab panggilan ini.Yovita menjawab panggilan ini, lalu menempelkan ponsel ke telinganya. Tidak lama kemudian dia mendengar suara berat Alex dari ujung lain panggilan. "Di mana kamu?"Yovita berkata, "Kak, aku hampir sampai di sana. Aku akan segera memasaknya untukmu.""Bagus sekali."Alex memutuskan panggilan, lalu mengambil headset Bluetooth-nya dan menyalakan kamera, layar laptop menunjukkan sekelompok direktur yang berpakaian dengan rapi."Lanj

  • Sayang, Aku Hanya Asal Omong!   Bab 97

    Langit malam sangat gelap, cuacanya juga sangat sejuk.Saat melewati hutan maple, angin berdesir yang membuat dedaunan gugur dan menyentuh pergelangan kaki Yovita. Daun ini bagaikan sebilah pisau yang melukai kaki Yovita dan membuatnya gelisah.Davin telah mengutus seseorang untuk memanggilnya, tapi Alex tetap diam.Yovita merasa Alex yakin dia tidak mungkin tidak pergi dan juga tidak berani melawan.Dia juga mengetahui jika dia tidak membuatkan camilan, Alex tidak akan melepaskannya.Yovita berdiri di persimpangan kamar timur dan barat. Lampu di kedua halaman menyala, cahayanya menyebar sejauh puluhan meter, seperti cahaya penuntun jalan baginya.Membiarkan Yovita memilih jalan mana yang harus diambil.Yovita berdiri di tempat selama 10 detik, lalu segera berbalik dan pergi ke kamar timur.Pengurus rumah tangga baru yang bernama Bibi Eni sedang menunggunya. Dia menyapanya dengan hormat. "Bu Yovita."Yovita membalas sapaannya. Bibi Eni berkata, "Pak Davin sedang mandi. Dia meminta And

  • Sayang, Aku Hanya Asal Omong!   Bab 96

    Yovita berkata, "Tadi aku lagi cari baju." Dia berjalan ke jendela untuk menuang segelas air untuk mengalihkan perhatian Davin.Benar saja, Davin berjalan mendekat, lalu duduk di sofa tunggal sambil menyilangkan kakinya.Jantung Yovita berdetak dengan cepat, tadi Alex baru saja duduk di sana.Davin mendengus. "Apakah kamu sehabis pakai parfum di sini?"Dia belum pernah benar-benar memasuki kamar Yovita karena dia meremehkan wanita ini. Biasanya Davin hanya berdiri di depan pintu.Ternyata kamar ini sangat harum?Yovita menyerahkan segelas air hangat untuknya. "Aku nggak pakai parfum."Davin tidak menjawab, melainkan menyeringai. "Kamu menyerahkan air dan mencoba merayuku lagi, apakah kamu sedang bernafsu lagi?""Nggak.""Jangan terus bilang nggak. Nggak peduli apa pun jawabanmu, cepat rapikan lemarimu. Aku mau gantung beberapa pakaianku di dalam. Mulai malam ini aku akan tinggal bersamamu. Aku akan melakukan apa pun yang kamu mau, aku juga bisa membiarkanmu tidur di sampingku setiap ma

  • Sayang, Aku Hanya Asal Omong!   Bab 95

    Otot paha pria ini terasa kuat dan keras di balik pakaian tipisnya.Suhu tubuh mereka saling meningkat, pembuluh darah mereka juga saling berdenyut saat kulit mereka bersentuhan.Alex meletakkan satu tangan di bagian belakang kepala Yovita, lalu mencengkeram pinggangnya dengan tangan yang lain, ciuman ini semakin lama semakin panas dan dalam.Yovita bisa merasakan perubahan pada tubuh Alex dengan jelas, dia merasa panik dan ketakutan, tapi tidak berani bergerak.Karena dia mengetahui jika pria ini mampu melakukan tindakan keji seperti itu!Saat ciuman ini berakhir, Yovita bersandar dengan lemas di dada Alex karena kekurangan oksigen. Pikirannya menjadi gelap, kedua matanya juga berkaca-kaca.Alex terkekeh. "Kapasitas paru-parumu cuma sebesar ini?"Lima detik kemudian, Yovita akhirnya tersadar kembali. Dia mendongak dan hendak berdiri, tapi Alex menghentikannya.Tangan pria itu menekan perut Yovita, tanpa mengungkit masalah anak atau kehamilannya, tapi tindakan ini sudah cukup membuat Y

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status