"Bi," sapanya.
Wanita yang seluruh rambutnya sudah beruban itu menoleh. Pada mata yang penuh kerutan pertanda usia di wajahnya, kehangatan yang Annanda terima dari tatapan itu sama sekali tidak berubah.
"Non Annanda," ucap Bi Titin pelan. Lalu air mulai berjatuhan dari matanya. "Non Annanda...." ulangnya dengan suara bergetar,
Annanda melemparkan diri pada pelukan wanita tua itu. Matanya sendiri berkaca-kaca, namun ia tidak bisa menahan tawa kecil yang keluar dari bibirnya.
"Iya, Bi, ini saya, Annanda."
"Non, Astagfirullah. Ya Allah. Ya Allah, Non," ujar Bi Titin sembari mengusap-usap punggungnya. "Non baik-baik saja? Non sehat, 'kan, Non? Enggak luka?"
Bi Titin segera mendorongnya demi memeriksa sekujur tubuhnya. "Mana yang luka, Non? Ya Allah, Non, masih sakit?"
Air mata Bi Titin turun semakin deras ketika melihat lengan kiri Annanda masih dibebat perban. Ketika Annanda ditemukan berlumuran darah di kamarnya, Bi Titin melihat
"Hei, hei. Jangan marah begitu. Kamu yang merusak kesenanganku di sini. Harusnya aku yang kesal," ucapnya. "Kamu dari kelas mana? Aku belum pernah melihatmu. Kenapa enggak pakai seragam?" Annanda tidak menjawab. Ia hanya semakin mempercepat langkahnya. Sayangnya, kaki remaja itu lebih panjang darinya. Dengan mudah ia menyejajari langkah Annanda. "Hei, aku ini sedang bicara padamu. Jangan jutek begitu-" Pemuda itu mengulurkan tangan dan Annanda refleks mundur menjauh hingga punggungnya merapat di dinding. Ia menatap pemuda itu dengan mata melebar marah dan gelisah. "Jangan pegang-pegang," ucap Annanda dingin. Pemuda itu terdiam dengan tangan masih mengambang canggung di udara. Kemudian ia mengangkat tangan menyerah dan menghela napas. "Oke, oke. Aku nggak pegang. Aku nggak punya maksud buruk sama sekali, kok. Maaf sudah menakutimu." Semenjak peristiwa ia yang hampir dilecehkan oleh teman-teman Arion, Annanda tidak merasa nyaman
Beberapa saat kemudian, ia kembali sambil membawa beberapa bungkus roti dan minuman dalam kantong plastik. "Nih." Niko menaruh makanan itu di atas meja Annanda. "Aku tidak minta," ujar Annanda datar. "Ck, makan saja," balas Niko tidak sabar. Ia berkacak pinggang, mirip sekali seperti ibu-ibu yang siap mengomel. "Kamu enggak sadar, ya, badanmu kurus begitu? Makan yang benar. Rasanya ditiup angin kencang sedikit saja kamu pasti langsung terbang." Annanda merengut tersinggung. Pertama, ia tidak seringan itu sampai bisa terbang hanya karena ditiup angin. Kedua, meski lebih kurus dan sedikit lebih pendek dari Niko, Annanda cukup yakin ia bisa melumpuhkan Niko dengan satu gerakan saja. Niko terkekeh dan menyentil kening Annanda yang berkerut-kerut kesal. "Sudah jangan berpikir berat begitu. Cepat makan. Jam istirahat akan segera berakhir." Annanda malas membuang-buang waktu untuk berdebat dengan anak ini. Ia mengambil satu roti rasa
Niko mendorong pintu yang menuju atap gedung itu dengan sedikit paksaan. Pintu yang berkarat dan jarang digunakan berkeriut dengan suara memekakan telinga. Angin langsung berembus menampar wajah dan mengacak-acak rambutnya. Pemuda itu mengedarkan pandangan ke sekeliling atap. Tempat itu sunyi. Kemudian, matanya jatuh pada sosok yang tengah duduk menyandar ke agar pembatas atap. "Aku mencarimu kemana-mana," ujar Niko sambil mendekat. "Ternyata kamu sembunyi di sini." Annanda tidak menghiraukannya. Gadis itu tetap menunduk sembari mengelus punggung seekor kucing yang tengah terlelap dengan damai di pangkuannya. Niko mengundang dirinya sendiri untuk duduk di samping Annanda. "Kenapa sembunyi di sini?" tanya Niko. "Apa maumu?" Niko memutar bola matanya. "Kenapa kamu selalu sinis begitu? Aku tidak pernah berbuat salah padamu." Annanda mendengkus. "Aku hanya tidak menyukaimu." "Kenapa begitu?!" seru Niko tersinggung.
Annanda menghela napas dan menghentikan kegiatan menggambar di buku sketsa. Ia melirik Niko yang tengah memerhatikannya dengan senyum lebar. Kesal, Annanda membalik buku sketsanya dengan sedikit kasar hingga halaman itu robek di bagian bawah. "Tidak baik menggambar saat sedang tidakmood, tahu," komentar Niko sembari menumpukan sebelah pipinya di telapak tangan. Ia menatap gadis itu penasaran. "Kamu pikir aku tidakmoodkarena siapa?" "Karena siapa?" tanya Niko inosen. Annanda mengernyit, siap melontarkan balasan pedas. Namun, belum sempat ia mengatakan apa-apa, Niko seenaknya mengambil buku sketsa dan membuka-buka isinya. "Gambarmu jelek." Annanda ingin meninjunya. Ia merebut kembali buku itu sambil merengut, "Jangan dilihat kalau jelek." "Anyway, mau main ke rumahku, nggak? Aku punya dua kolam renag. Kamu bisa pilih mau yang mana. Ada yangoutdoordan
Niko membuka matanya yang terasa berat. Rasa sakit yang tumpul menggedor-gedor dari balik tengkoraknya. Ia kembali memejamkan mata dan mengerang. Apa yang terjadi? "Apa kamu sudah gila?!" Niko menggeram ketika suara setengah berteriak itu membuat sakit kepalanya semakin menjadi-jadi. Ia menoleh dan ingin memaki siapapun yang telah berani meneriakinya seperti itu. Namun, makiannya tertelan kembali ketika melihat orang yang tengah duduk di tepi ranjangnya. Annanda. Gadis itu tengah menatap Niko dengan alis bertaut kesal. Sudut matanya memerah dan bibirnya digigit kuat. Ia tengah mencengkeram selimut biru yang digunakan Niko erat. Niko mengerjapkan mata pelan dan menyadari bahwa tempatnya berbaring bukanlah ranjang yang biasa ia gunakan di rumah. Bau desinfektan yang menyengat dan lampu neon putih yang terlalu terang di atas kepala membuat Niko bisa menyimpulkan tempat itu. "Rumah sakit?" gumamnya. Bahkan Niko terkejut dengan betapa lemah
Sembari menggerutu, Niko mempersilakan dirinya sendiri untuk masuk ke dalam kamar gadis itu. Niko memerhatikan kamar yang yang terang benderang itu. Satu fakta aneh yang ia dapati dari Annanda adalah, gadis itu tidak bisa tidur dengan lampu dimatikan. Ia juga tidak mau tidur dengan ranjang yang ada kolongnya. Ketika Niko menanyainya, ia hanya mengangkat bahu acuh dan mengatakan bahwa ia takut setan akan memakannya atau menculiknya. Atau melakukan hal-hal tidak senonoh lainnya. Niko menertawainya waktu itu, dan Annanda dengan ikhlas menjitak kepalanya. "Anna?" Yang dipanggil tidak tampak batang hidungnya di manapun, namun, Niko mendapati buntalan selimut mencurigakan di sudut kasur. Ia menyibakkan selimut dan rambut sewarna tembaga pun terlihat menyembul dari sana. Mata Annanda masih terpejam. "Anna," ujar Niko pelan. Lalu ia sengaja mengguncang bahu gadis itu keras sembari berteriak, "Bangun, woi!!!" Annanda terkesiap kaget hingga hamp
Siapa yang ia sebut 'gadis liar'? Annanda? Niko menahan tawa. Setelah sedikit lebih mengenal Annanda, Niko tidak bisa menyangkal julukan itu. Meski ia tetap tidak sudi orang-orang seperti mereka merasa berhak mengata-ngatai Annanda."Benar kata Maya," ujar Amora. Ia mengedikkan dagu ke arah Annanda. "Kamu akan kena sial kalau bersamanya""Benar, benar," timpal Mila. "Kamu juga kena musibah gara-gara bersama dia, 'kan?"Niko menyentak tangannya sedikit kasar dari Maya hingga gadis itu terdorong ke belakang. "Aku benar-benar akan membenci kalian kalau kalian meneruskan omong kosong ini."Senyum yang biasa tersungging di bibir pemuda itu lenyap digantikan satu garis datar. Rahangnya terkatup rapat dan matanya dingin menusuk.
Sejak saat itu, Niko tidak lagi melihat ada yang berani mengerjai atau bahkan sekadar menyindir Annanda. Setiap kali gadis itu lewat de depan orang-orang yang dulu sering mengejeknya, mereka mengalihkan pandangan, pura-pura tidak melihat atau menunduk seakan mereka takut.Niko tidak tahu apa yang sudah dilakukan Annanda pada mereka, namun, ia merasa senang. Dulu, Annanda tidak akan melakukan apa-apa jika ia di-bully.Tidak peduli separah apa, ia akan diam saja menerima semua perlakuan mereka.Niko bahkan pernah melihat salah satu kakak kelas kurang ajar menjambak rambut pendek Annanda dan mengancam akan menggundulinya dengan gunting! Jika Niko tidak melihat mereka saat itu, Annanda pasti pulang dengan rambut yang telah dipotong tidak karuan.Sebagian besar teman-teman sekolah mereka hanya iri karena ia cantik, kaya, dan berasal dari kota besar. Niko tidak akan rela jika gadis yang ia anggap seorang sahabat diperlakukan seperti itu dengan alasan yan