Home / Romansa / School Diary / 5. Senin terindah

Share

5. Senin terindah

Author: Fit
last update Last Updated: 2021-06-28 21:34:12

Hari Senin menjadi hari pertama sejak Kana menyetujui negosiasinya dengan Gilang. Ia harus siap menerima apapun yang akan terjadi padanya hari ini. Ia duduk di pinggir lapangan saat suasana sekolah masih sangat sepi. Ia tidak ingin dihukum pada hari pertamanya menjadi pacar tameng Gilang. Ia mengakui bahwa cowok itu memang sangat populer. Kepopuleran Gilang bukan hanya di SMA Permata Putri yang menjadi tempatnya bersekolah saat ini. Tapi menjamah sampai ke luar kota Jakarta. Mungkin itu terjadi karena Gilang seorang kapten tim basket yang pernah menjadi Juara Nasional.

Kana menoleh ke arah parkiran yang terletak di luar gerbang. Ia melihat Mirna dan Gilang yang baru saja tiba. Mirna nampak sangat bahagia, begitu juga dengan Gilang. Kana menarik kedua sudut bibirnya dengan paksa.

"Apa Mirna sudah tau hal ini ya?" gumam Kana.

Betul juga. Apa Mirna sudah mengetahuinya? Sahabatnya adalah pacar sungguhan Gilang. Bagaimana jika ternyata cowok itu belum memberitahukannya pada Mirna. Pasti rasanya akan sangat sakit. Ia akan menanyakan hal itu sebelum ada yang tahu hubungannya dengan Gilang.

Kana tersenyum tipis saat Gilang muncul terlebih dahulu dari arah gerbang. Jika di pikir-pikir, Gilang dan Mirna memang selalu datang hampir bersamaan. Tapi ia sama sekali tak menyadarinya. Lalu Mirna mulai muncul dari arah gerbang. Gadis imut yang menjadi temannya dari masa SMP itu melambaikan sebelah tangannya pada Kana. Ia pun segera menghambur kearah Mirna yang juga berjalan ke arahnya. Ia tersenyum lebar, begitu juga dengan Mirna.

"Lama banget lo kayak siput," ujar Kana sambil merangkul leher Mirna yang lebih tinggi darinya.

Mirna mencebikan bibirnya. "Kak Gilang lama datangnya. Masih untung ga telat nih."

Kana hanya menganggukan kepalanya. Ia menarik Mirna untuk segera masuk ke kelas. Mereka melintasi tangga yang hanya cukup di lalui oleh dua orang tersebut. Mereka nampak tak memperdulikan deretan orang yang mengantri di belakang.

Sesampainya di kelas, Kana segera menarik Mirna ke kursi mereka. Ia menarik dan mengembuskan napasnya berulang kali. Lalu Kana menatap kedua mata sahabatnya lekat-lekat.

"Mirna, Kak Gilang ada ngomong sesuatu ke lo?" tanya Kana.

Mirna menganggukan kepalanya. "Ada, Kenapa?"

Kana menggaruk tengkuknya. "Tentang gue?"

Mirna mengangguk lagi. Kemudian ia sedikit merapatkan tubuhnya dengan Kana. "Lo yakin setuju sama dia? Lo bisa aja terluka gara-gara fans dia loh."

Kana mendengus pelan. "Daripada lo yang harus terluka, kan? Lagian gue cuma pura-pura juga sama dia. Yang gue pertanyakan tuh, lo yakin gapapa kalo seisi sekolah ini tahunya gue pacar Gilang?"

Mirna menganggukan kepalanya. "Gue rela berbagi Kak Gilang sama lo."

Setelah mengatakan itu, Kana dan Mirna pun berpelukan. Semua yang ada di dalam kelas menatap mereka dengan bingung. Terkecuali Fahri yang sudah terbiasa melihat kedua sahabatnya yang memang otaknya sedikit salah kabel.

~~~

Selesai upacara, Kana dan Mirna tak langsung masuk ke dalam kelas. Mereka memilih untuk kabur sebentar ke kantin. Kana dengan cepat mengambil tiga botol minuman dingin dan memasukannya ke dalam almamater. Ia berjalan terlebih dahulu sambil menyembunyikan minumannya. Sedangkan Mirna akan membayar minuman itu.

Kana menolehkan kepalanya ke kanan dan kiri koridor. Suasana begitu sepi, ia segera melesat menuju kelasnya yang berada di lantai 2. Namun baru saja menjejakan kakinya di anak tangga pertama, Kana merasakan kerah baju nya tertarik ke belakang. Kana memejamkan kedua matanya dengan erat. Lalu ia perlahan mulai menoleh ke belakang.

"Apa yang lo sembunyiin di balik baju?"

Kana perlahan membuka sebelah matanya. Ia yang semula mengira itu adalah Pak Agus merasa sedikit lega. Kini yang ia lihat hanyalah sosok Gilang dengan penggaris jumbo yang biasa dibawa oleh Bu Endang.

"Engga ada kak. Cuma minuman dingin," ujar Kana sambil tersenyum lebar.

Kana sontak menggigit bibir bawahnya saat menyadari dirinya sudah terlalu jujur. Kana pun mengeluarkan tiga botol minuman dingin yang ada di balik bajunya. Lalu ia menyerahkannya pada Gilang yang sedang menatapnya dengan datar.

"Gue ambil nih ya," ujar Gilang.

Kana mulai merasa beban di tangannya berkurang saat kantong plastik itu mulai berpindah tangan. Walau hati sangat tak rela, tapi apa daya. Ia harus mengikhlaskan minuman dingin yang sudah terasa di kerongkongannya itu harus disita oleh ketua osis tersebut.

Saat Kana sama sekali tak mengeluarkan suaranya. Gilang pun berbalik hendak pergi. Kana mengumpulkan keberanian untuk melakukan negosiasi pada Gilang yang mulai melangkahkan kakinya menaiki anak tangga.

"Kak," panggil Kana.

'Mampus lo, Na!' batin Kana.

Gilang menolehkan kepalanya, lalu menarik sebelah sudut bibirnya. "Ya? Mau negosiasi?"

Kana mengangguk dengan ragu. Lalu Gilang kembali ke tempat semulanya. Cowok itu hanya diam saat sudah tiba di hadapan Kana. Ia menunggu Kana mengucapkan teks negosiasinya.

"Tolong kembalikan 1 botol kak. Mirna yang bayar semuanya loh," ujar Kana.

Gilang mengernyitkan dahinya. "Mirna? Lo ga lagi bohong kan?"

Kana menggelengkan kepalanya dengan mantap. Bersamaan dengan itu, Mirna datang dengan napas terengah-engah. Ia berhenti tepat di tengah Kana dan Gilang. Ia mengarahkan telunjuknya ke koridor yang terhalang tangga.

"Pak Agus mau kesini!" ujar Mirna dengan panik.

Tanpa banyak bicara, Mirna segera menarik lengan Kana untuk menaiki anak tangga meninggalkan Gilang. Mereka tidak boleh sampai tertangkap oleh Pak Agus karena tak masuk kelas seusai upacara.

Saat tiba di dalam kelas, Kana melepaskan tangannya dari genggaman sahabatnya. Ia menatap sahabatnya itu dengan wajah cemberutnya. Mirna sama sekali tak tahu apa yang terjadi pun bingung.

"Lo kenapa, Na?" tanya Mirna.

Kana menghentakan sebelah kakinya. "Minuman nya di sita Kak Gilang!"

Mirna mengusap wajahnya dengan kasar. "Sia-sia dong gue lari dari kejaran macan tutul."

~~~

Sepulang sekolah, Kana menunggu angkutan umum yang terasa sangat langka. Padahal waktu baru menunjukan pukul 4 sore. Ia sempat mengira bahwa angkutan umum sudah punah layaknya Dinosaurus. Cukup lama menunggu, ia memutuskan untuk duduk di bangku panjang yang ada di pinggir jalan. Matanya terus menatap ke kiri jalan. Angkutan umum sedari tadi terus bermunculan dari arah kanan, tapi sama sekali tak ada yang ke arah kirinya.

Lalu sepintas ia melihat Mirna dan Gilang yang sedang berada di atas motor. Mereka nampak sangat bahagia. Sangat berbeda dengan keadaan Kana saat ini. Mereka seperti berada di dimenasi yang berbeda dengan Kana. Saat motor Gilang melintas ke arahnya, ia dapat melihat Gilang yang menatapnya sekilas. Lalu motor itu melesat dengan cepat melewatinya.

Bersamaan dengan itu angkutan umum yang langkanya melebihi Dinosaurus itu mulai terlihat. Ia berdiri dari kursi dan mendekati sisi jalan. Ia merentangkan sebelah tangannya ke arah jalan agar angkot itu berhenti. Saat angkot itu sudah mulai mendekat, Kana semakin menatap angkot itu dengan mata yang berbinar-binar. Namun saat jarak mereka sudah sangat dekat, angkot itu tetap terus melaju dengan kecepatan yang begitu pelan. Kana dapat melihat seisi penghuni angkutan umum itu dengan jelas. Dalam penglihatan Kana, mereka nampak sedang melambai-lambaikan tangan dengan senyum mengejek ke arah Kana.

Ia sangat tak percaya melihat angkot itu melewatinya begitu saja. Ia menarik napas dan menghembuskan berulang kali untuk meredakan emosinya. Lalu ia menghentakan kedua kakinya dengan sangat kesal.

"KENAPA GUE SELALU SIAL??!!" teriak Kana hingga membuat semua mata tertuju padanya. Tapi ia sama sekali tak memperdulikan tatapan tersebut.

"SENIN EMANG HARI PALING INDAH!!"

Bersambung...

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • School Diary   Info Terbaru!

    Halo semuanya.Author Fit menerbitkan beberapa karya baru loh. Kalian lebih suka cerita romance atau thriller guys? Jujur aja, sebenarnya saya lebih handal menulis cerita horor/thriller. Setiap harinya saya merasa tidak pernah mengalami writer block. Tapi jika saya hanya mengikuti keinginan pribadi,cerita saya tidak akan laku di pasarannya. Hampir semua platform mengedepankan cerita romance.Oh iya, saya juga menulis di beberapa platform lainnya. mohon dukungannya untuk para pembaca ^^Sekian, untuk School Diary season 2 akan rilis bulan depan. Sedikit bocoran, judulnya akan berubah karena di season 2 lebih membahas tentang kehidupan setelah sekolah.Terima kasih atas perhatiannya ^^Terima kasih.Salam author Fit.

  • School Diary   52. Takdir (END)

    Kini 6 bulan berlalu usai pertemuan terakhirnya dengan Gilang, kini Kana sedikit demi sedikit sudah bisa melupakan cowo itu. Rasa yang dahulu menumpuk hingga setinggi gunung, kini mulai sirna. Buktinya, ia bisa duduk tenang walau nama Gilang terpampang di layar ponselnya. Cowo itu sudah berkali-kali menghubunginya, namun ia enggan untuk menjawab panggilan tersebut."Kana, ponselnya tolong dimatikan."Kana menatap ponselnya sebentar, lalu ia mengangguk. Ia langsung mematikan ponselnya tanpa memikirkan bagaimana perasaan Gilang saat ini. Dewi yang duduk di sebelah Kana hanya bisa tersenyum tipis. Ia sudah mengetahui cukup banyak terkait cowo bernama Gilang.Masa lalu Kana yang cukup menyakitkan."Nanti pulang sekolah kita belajar bareng, 'kan?" kata Dewi setengah berbisik.Kana menoleh ke arah Dewi, lalu ia mengangguk mantap. "Jelas.""Gapapa tuh teleponmu dimatiin? Gilang engga akan datang ke sini, 'kan?" tanya Dewi.Kana mengedikkan b

  • School Diary   51. Balikan

    "Menggambar itu harus pakai perasaan, Do. Biar orang yang lihat gambar kamu, bisa tau gimana perasaanmu."Begitu kata bibi selama proses pembelajaran awal. Edo menggambar garis yang tak beraturan dengan perasaan yang masih abu-abu. Ia tersenyum lebar saat melihat hasil gambarnya. Ia menunjukkannya pada sang bibi. Wajah bibinya sangat terkejut melihat gambar yang ada di kertas tersebut."Kamu kelas berapa sih, Do?" tanya bibinya yang langsung merampas kertas itu dari tangan Edo.Edo menggaruk tengkuknya. "Sudah lulus SMA, Bi.""Terus kenapa gambar kamu kayak anak SD?" tanya bibinya dengan kesal.Edo tersenyum tipis sambil mengangkat bahunya. Ia memang sama sekali tidak memiliki bakat dalam hal seni seperti itu. Bibinya memberikan kertas baru yang masih kosong pada keponakannya itu. Edo menyambar kertas itu dengan semangat yang membara. Ia tidak boleh gagal lagi. Kegagalannya itu pasti karena perasaannya belum tertuang k

  • School Diary   50. Menggambar

    Melihat Kana yang memejamkan matanya membuat Ferdi tak bisa menahan tawa. Ia langsung menjauh dan mundur dua langkah. Setelah itu Kana membuka matanya. Ia menatap Ferdi dengan kesal. Ia bergegas pergi, namun dengan cepat Ferdi menahan tangannya."Mau ke mana cantik?" goda Ferdi.Kana mendecak sebal. "Diam lo!"Dalam satu tarikan, Kana sudah ada di samping Ferdi."Apa sih?" tanya Kana dengan marah.Ferdi menghela napasnya pelan. Ia menggenggam kedua lengan Kana dengan lembut."Sebenarnya ada yang mau gue omongin sama lo, Na. Udah ya jangan marah lagi," kata Ferdi.Kana menjawabnya hanya dengan anggukan pelan. Setelah itu Ferdi melepas sebelah tangannya. Ia mengambil sesuatu dari sakunya. Ia meletakkannya di telapak tangan Kana. Ternyata sebuah kalung perak dengan lambang hati. Kana menatap Ferdi dengan bingung."Ini apa?" tanya Kana.Ferdi tersenyum tipis. "Ini bakwan,

  • School Diary   49. Karena cinta

    Hari ini Gilang sudah berangkat ke Yogyakarta. Ia akan mengurus pendaftaran kuliahnya di salah satu universitas yang cukup ternama. Alasan utamanya memilih Yogyakarta adalah untuk bisa lebih dekat dengan Kana. Walaupun teman-temannya sudah bersikeras untuk memaksanya agar tetap ke Kanada, tapi cinta sudah membutakannya. Ia lebih memilih Kana."Hubungi papa kalau sudah selesai," kata papanya ketika sudah tiba di depan gerbang kampus.Gilang mendesis pelan. "Aku sudah besar pa, aku bisa pulang sendiri."Papanya mengangguk pelan. Apa yang dikatakan oleh putranya itu memang benar. Setelah kepergian papanya, Gilang segera memasuki universitas pilihannya tersebut. Deretan gedung yang besar langsung memanjakan kedua matanya. Ia menyusuri kawasan itu dan mencari tempat pembayaran. Setelah ditemukan, ia sangat terkejut saat melihat sosok Ren yang sudah lebih dahulu mengantri di loket pembayaran. Cewek itu menoleh, lalu terkejut saat melihat kehadiran Gi

  • School Diary   48. Perpisahan

    Waktu berlalu begitu cepat, Kana sedang bersiap pergi menghadiri acara perpisahan di sekolahnya. Sebentar lagi ia akan berpisah dengan Ferdi. Sebenarnya ia tak ingin berpisah, tapi cowok itu harus segera pergi ke Kanada. Ia berhasil mendapat beasiswa yang diinginkannya selama ini. Kana tidak bisa lagi menghalangi langkah Ferdi. Ia melihat gerbang sekolah yang terbuka lebar. Suasana begitu meriah, terutama saat kumpulan balon terikat di dekat tiang bendera. Balon itu nantinya akan terbangkan setelah wisuda selesai.Kana berlari kecil saat melihat Dewi yang melambaikan tangan ke arahnya. Cewek itu mengenakan seragam putih abu-abu dilengkapi almamater. Sahabatnya itu bertugas untuk menjaga pintu masuk bersama anggota osis lainnya. Kana tersenyum lebar lalu merangkul bahu Dewi. Walau mereka saling mengenal kurang dari satu tahun, tapi kedekatan mereka tidak diragukan lagi."Kamu udah ketemu sama Kak Ferdi?" tanya Kana.Dewi menggelengkan kepalanya.

  • School Diary   47. Pelaku sebenarnya

    Kana dan Ferdi sudah berada di dalam travel. Mereka memutuskan untuk langsung pulang walau hari sudah sangat larut. Selain karena tidak memiliki tempat tujuan, Kana juga sudah tidak ingin berada di sana. Ia lebih suka berada di rumah barunya. Hanya di rumah itulah ia bisa merasakan ketenangan walau tanpa harus diusik orang Gilang. Kana melirik Ferdi yang duduk di sampingnya, cowok itu nampak sudah memejamkan matanya. Kini menyisakan Kana seorang diri yang masih terjaga. Ia mengambil ponselnya, lalu membuka sosial media. Tiba-tiba ada permintaan pesan, ia pun langsung membukanya. Kana mendengus pelan, hidupnya sudah tidak lagi tenang. Cowok itu kembali akan menghantui kesehariannya seperti dahulu. Tanpa membuang waktu, Kana langsung memblokir akun tersebut."Siapa?"Kana menoleh ke arah Ferdi yang baru membuka matanya. Lalu ia menggeleng sambil tersenyum lebar. Kana kembali memasukkan ponsel ke tasnya. Namun Ferdi dengan cepat menahan ponsel itu sebelum masu

  • School Diary   46. Benci dan rindu

    Kana tiba di depan rumah sakit yang berada tak cukup jauh dari SMA Permata Putri. Ia dan Ferdi langsung menuju ruang rawat Gilang yang sudah diberitahukan oleh Mirna. Ia setengah berlari memasuki lift yang sebentar lagi tertutup. Untungnya, orang di dalam lift membiarkannya masuk terlebih dahulu. Kana melirik Ferdi yang sedari tadi hanya diam. Cowok itu menundukkan kepalanya."Terima kasih, Kak," gumam Kana.Ferdi beralih menatap Kana dengan senyum lebarnya. "Kesurupan hantu lift lo? Tumben manggil gue gitu."Kana terkekeh pelan. "Kayaknya iya."Ferdi melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangannya. "Kita ga bisa pulang hari ini, Na. Sudah hampir jam 10 malam."Kana mengangguk pelan. "Kita bisa tidur di rumah sakit.""Apa ga sebaiknya lo tidur di rumah Mirna? Biar gue yang di rumah sakit," ujar Ferdi.Kana tersenyum lebar lalu menepuk bahu Ferdi cukup keras. Ia benar-benar tidak berpiki

  • School Diary   45. Batas antara sahabat

    Gilang membuka matanya dengan perlahan. Pandangannya terasa memburam, semuanya abu-abu. Ia mengerjapkan matanya beberapa kali, barulah pengelihatannya berwarna. Ia melihat Faiz yang sedang menatapnya dengan cemas. Ada juga Kevin yang terus menundukkan kepalanya memandang ponsel. Gilang memaksa tubuhnya untuk bangkit, tapi ternyata sangat sulit."Jangan gerak dulu, Lang!" ucap Faiz.Gilang menghela napasnya pelan, ia kembali merebahkan tubuhnya di posisi yang paling nyaman. Ia memejamkan kedua matanya. Kejadian beberapa jam yang lalu kembali terlintas di otaknya. Ia sempat melihat mobil yang menabraknya tersebut. Honda Jazz berwarna merah terang. Tapi ia sama sekali tak ingat plat mobil tersebut. Jika mencarinya hanya berbekal nama dan warna mobil itu, pasti akan sangat sulit. Tak hanya ada satu atau dua orang yang memiliki mobil seperti itu."Lo ingat?" tanya Faiz.Gilang menggelengkan kepalanya. "Gue cuma ingat warna mobilnya."

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status