Share

Belajar Adil

last update Last Updated: 2023-07-14 16:54:43

Almira terbangun dari tidur. Ia terperanjat, saat sadar Yusuf tidak ada di sebelahnya. Bergegas ia keluar kamar untuk mencari keberadaan suaminya.

Hatinya kian memanas, saat mendengar suara Yusuf di kamar Shafira. Dadanya bergemuruh hebat, ia tidak terima sang suami berada di kamar istri pertamanya.

"Mas Yusuf hanya milikku! Wanita lain tidak boleh memilikinya," batin Almira.

Almira kembali ke kamarnya. Wanita itu langsung menelepon Yusuf agar segera menemuinya di kamar.

Tak lama kemudian, Yusuf sudah berada di kamar Almira. Hati lelaki itu merasa belum tenang, karena belum bisa menenangkan hatinya Syafira.

"Ada apa, Sayang?" tanya Yusuf sembari duduk di sebelah Almira.

"Mas sedang apa berada di kamar Mbak Syafira? Mengapa Mas meninggalkan aku di kamar bawah?"

"Dengar, Al! Istriku bukan hanya kamu. Bahkan, sebelum aku menikahimu, aku lebih dulu menikah dengan Shafira. Aku harus adil terhadap keduanya, jadi mulai malam ini kalian bicarakan baik-baik kapan jadwalku di kamarmu dan kapan jadwalku di kamar Syafira."

"Aku tidak setuju, Mas! Kamu hanya milik aku seorang. Aku tidak mau berbagi dengan Mbak Syafira."

Yusuf mengembuskan napas kasar. Seharusnya dari awal dia berpikir panjang terlebih dulu, tidak mendahulukan rasa cintanya pada sosok Almira. Kalau sudah begini, dia sendiri yang pusing memikirkan jalan keluarnya.

"Sayang, jika saja Shafira tidak memberiku izin untuk menikah lagi, mungkin kita tidak akan bisa bersama seperti ini. Sebagai istri pertama, Shafira saja rela berbagi suami denganmu. Sementara kamu tak rela berbagi dengannya. Ini tidak adil! Apakah kamu mau Allah melaknatku hanya karena tak bisa adil pada kedua istriku?"

"Seharusnya Mbak Shafira itu mengerti kalau kita ini masih pengantin baru. Tidak banyak menuntut padamu, Mas."

Yusuf mengusap gusar wajahnya. Tidak tahu lagi harus menjelaskan dengan cara seperti apa pada Almira. Syafira tak pernah menuntut dirinya harus berbuat adil, bahkan wanita itu selalu pintar menyembunyikan rasa cemburu, hanya untuk menjaga hati suami.

"Sayang, Shafira itu istri yang salihah. Dia tidak pernah sekalipun menuntutku agar berbuat adil. Justru, beberapa hari ini kita yang sudah banyak menyakiti hatinya. Bermesraan di depan matanya tanpa memedulikan perasaannya. Jika kita terus-menerus seperti ini, berarti aku gagal menjadi suami yang adil pada kedua istriku."

Hati Almira memanas, ia tidak terima Yusuf memuji Shafira. Apalagi dirinya lebih cantik segalanya daripada Shafira.

"Jadi aku tidak salihah?"

"Bukan begitu, Sayang. Kedua istriku sama-sama salihah. Hanya saja, apa salahnya kamu belajar ikhlas seperti Shafira."

"Bilang saja kalau Mas sudah bosan denganku! Sana, tidur di kamar istri pertamamu."

Yusuf mengacak rambutnya frustrasi. Ternyata memang benar, kalau poligami itu harus tahu dan paham ilmunya terlebih dulu. Dia pikir poligami itu mudah, asal istri pertama setuju untuk berbagi suami, maka urusan beres. Ternyata tak semudah yang dibayangkan.

"Huh, rumus poligami ternyata lebih sulit daripada rumus matematika," batin Yusuf.

"Aku tunggu di ruang keluarga. Kita bicarakan hal ini bersama dengan Shafira."

Yusuf bergegas keluar kamar. Ia tidak ingin berdebat lebih jauh lagi dengan istrinya itu. Bagaimanapun ia harus bisa tegas dan adil pada keduanya. Kalau tidak, berarti harus ada salah satu yang ia lepaskan.

Lelaki itu pergi ke dapur untuk menyeduh kopi. Biasanya hampir setiap malam Shafira selalu setia membuatkannya kopi, tetapi sekarang wanita itu mengurung diri terus di kamar. Tidak tega juga kalau harus menyuruhnya membuatkan kopi.

Yusuf memasukkan kopi ke dalam gelas, tak lupa mencampurkan satu sendok gula ke dalamnya. Setelah selesai diseduh, lelaki itu langsung menyeruputnya.

"Kok rasanya asin!" Lelaki itu langsung memuntahkannya, lalu mengecek kembali pada tempat gula yang tadi ia masukkan. Ia terperanjat, saat tahu ternyata yang dimasukkan tadi bukan gula, melainkan garam.

****

Shafira masih sibuk berkutik dengan pekerjaannya di laptop. Bisnis properti yang selama ini digeluti ternyata membuahkan hasil. Ia bisa membeli beberapa bidang tanah di pinggiran kota untuk tabungan di masa depan.

Pintu kamar dibuka seseorang. Yusuf masuk dan langsung duduk di tepi ranjang. Lelaki itu tersenyum, lalu mencubit gemas pipi Shafira.

"Apakah Umi sedang sibuk?" tanya Yusuf.

"Hmm ... ada apa, Bi?"

"Ada yang harus kita bicarakan. Tentangku, Umi, dan Almira."

Shafira menatap teduh ke wajah suaminya. "Boleh tahu, tentang apa?"

"Aku ingin kalian berdua membagi jadwal. Kapan waktuku di kamarmu dan kapan di kamar Almira."

"Umi tidak akan menuntut Abi untuk berbuat adil. Silakan bicarakan saja dengan Almira. Walaupun dia sudah memiliki anak, tetapi jiwanya masih labil. Umi tidak ingin dia salah paham! Bicarakan saja baik-baik dengannya."

Shafira kembali menyibukkan diri di laptop. Ia mencoba untuk tidak membuat masalah dengan madunya itu. Cukup tadi pagi saja Almira membuatnya kesal, ia tidak ingin dibuat kesal untuk yang ke sekian kalinya.

"Walau bagaimanapun Umi itu istri pertama Abi. Sudah seharusnya kita membicarakan segala sesuatu itu bersama-sama. Kita ke ruang keluarga, Almira sudah menunggu kita di sana."

Shafira mengangguk, lalu berjalan beriringan dengan Yusuf. Lelaki itu menautkan jari-jemarinya dengan jemari sang istri. Namun, saat mendekati ruang keluarga, Shafira melepaskan genggaman suaminya.

"Kenapa?" tanya Yusuf.

"Almira sudah berada di ruang keluarga. Kita harus menjaga hatinya. Tidak baik menunjukkan kemesraan kita di depan istrimu yang lain."

"Masyaallah, terima kasih sudah mengingatkan Abi."

Shafira mengangguk seraya tersenyum simpul. Mereka kembali melanjutkan langkah menuju ruang tamu. Walaupun kemesraan mereka tidak sebebas dulu, tetapi bagi Shafira itu sudah lebih dari cukup. Setidaknya Yusuf sudah tidak mengabaikannya

Almira menunjukkan raut wajah tidak suka, saat melihat Yusuf dan Shafira berjalan beriringan. Hati wanita itu memanas, tidak terima harus berbagi cinta dengan Shafira.

"Mengapa kalian lama sekali?" tanya Almira jutek.

"Maaf, tadi ada pekerjaan yang harus kuselesaikan terlebih dulu," jawab Shafira.

"Kamu?" tanya Almira pada Yusuf.

"Hmm ... membantu Shafira menyelesaikan pekerjaannya. Biar cepat selesai."

Almira merungut. "Kalian tidak habis bermesraan dulu di kamar, 'kan?"

"Tidak, Sayang," jawab Yusuf.

Shafira sengaja memilih duduk yang sedikit menjauh dari suaminya. Memberi ruang pada Almira untuk duduk didekat Yusuf. Wanita itu hanya bisa menunduk, saat Almira mencoba memanas-manasinya dengan bergelayut manja di lengan Yusuf.

Yusuf melirik ke arah Shafira. Wanita itu terlihat menunduk. Paham dengan keadaan hati Shafira, Yusuf dengan hati-hati memberi pengertian pada Almira untuk duduk sedikit menjauh darinya.

Yusuf mulai bertanya pada kedua istrinya. Tentang bagaimana cara membagi waktu agar dirinya bisa adil kepada kedua istrinya, tanpa mengabaikan salah satu dari mereka.

"Aku empat malam, Mbak Shafira tiga malam. Adil, kan!" tegas Almira.

"Bagaimana kalau Abi dengan Umi dua malam, dan dengan Almira dua malam. Sisanya Abi bisa tidur di kamar Abi sendiri," ucap Shafira.

Almira langsung mendelik tidak suka pada Shafira. "Aku tidak setuju!"

Shafira tersenyum. "Semua kami kembalikan lagi pada Abi."

Yusuf tampak kebingungan. Lelaki itu mengembuskan napas kasar, tidak tahu harus pilih pendapat Almira atau Shafira.

"Oh, iya, Al! Besok pagi ada pekerjaan yang harus kuselesaikan. Jadi, kamu yang memasak, ya. Bukankah tadi pagi, aku sudah mengajarkan resepnya kepadamu."

Bersambung ....

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Seatap dengan Racun Rumah Tanggaku   Akhir Sebuah Kisah

    Yusuf diselimuti kekhawatiran. Pasalnya, Shafira langsung tak sadarkan diri. Wanita itu juga sempat kejang-kejang, sehingga untuk satu minggu ke depan dokter tidak mengizinkan Shafira pulang."Apa yang menyebabkan istri saya kejang-kejang seperti tadi, Dok?" tanya Yusuf saat dipanggil ke ruangan dokter."Ada banyak kondisi yang bisa berbahaya bagi ibu pasca melahirkan. Salah satunya preeklamsia atau tekanan darah tinggi pasca melahirkan. Hal ini bisa terjadi ketika ibu memiliki kelebihan protein dalam urine!" jawab dokter seraya membenarkan letak kaca mata yang dipakainya!" jawab dokter seraya membetulkan letak kaca mata yang dipakainya. "Preklamsia juga kondisi serupa yang terjadi pada kehamilan dan biasanya sembuh dengan kelahiran bayi. Sebagian besar kasus preeklamsia terjadu dalam waktu 48 jam setelah melahirkan. Saat tekanan darah begitu tinggi, ibu bisa mengalami kejang yang bisa berdampak buruk pada kondisi kesehatan secara keseluruhan. Kejang yang muncul berulang jika tak dita

  • Seatap dengan Racun Rumah Tanggaku   Launchingnya Yusuf Junior

    Galang menarik-narik tangan Bimo. Lelaki itu tak bisa menolak ajakan Galang. Semenjak mengambilnya dari kampung. Galang memang paling akrab dengannya."Om Bimo mau diajak ke mana, Lang? Ajak yang jauh, ya, soalnya kasihan dia sendiri gak punya pasangan!" goda Aldo.Galang tak memedulikan teriakan Aldo. Ia terus menarik tangan Bimo menuju kamarnya."Katanya mau ajak Om ke taman belakang. Kenapa menarik ke kamar?" tanya Bimo."Temeni Galang main mobil-mobilan saja, Om!" balas Galang seraya menurunkan beberapa mobil-mobilan kecil dari lemari mainan.Tanpa sengaja, Bimo melirik ke luar kamar. Pandangannya jatuh tepat pada sosok gadis yang tengah asyik mengobrol dengan Shafira. Beberapa detik, tatapannya tak beralih. Sepertinya lelaki itu tak berniat sedikit pun untuk mengalihkan pandangannya dari sana.Berulang kali, Galang memanggil dan mengajak ngobrol Bimo. Akan tetapi, tak ada tanggapan sama sekali dari sosok lelaki di depannya.Galang menatap mata Bimo. Lalu, mengikuti pandangan lela

  • Seatap dengan Racun Rumah Tanggaku   Sebuah Rasa

    Rini keluar dari kafe dengan perasaan penuh kecewa. Seharusnya kalau memang tidak suka, katakan saja dengan jujur. Jangan malah menganggap perasaannya hanya sebuah lelucon semata.Rini pun mengakui, kalau dirinya memang bodoh dan terkesan mengejar-ngejar. Seharusnya, dia bisa menahan diri untuk tidak terlalu to the point."Dulu, banyak pria yang mengejar-ngejar cintaku! Baru kali ini, aku benar-benar merasa menjadi wanita paling bodoh dan tidak punya harga diri sama sekali. Baru saja kenal, sudah mengatakan cinta terlebih dulu. Aku memang bodoh! Bahkan mungkin, wanita terbodoh di bumi!" gerutu Rini kesal.Sepanjang jalan, Rini tak henti merutuki kebodohannya. Sampai-sampai tak menyadari kalau dirinya hampir saja tertabrak sepeda motor saat akan menyeberang."Aaaaa ... tidak ingin mati! Aku belum nikah!""Makanya kalau jalan jangan melamun. Nanti kalau ditabrak, tetap saja pengendara sepeda motor yang disalahkan."Rini melirik pada sosok lelaki yang hampir saja menabraknya. Wanita itu

  • Seatap dengan Racun Rumah Tanggaku   Bukan Lelucon

    "Umi menyindir Abi?"Shafira menggeleng. "Itu namanya bukan nyindir, Bi.""Terus!""Sesuai fakta!" "Abi kan sudah meminta maaf, Um. Jangan menyimpan dendam seperti itu, tidak baik!"Shafira mengembuskan napas kasar. "Bukan menyimpan rasa dendam! Pada dasarnya wanita itu memang makhluk yang ingatannya paling kuat kalau mengingat tentang kesalahan yang dilakukan lelakinya.""Hmm, iya, deh. Wanita maha benar!""Pokoknya Abi harus bisa menyatukan Bimo sama Rini.""Kok jadi ke Abi? Terserah Bimo dong, dia mau pilih dan nikah dengan siapa!""Iya, setidaknya Abi kasih tahu dululah sama Bimo. Bagaimana karakter dan sikap Rini. Sedikit banyaknya, kan, Abi sudah tahu perempuan seperti apa dia. Umi setuju banget kalau seandainya Bimo berjodoh sama Rini.""Um, jodoh itu ada di tangan Allah, bukan di tangan manusia. Kalau menurut kita mereka cocok, belum tentu menurut Allah itu baik. Sebaiknya kita tidak perlu ikut campur dengan perasaan mereka. Kalau memang Rini serius, sampaikan padanya untuk t

  • Seatap dengan Racun Rumah Tanggaku   Gegara Jus

    "Umi tidak salah? Masa Umi yang ngidam, Abi yang harus minum jusnya.""Ya, gimana lagi, Bi! Itu kan bukan keinginan Umi. Dedek Utun yang minta kok, tetapi itu semua terserah Abi. Kalau ingin anaknya ngileran, ya, tidak usah dituruti."Yusuf menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Tidak apa-apa, sih! Hanya saja kalau bisa menawar, boleh tidak kalau pare pahitnya diganti sama buah mangga?""Yee, Abi tawar menawar kayak di pasar. Ngidam itu tidak bisa diganggu gugat Abi. Ya sudah kalau tidak mau, tidur lagi saja!" ucap Shafira seraya membaringkan tubuhnya membelakangi Yusuf."Iya, Abi buat sekarang. Apa, sih, yang enggak untuk anak Abi!" ucap Yusuf seraya mengelus perut buncit Shafira.Yusuf melangkah ke luar dari kamar. Sementara Shafira, tersenyum penuh kemenangan. Pelan-pelan, wanita itu mengikuti langkah sang suami menuju dapur."Jangan pakai gula, Bi! Soalnya kan Umi sudah manis. Nanti minum jusnya sambil ngeliatin Umi saja."Yusuf melirik ke arah Shafira, lalu melempar senyum yang

  • Seatap dengan Racun Rumah Tanggaku   Mengidam

    Shafira mengernyit. Siapa yang di maksud oleh wanita itu? Sementara lelaki yang selalu bersamanya setiap hari itu tak lain suaminya sendiri. Apakah memang Yusuf, lelaki yang di maksud oleh wanita di depannya."Siapa lelaki yang Anda maksud? Apakah beliau?" tanya Shafira seraya menunjuk pada Yusuf yang baru saja keluar dari garasi.Wanita di depannya terkekeh. Lalu, membuka masker yang menutupi sebagian wajahnya. "Jika lelaki itu yang saya minta, apakah boleh?""Rini!" ucap Shafira terkejut. "Dari kapan kamu memakai hijab?""Alhamdulillah baru sebulan, Sha. Jawab pertanyaanku, Ibu Shafira. Apakah boleh aku taaruf dengan suamimu?""Tentu saja tidak boleh! Sekalipun istriku memintanya, aku tidak akan pernah melakukan kesalahan untuk yang kedua kalinya.""Kamu serius, Rin?" tanya Shafira tanpa menghiraukan ucapan Yusuf. "Kamu serius ingin menjadi maduku?""Kalau iya, apakah kamu mau menerimaku menjadi madumu?" tanya Rini kembali."Kalau yang memintanya kamu, mana bisa aku menolaknya!" jaw

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status