Aisa kini sedang berdiri di depan pintu gerbang rumah mewah yang tak lain adalah rumah Keluarga Admaja. Dia lalu memencet tombol bel yang berada di dekat pintu gerbang.
Pria bertubuh kekar yang tak lain adalah penjaga keamanan di rumah itu membuka pintu gerbang. Dahi pria itu mengernyit saat melihat Aisa yang berdiri di depannya. "Maaf, anda mencari siapa ya?" tanya pria itu yang memang baru pertama kali melihat Aisa, karena waktu Aisa berada di rumah itu, pria itu sedang tidak bertugas. "Saya mencari Nyonya Merlin, Pak. Apa saya bisa bertemu dengan Nyonya Merlin?" tanya Aisa dengan perasaan was-was, takut pria bertubuh kekar yang berdiri di depannya melarangnya untuk masuk. "Apa anda sudah membuat janji dengan Nyonya Merlin sebelumnya?" tanya pria itu, karena dia tak bisa sembarangan membiarkan orang asing masuk ke dalam rumah majikannya. Aisa menggelengkan kepalanya, karena dirinya memang belum membuat janji temu dengan Merlin. Dirinya tidak sempat menghubungi pemilik rumah itu untuk memberitahukan tentang kedatangannya. "Maaf, Nyonya Merlin tidak bisa ditemui kalau anda belum membuat janji, jadi lebih baik sekarang anda pergi," usir pria itu. Pria itu mengira Aisa adalah orang yang suka meminta-minta sumbangan, karena Aisa kini tengah membawa amplop coklat yang berisi tentang surat perjanjian. Pria itu ingin menutup pintu gerbang tapi di halangi oleh Aisa. "Tunggu Pak!" seru Aisa. "Ada apa lagi? Saya masih banyak pekerjaan, lebih baik sekarang kamu pergi atau saya panggilkan semua keamanan di sini!" ancam pria itu. "Tolong panggilkan Nyonya Merlin, bilang saja Aisa datang," pinta Aisa. Pria itu mengernyitkan dahinya. ‘Tunggu-tunggu, gadis ini tadi bilang namanya Aisa!’ gumamnya dalam hati. "Tunggu di sini,” titah pria itu. Aisa menganggukkan kepalanya. Pria itu menutup pintu gerbang. Dia lalu bergegas pergi menuju rumah utama. Merlin yang tengah duduk di ruang tengah, melihat petugas keamanan rumahnya yang sedang berjalan cepat ke arahnya. "Ada apa?" tanya Merlin sambil menikmati secangkir kopi panas di tangannya. "Nyonya, di depan ada seorang gadis yang mengaku bernama Aisa,” ucap pria itu sambil membungkukkan tubuhnya. "Aisa! Kamu yakin dia bilang namanya Aisa?" tanya Merlin dengan dahi mengernyit. Pria itu menganggukkan kepalanya. "Akhirnya menyerah juga dia. Suruh dia masuk," lanjut Merlin. Pria itu membungkuk lalu berjalan keluar untuk memanggil Aisa. Pria itu membuka pintu gerbang dan menyuruh Aisa masuk. "Terima kasih." Aisa melangkah masuk melewati pintu gerbang. Saat ini Aisa merasa sangat gugup. Dia seakan tengah menjilat ludahnya sendiri. Aisa ingat dengan sangat jelas, saat itu dengan lantang dia menolak penawaran yang Merlin berikan padanya. Tapi kini dirinya sendiri yang mendatangi Merlin tanpa disuruh. "Akhirnya kamu menyerah," ucap Merlin sambil melangkah menghampiri Aisa yang tengah berjalan memasuki pintu utama. Aisa membungkukkan tubuhnya. "Apakah penawaran ini masih berlaku, Nyonya?" tanyanya sambil menyerahkan amplop coklat yang dia bawa. Merlin mengambil amplop coklat itu dari tangan Aisa. Dia juga menyuruh Aisa untuk duduk di sofa ruang tamu. "Jadi apa keputusanmu? Bukannya kamu sudah menolak penawaran yang saya berikan?" tanyanya Merlin sambil menatap Aisa. "Sa—saya ...." Aisa meremas jari jemari tangannya saking gugupnya. Aisa sebenarnya masih ragu, apa dia akan benar-benar menjual harga dirinya demi uang? Tapi jika dia tidak melakukannya, nasib ayahnya sedang diambang hidup dan mati. Aisa lalu mengambil nafas panjang lalu menghembuskannya secara perlahan. Dia harus segera mengambil keputusan, sebelum wanita cantik yang ada di depannya ini berubah pikiran dan membatalkan tawaran yang pernah ditawarkan padanya. "Saya akan menerima tawaran anda, tapi saya mempunyai syarat." Merlin mengernyitkan dahinya. Dia tidak menyangka gadis yang duduk di depannya ini berani memberikan syarat kepadanya. "Syarat!" Aisa menganggukkan kepalanya. "Apa itu?" tanyanya kemudian. "Saya membutuhkan uang sebesar enam puluh juta rupiah, saat ini juga." Aisa membuang jauh-jauh egonya. Sebenarnya Aisa merasa sangat malu meminta uang itu dengan cara seperti ini. Tapi dalam perjanjian dia akan mendapatkan uang sebagai gantinya. Merlin tersenyum. "Baiklah. Tapi sebelum saya memberikan uang itu, kamu harus menandatangani dulu perjanjian ini,” ucapnya sambil membuka amplop coklat yang tadi dibawa oleh Aisa. Merlin memberikan sebuah pena kepada Aisa. Sebelum menyuruh Aisa untuk menandatangani surat perjanjian itu, dia meminta Aisa untuk membaca surat perjanjian itu sekali lagi. Tapi tanpa ragu-ragu Aisa langsung menandatangani surat perjanjian itu. "Saya sudah menandatanganinya. Saya harap anda tidak akan ingkar janji," ucap Aisa sambil menaruh pena di atas meja. "Kamu tenang saja, saya tidak akan ingkar janji." Merlin lalu menghubungi seseorang, dia menyuruh orang itu untuk membawa kan uang secepatnya. "Kamu mau minum apa? Saya lihat kamu begitu kehausan," tawar Merlin. "Terima kasih, Nyonya. Saya tidak merasa haus," tolak Aisa. Merlin begitu merasa penasaran, kenapa tiba-tiba gadis itu berubah pikiran, dan untuk apa gadis itu membutuhkan uang sebanyak itu. "Apa alasan kamu hingga kamu berubah pikiran, bukannya kamu memegang teguh harga diri kamu waktu itu?" "Maaf, saya tidak bisa memberi tahu apa alasan saya," ucap Aisa sambil menundukkan kepalanya. "Apa saya terlihat seperti orang jahat di mata kamu?" tanya Merlin dengan dahi mengernyit. Aisa menggelengkan kepalanya. "Lalu kenapa kamu tidak mau menceritakan masalah kamu? siapa tau saya bisa bantu kamu,” ucap Merlin masih dengan menatap Aisa. Aisa mulai menceritakan masalah keluarganya kepada Merlin, hingga membuatnya mengambil keputusan sebesar ini dalam hidupnya. Keputusan yang mungkin akan dia sesali suatu saat nanti. Aisa lalu menghapus air matanya yang terus mengalir membasahi kedua pipinya. Merlin tidak menyangka gadis itu mempunyai hati yang sangat baik, dirinya merasa iba dengan nasib tragis yang menimpa keluarganya. Ia merasa sudah melakukan hal yang tepat, gadis itu memang pilihan yang tepat untuk anak tunggalnya. "Setelah kamu menerima uang itu, saya harap kamu segera pindah ke rumah ini. Saya juga akan mengenalkan kamu dengan anak saya." "Tapi saya ...." "Saya tidak suka dibantah, itu adalah perintah. Setelah kamu menandatangani perjanjian itu, pernikahan kamu dan anak saya akan segera dilaksanakan. Saya tidak suka menunda-nunda sesuatu!" tegasnya dengan nada penuh penekanan. Aisa hanya mampu menganggukkan kepalanya. Dirinya tidak mempunyai pilihan lain selain menuruti permintaan sang nyonya besar. Apalagi dirinya sudah menandatangani dokumen perjanjian pernikahan. Kini dirinya seakan sudah tidak memiliki harga diri lagi. ‘Semoga keputusan yang aku ambil ini adalah keputusan yang tepat. Hanya dengan cara ini aku bisa membantu keluargaku, menyelamatkan ayahku dari ambang kematian. Ibu, Ayah, maafkan aku. Aku terpaksa melakukan semua ini,’ gumam Aisa dalam hati.Terdengar suara tangis bayi dari dalam ruang operasi. Alan dan seluruh keluarganya mengucap syukur, karena anak pertamanya kini sudah lahir di dunia.“Bu, Yah. Anak Alan sudah lahir. Akhirnya Alan menjadi seorang ayah,” ucap Alan bahagia.Merlin memeluk putra tunggalnya. “Selamat ya, Sayang. Terima kasih, kamu sudah memberi Ibu dan Ayah seorang cucu.”Ferdi pun memeluk Alan, dan mengucapkan selamat, karena sekarang anaknya sudah menjadi seorang ayah. Anak yang dulu terlihat begitu manja, kini sudah dewasa dan sudah memiliki keluarga kecilnya.“Lan, Ayah bangga sama kamu. Setelah apa yang kamu lalui selama ini, akhirnya kamu menemukan kembali kebahagiaan kamu. Ayah hanya berharap, semua kamu bisa segera lepas dari trauma masa lalu dan kembali menjadi Alan yang dulu lagi,” ucap Ferdi setelah melepaskan pelukannya.Alan mengangguk. Sejak hidup bersama dengan Aisa, dirinya sudah mulai bisa sedikit demi sedikit membuka diri dan mulai berinteraksi dengan lawan jenis. Bahkan dirinya juga sud
Aisa dan Alan kini sudah berada di rumah Aisa. Kedua orang tua Alan sudah kembali ke Jakarta lebih dulu. Tapi Alan dan Aisa memutuskan untuk tetap berada di kampung halaman Aisa selama beberapa hari.Aisa ingin membujuk ayahnya untuk mau melakukan terapi agar ayahnya bisa berjalan kembali seperti dulu lagi.“Yah, Aisa mohon. Ayah mau melakukan terapi ya? Aisa ingin melihat Ayah bisa kembali berjalan seperti dulu,” pinta Aisa sambil menggenggam tangan ayahnya.Arya menepuk pelan punggung tangan Aisa. “Sa, Ayah tidak mau merepotkan kamu dan Alan. Ayah sudah menerima takdir Ayah. Kalau Ayah memang harus selamanya duduk di kursi roda ini, Ayah tidak apa-apa.”Alan memang orang kaya, bahkan dia bisa dengan mudah membiayai pengobatannya. Tapi Arya tidak mau dianggap sebagai mertua yang hanya ingin memanfaatkan kekayaan menantunya untuk kepentingannya sendiri.Arya sudah cukup bahagia dengan melihat Aisa hidup bahagia dengan pria yang mencintainya. Dia sudah tidak ada beban lagi, karena seka
Aisa menatap kamar pengantin dengan Alan. Kamar yang sangat luas dan indah. Bahkan di atas ranjang terdapat kelopak bunga mawar yang dibentuk dengan bentuk love di tengah-tengah kasur.Setelah acara pernikahan selesai, Alan membawa Aisa ke hotel yang sudah disediakan oleh kedua orang tuanya untuk mereka melewati malam pertama mereka, meskipun itu sudah tidak bisa disebut sebagai malam pertama lagi.Kamar hotel bintang lima dengan segala fasilitas mewah sengaja Merlin siapkan untuk Alan dan Aisa, karena dia ingin baik Alan dan Aisa bisa menikmati malam pertama mereka dengan indah dan nyaman tanpa gangguan dari siapapun.Alan melihat Aisa yang sedang menelisip kamar yang akan mereka pakai untuk menginap malam ini. Dia berjalan mendekati istrinya, memeluknya dari belakang, menopangkan dagunya di bahu Aisa.“Mandi dulu, Sayang, biar fresh. Kamu pasti capek setelah acara tadi,” ucap Alan dengan lembut.Aisa memutar tubuhnya, menghadap suaminya, lalu mendongakkan wajahnya. “Kamu duluan saja
Setelah kepulangan Alan dari rumah sakit. Alan tinggal di rumah yang sengaja disewa oleh Merlin untuk tempat tinggal mereka selama berada di Semarang. Merlin tidak mungkin membiarkan Alan tinggal di rumah Aisa, karena Alan masih dalam masa pemulihan.Rumah yang Merlin sewa terdiri dari dua lantai. Ada empat kamar di rumah itu. Alan sebenarnya ingin Aisa ikut tinggal bersamanya, tapi kedua orang tua Aisa melarang Aisa untuk tinggal bersamanya.Tapi Aisa tetap menemani Alan sampai di rumah. Dia akan kembali ke rumah malam harinya.“Lan, Sa, Ibu tinggal dulu ya? Ibu sama Ayah harus mengurus sesuatu,” ucap Merlin.“Baik, Bu,” ucap Aisa.“Kalau begitu Ibu titip Alan, karena Rendy akan ikut Ayah sama Ibu,” ucap Merlin dan mendapat anggukkan kepala dari Aisa.Merlin lalu keluar dari kamar yang ditempati oleh putranya itu.“Lan, kamu mau makan apa? biar aku masakin.” Perut Aisa juga sudah lapar sejak tadi.“Terserah kamu saja. Apapun yang kamu masak, aku akan memakannya,” ucap Alan dengan men
Hari ini Alan sudah diperbolehkan pulang, karena kondisinya sudah pulih sepenuhnya.Kedua orang tua Aisa kembali menjenguk Alan ke rumah sakit, karena ada sesuatu hal yang ingin ayah Aisa sampaikan kepada Alan. Dirinya sudah tidak bisa menundanya lagi, karena bagaimanapun Alan harus mendengar keputusan yang sudah diambilnya.“Sa, apa Ayah boleh bicara sebentar dengan Alan?” tanya Arya sambil melihat Aisa yang sedang menyuapi Alan buah apel yang sudah dirinya potong menjadi kecil-kecil dan menaruhnya di atas piring kecil.“Boleh, Yah. Memangnya apa yang ingin Ayah bicarakan dengan Alan?” tanya Aisa penasaran.“Ayah hanya ingin bicara berdua dengan Alan,” ucap Arya sambil menatap ke arah Alan yang duduk di tepi ranjang sambil menghadap Aisa yang duduk di depannya.Alan menganggukkan kepalanya, dirinya juga ingin mengatakan sesuatu kepada ayah mertuanya itu.“Sayang, kamu tinggalkan aku sama Ayah. Kami tidak akan lama, kamu tidak usah cemas,” ucap Alan sambil menggenggam tangan Aisa.Ais
Sudah satu minggu lebih Alan dirawat di rumah sakit setelah dia sadarkan diri. Selama itu pula, keluarga Aisa datang untuk menjenguk Alan.Alan memang belum bisa berjabat tangan dengan ibunya Aisa. Ibunya Aisa pun mengerti akan hal itu. Mayang juga berharap semoga Alan bisa segera lepas dari trauma masa lalunya.Terlihat semua keluarga berkumpul di ruang rawat inap Alan. Mereka saling bercengkrama satu sama lain.Aisa dan Alan sangat bahagia, akhirnya kedua orang tua mereka bisa seakrab ini meskipun belum lama bertemu.Alan juga sudah mendengar dari Rendy, kalau Rizal sudah mendekam di penjara. Kasusnya akan diperkarakan, pihaknya juga menuntut agar Rizal dan anak buahnya dihukum dengan hukuman yang seberat-beratnya.Saat mereka semua sedang mengobrol, terdengar suara ketukan pintu, membuat semua orang menoleh ke arah pintu.“Nik, coba kamu cek, siapa yang datang,” pinta Mayang.Niko beranjak dari duduknya, lalu berjalan menuju pintu, membukanya dengan perlahan. “Om Brata!” serunya te