“Apa yang Nyonya Zoya katakan? Ini tidak mungkin. Terlebih lagi ini melanggar hukum.” Myesha berusaha untuk menjelaskan pada majikannya itu. Tidak mau sampai hal buruk terjadi di belakang. Ini pasti akan jadi masalah.
“Dengar, Sha. Kamu tahu wedding organizer sedang tidak baik-baik saja. Setahun ini aku sudah berjuang. Aku tidak tahu bisa bertahan sampai berapa lama. Karena memang aku sudah tidak punya dana lagi. Jika wedding organizer tidak berjalan, artinya kamu tidak akan kehilangan pekerjaan.” Nyonya Zoya berusaha untuk meyakinkan Myesha.Myesha bimbang. Jika dia kehilangan pekerjaan, artinya dia akan kehilangan sumber penghasilan. Sungguh ini adalah hal yang sulit. Tidak tahu harus berbuat apa. Ini adalah pilihan yang sulit.“Dengar, saat kamu menikah, kamu bisa meminta bantuan pada Finn untuk membantu wedding organizer. Aku akan bagi saham menjadi dua jika kamu bersedia.” Nyonya Zoya menarik tangan Myesha. Berusaha untuk meyakinkan Myesha.Sungguh Myesha berada dalam dilema. Dia bingung harus berbuat apa. Jika seperti ini jadinya. Bisa jadi Finn akan membencinya.“Kamu bisa menikah sampai Finn mau mengucurkan dana. Nanti, aku akan urus perceraianmu. Tidak akan ada yang tahu jika kamu sudah pernah menikah. Karena yang dinikahi Finn adalah Zelda. Jadi setelah kamu lepas dari Finn. Statusmu akan tetap sama. Setelah itu kita bisa urus wedding organizer bersama.” Nyonya Zoya menatap Myesha penuh harap.Hanya Myesha harapan Nyonya Zoya. Jika semua ini tidak terlaksana, dia yakin setelah ini dia akan benar-benar bangkrut. Jika begini jadinya, tentu saja dia akan jadi gelandangan. Kini dia tidak pernah bertemu dengan anaknya. Jadi dia masih hidup atau sudah mati pun Nyonya Zoya tidak tahu. Jadi tidak ada masalah jika menggunakan identitas dari anaknya.“Kamu bisa pikirkan dulu hari ini. Besok pagi kamu bisa katakan padaku apa keputusanmu. Aku masih berharap padamu jika kamu akan mau melakukan semua ini. Karena ini demi kebaikan kita.” Nyonya Zoya tahu jika Myesha sedang berpikir. Jadi tentu saja hal itu membuat dia harus memberikan ruang. Jika dia terlalu memaksakan, tentu saja hal itu akan membuat Myesha tidak mau.Sebenarnya Myesha ingin langsung menjawab tidak. Namun, saat diberikan waktu untuk berpikir, bukankah itu bisa digunakannya dulu. Sebelum benar-benar menjawab iya atas permintaan dari Nyonya Zoya.“Baiklah, saya akan pikirkan.” Myesha memilih untuk memikirkan terlebih dahulu.“Baiklah, beritahu aku saat kamu sudah mendapatkan jawaban.” Nyonya Zoya segera melajukan mobilnya saat obrolannya itu selesai. Kini dia hanya berharap jika Myesha mau menerima tawarannya. Hanya itu harapan satu-satunya.***Myesha segera menjatuhkan tubuhnya di tempat tidur setelah merapikan belanjaan dan merapikan rumah. Kepalanya sedikit pusing karena memikirkan hal ini. Keputusannya yang harus diambilnya.“Jika aku melakukan ini, tentu saja aku akan menyakiti orang lain.” Myesha merasa tidak tega dengan apa yang dilakukannya.Tepat saat sibuk memikirkan hal itu, suara ponsel Myesha berbunyi. Suara ponsel monophonic miliknya itu terdengar nyaring di kamarnya. Membuatnya segera mengalihkan pandangan. Ponsel yang hanya bisa berkirim pesan dan menerima panggilan. Dan kali ini suara yang terdengar adalah suara panggilan telepon.Myesha mengambil ponselnya. Dilihatnya nomor ibunyalah yang menghubunginya. Dengan segera Myesha menerima sambungan telepon tersebut berbicara dengan seseorang di balik sana.“Halo, Bu.” Myesha menyapa ibunya di seberang sana.“Mbak, Ini Myeshi.”Myesha tidak menyangka jika adiknya yang menghubunginya. Dia pikir ibunyalah yang menghubunginya.“Ada apa menghubungi aku? Mana ibu? Apa Beliau baik-baik?” Myesha yang mencari ibunya justru mencecar dengan adiknya dengan beberapa pertanyaan.“Ibu, Kak.” Myeshi tampak menangis.“Myeshi, apa yang terjadi?” Myesha mulai panik. Apalagi adiknya menangis. Tentu saja hal itu membuatnya bingung.“Ibu tadi jatuh. Jadi dia sekarang tidak bisa jualan.” Myeshi menceritakan pada kakaknya itu.Air mata Myesha menetes. Dia benar-benar merasa bersalah karena tidak bersama ibunya dan menjaganya. Sungguh ini adalah hal yang begitu berat untuknya. Jika seperti ini tentu saja dia berada dalam dilema.“Kak, bagaimana jika ibu sudah tidak bisa jualan?” Myeshi di seberang sana menangis. Dia merasa bingung.Myesha benar-benar bingung apa yang harus dilakukannya. “Tenang, Kakak akan kirim uang. Jadi kamu tidak perlu takut jika ibu tidak jualan. Kamu fokus belajar saja dan jaga ibu.” Myesha berusaha untuk menenangkan adiknya.“Baik, Kak.” Myesha mematikan sambungan telepon.Kini Myesha benar-benar dalam bahaya. Orang tuanya tentu saja butuh uang untuk biaya hidup. Tentu saja hal itu membuatnya berpikir bagaimana ini.Seketika Myesha memikirkan apa yang dikatakan oleh Nyonya Zoya. Wedding Organizer sedang tidak baik-baik saja. Jadi tentu saja dia bisa saja dia akan kehilangan pekerjaannya. Sungguh Myesha berada dalam dilema.“Apa aku terima saja tawaran itu?” Tiba-tiba terlintas dipikiran Myesha untuk menerima tawaran Nyonya Zoya untuk menikah dengan Finn dengan identitas Zelda. Nyonya Zoya juga sudah menjanjikan akan membagi sahamnya dengannya. Artinya dia akan punya pendapatan jangka panjang.“Tapi aku pastinya akan menyakiti Finn.” Satu hal yang dipikirkan oleh Myesha. Apa yang akan terjadi jika Finn tahu nanti Myesha berbohong.“Tidak-tidak. Jika aku tutup mulut, bukankah itu tidak akan menyakiti Finn? Jika semua berjalan dengan baik dan aku bisa berpisah denganya, pasti semua akan baik-baik saja.” Myesha mencoba meyakinkan dirinya atas keputusan ini. Dengan begitu, semua akan berjalan dengan baik.Myesha berusaha untuk meyakinkan hatinya. Dia berharap dengan begini, dia bisa mengubah nasibnya. Dengan begini ibunya akan tetap bisa makan, walaupun tidak bekerja.***Pagi ini Myesha menghampiri Nyonya Zoya yang sedang menikmati secangkir kopi di ruang keluarga. Semalam dia sudah bertekad jika dia akan memilih jalan ini. Menerima diri sebagai Zelda.“Permisi, Nyonya.” Dengan sopan Myesha mengajak bicara dengan majikannya itu.“Iya.” Nyonya Zelda menatap Myesha. “Apa kamu sudah punya jawaban?” Dia menebak jika kedatangan Myesha adalah untuk berbicara masalah tawarannya kemarin.“Sudah, Nyonya.” Myesha menganggukkan kepalanya. Membenarkan apa yang dikatakan oleh Nyonya Zelda.“Sini, duduklah.” Nyonya Zelda meminta Myesha untuk duduk. Walaupun dia tidak yakin dengan jawaban Myesha, tetapi dia berusaha baik pada Myesha.Myesha yang diminta duduk di samping Nyonya Myesha merasa bingung. Selama ini dia tidak pernah sama sekali duduk di samping sang majikan itu. Namun, karena diminta, tentu saja dia langsung segera duduk tepat di samping sang majikan.“Jadi apa keputusanmu?” Nyonya Zoya menatap Myesha dengan lekat. Menunggu jawaban yang akan dia berikan.Myesha berusaha meyakinkan keputusannya itu. Dia yakin ini adalah jalan terbaik. Terutama untuk dirinya.“Saya mau, Nyonya.” Akhirnya kalimat itu keluar juga. Ini akan jadi awal cerita baru untuk Myesha. Dia berharap, apa yang dilakukannya sesuai dengan yang diharapkan.Nyonya Zoya berbinar. Dia yakin Myesha pasti akan menerima. Tak ragu Nyonya Zoya langsung memeluk Myesha. Dia bersyukur Myesha mau menjadi Zelda. Jika sampai Finn benar-benar menyukai, tentu saja ini akan menjadi jalan yang begitu mulus untuk usahanya.Nyonya Zoya melepaskan pelukannya. Tangannya menangkup pipi Myesha. “Kamu tidak perlu khawatir. Aku akan mengurus semua sampai tidak akan ada orang yang menyadari.” Dia kembali meyakinkan Myesha.Myesha mengangguk pecaya.Nyonya Zoya langsung mengambil ponselnya. Dia segera memberikan ponselnya itu pada Myesha. “Kirim pesan alamat rumah ini pada Finn.” Dia menyuruh Myesha mengirim pesan.Myesha hanya bisa memandangi ponsel Nyonya Zoya. Dia merasa ragu untuk mengirim pesan pada Finn.“Ayo cepat hubungi dia.” Nyonya Zoya memberikan pada Myesha.Myesha menerima ponsel Nyonya Zoya Dia pun segera mencari nomor Finn dan mengirim pesan pada Finn. Memberitahu di mana alamat dirinya tinggal.Melihat Myesha sudah mengirim pesan, Nyonya Zoya langsung meraih ponselnya. Senyumnya begitu merekah sekali.“Tinggal menunggu Finn datang.” Nyonya Zoya tidak sabar menunggu Finn datang ke rumahnya bersama dengan orang tuanya.Myesha mengembuskan napasnya yang terasa berat. Usia kandungannya sudah sembilan bulan. Tinggal menunggu hari kelahiran saja. Bu Mirna setiap hari ke rumah Myesha. Kebetulan, rumah memang berbeda beberapa blok saja. Jadi masih bisa dijangkau oleh Bu Mirna. Tak hanya Bu Mirna, Mama Risha juga bolak-balik ke rumah Finn. Melihat keadaan menantunya.“Finn sebaiknya kamu tidak bekerja dulu. Ini sudah mendekati tanggal perkiraan hari kelahiran.” Mama Risha memberikan peringatan pada sang anak.“Iya, Ma. Aku memang tidak bekerja.” Sejak hari ini, Finn memutuskan untuk mengerjakan pekerjaanya di rumah saja. Mengingat sang istri akan melahirkan.“Bagus. Jadi kamu bisa menunggu istrimu. Takut-takut jika dia tiba-tiba melahirkan.” Mama Risha merasa was-was. Takut jika menantunya melahirkan. Tidak ada suaminya.Finn yang baru saja mengobrol dengan ibunya menyusul sang istri yang berada di kamar. Sang istri sedang merapikan baju-baju untuk dibawa jika tiba-tiba ke rumah sakit.“Sayang.” Finn meman
Finn dan Myesha langsung segera bergegas untuk ke rumah sakit. Mereka ingin menengok anak Stela dan Sean. Setelah mencari nomor kamar, akhirnya mereka masuk ke kamar tersebut. Tampak Stela yang sedang menggendong anaknya di sana. Sang suami-Sean berada di sebelahnya.“Myesha, Finn.” Stela sudah mendengar cerita tentang Finn dan Myesha. Jadi kini dia sudah tahu nama asli Myesha.Myesha menghampiri Stela dan memberikan ucapan selamat. Dia yang melihat sang anak yang cantik sekali. Tampak menggemaskan sekali.“Selamat, Se.” Finn mengulurkan tangan pada Sean.“Terima kasih.” Sean tersenyum sambil menerima uluran tangan dari Finn.“Lihatlah lucu sekali. Boleh aku menggendongnya?” Myesha begitu bersemangat sekali.“Tentu saja.” Stela mengizinkan Myesha untuk menggendongnya.Myesha memindah bayi yang berjenis kelamin perempuan itu ke tangannya. Dia begitu gemas melihat wajah cantik anak Stela.“Siapa namanya?” Myesha menatap Stela. Penasaran sekali.“Auretta Alexandria.” Stela memberitahu na
Usia kandungan Myesha sudah mencapai enam bulan. Semakin kandungan Myesha besar, semakin rasa mual itu hilang. Kini Myesha sudah makan dengan lahap sekali. Apalagi jika mama mertuanya membawa makanan untuknya. Dia akan langsung memakannya.Hari ini rencananya mereka akan memeriksakan kandungannya ke dokter. Mereka selalu mengambil waktu di hari sabtu di mana Finn libur.“Apa hari ini kita bisa lihat jenis kelamin anak kita?” Finn menatap sang istri.“Entah, tidak.” Myesha tersenyum. Dia memang mau ini menjadi kejutan. Namun, mama mertuanya begitu penasaran sekali karena ingin melihat cucunya.“Kenapa kamu tidak mau tahu?” Finn menatap sang istri yang sedang berada di depan kaca. Sang istri sedang sibuk merapikan dress panjang yang dipakainya.Sejak hamil Myesha ebih banyak memakai dress panjang atau dress dibawah lutut. Itu untuk memudahkan dirinya bergerak dan agar perutnya lebih nyaman.“Aku mau ini jadi kejutan.” Myesha merasa akan sangat spesial jika tahu saat anaknya lahir.“Tapi
“Apa rasanya sudah enak?” Mama Risha bertanya pada Bu Mirna.Bu Mirna yang sedang mencicipi masakan merasakan rasa masakan tersebut. Hari ini Bu Mirna dan Mama Risha memasak bersama. Setelah kemarin saling mengobrol tentang masakan, mereka sepakat memasak bersama.“Rasanya sudah enak.” Bu Mirna tersenyum memberikan pendapatnya pada Mama Risha.“Wah … kalau sudah begini, aku bisa membuatnya jika ada arisan.” Mama Risha begitu senang.Hari ini mereka sedang masak rawon. Mama Risha memang tidak bisa membuat masakan itu, alhasil dia meminta Bu Mirna untuk mengajari. Tentu saja Bu Mirna dengan senang hati membantu Mama Risha.Myesha yang sedang duduk menonton televisi mendengar percakapan mama mertuanya dan ibunya. Myesha ikut senang dengan kedekatan dua wanita itu.“Ibu sepertinya bisa buka kelas masak, atau buka jasa catering.” Myeshi mengomentari ibunya yang sedang mengajari Mama Risha memasak.Myesha menoleh pada adiknya. Dia membenarkan ucapan sang adik. Ibunya memang jago memasak. Se
Myesha begitu senang ketika ibunya ada di rumah. Dia bisa meminta sang ibu memasakkan makanan kesukaannya. Ketika hamil seperti ini, tentu saja membuatnya ingin makan masakan sang ibu.“Apa keluarga Finn menerima kamu yang sudah berbohong?” Bu Mirna yang sedang asyik memasak bertanya pada sang anak.“Mereka menerima, Bu. Myesha juga tidak menyangka mereka akan menerima Myesha.” Myesha begitu senang sekali ketika mama mertuanya menerimanya.“Ibu ikut senang. Ibu juga mau meminta maaf juga pada mereka jika nanti bertemu.” Bu Mirna begitu senang mendengar akan hal itu. Namun, sebagai orang tua, tentu saja dia ingin meminta maaf pada orang tua Finn agar.“Nanti jika bertemu dengan mama dan papa, Ibu bisa sampaikan.” Myesha selalu bangga pada ibunya. Dia memang belajar banyak dari sang ibu tentang arti meminta maaf dan juga memaafkan.Mereka berdua memasak bersama. Memang waktu seperti ini selalu dimanfaatkan untuk bersama-sama.***Myesha mengambilkan baju untuk sang suami. Finn sedang ma
“Halo, Bu. Apa kabar?” Myesha menghubungi sang ibu. Sudah lama Myesha tidak menelepon ibunya.“Baik, Sha. Kamu sendiri bagaimana? Bagaimana keadaan kehamilanmu?” Bu Mirna di seberang sana bertanya.“Kehamilan Myesha baik, Bu. Mual sudah mulai berkurang perlahan.” Kandungan Myesha sudah mencapai empat bulan. Jadi perlahan mual yang dirasakan mulai berkurang.“Syukurlah. Ibu ikut senang dengarnya?” Bu Mirna di seberang sana merasa senang ketika anaknya baik-baik saja. Bagi orang tua, mendengar anaknya sehat sudah lebih dari cukup.“Apa Myeshi sudah selesai ujiannya?” Adik Myesha sedang ujian akhir sekolah. Jadi tentu saja membuatnya memikirkan adiknya itu.“Dia sudah ujian. Semua sudah selesai tinggal menunggu saja.” Bu Mirna menjelaskan.“Apa berarti dia libur?” Myesha begitu penasaran sekali. Karena setahunya ada jeda waktu sambil menunggu hasil akhir kelulusan.“Iya, Mbak aku libur. Apa Mbak Myesha mau mengajakku ke sana?” Suara Myeshi terdengar dari sambungan telepon.“Aku akan bica