Share

Pernikahan

Author: Sy Mcr22
last update Last Updated: 2021-05-25 13:31:31

Aruna menatap makanannya malas. Berapa jam lagi ia harus menunggu lelaki itu? Ini sudah larut, bahkan sebentar lagi jam 12 malam. Jika bukan karena Om Woni yang meminta, ia malas sekali. 

Jika mau sudah sedari tadi ia pulang. Tak lama seseorang datang dengan santainya duduk di samping Aruna setelah memindahkan kursi dari depan. Ia mengepulkan asap rokok dari mulutnya dan membuang puntung itu di piring Aruna. Aruna melotot sempurna.

Kurang ajar, siapa dia dengan selancang itu berbuat tidak sopan. Baru saja Aruna hendak bicara, lelaki itu sudah memotong duluan.

"Lo Aruna? Cewek yang dijodohin sama gue?" tanyanya sembari memakan daging steak yang tadi di potong Aruna.

"Kamu siapa?" tanya Aruna sopan dan bersabar.

"Jose," singkatnya.

Ternyata lelaki ini yang akan dijodohkan denganku. Apanya yang disebut lelaki berparas good boy, bad boy iya. Aku melongo sempurna saat setengah makanan di meja ludes ia makan. Ini ngga makan seminggu apa gimana? 

"Ngga usah nglihatin sampai segitunya, gue tahu gue ganteng," pedenya. 

Aku bergidik geli, pede sekali Anda. Aku pun ikut makan dengannya. Sedari tadi aku hanya menyantap sedikit makanan, aku menghargai orang yang akan makan bersamaku. Jadi, aku menunggunya untuk makan bersama. 

Ia tiba-tiba merogoh sakunya dan menyodorkan ponsel miliknya kepadaku. "Nomor telepon," ucapnya tanpa menatapku.

"Punyaku?" Ia mengangguk. 

Setelah aku memberikan itu, tak lama ada pesan masuk di ponselku. Terlampir file dengan format P*F. Aku membukanya.

"Itu kontrak perjanjian," ucap Jose sembari menyesap minuman berwarna merah. 

Aku mengerutkan kening tidak paham.

"Lo kira dengan mudahnya gitu kita nikah dan menjalin hubungan kayak di novel-novel gitu. Sorry, it's not in my dictionary."

"So, sesuai perkataan Ayah gue. Kalau utang Ayah lo lunas dengan cara menikahkan kita. Maka dari itu, berdasarkan analisis gue. Pernikahan kita hanya satu tahun. Detailnya lo baca sendiri. Bisa baca 'kan? Bisa dong 'kan S1," lanjutnya. 

Aku menghembuskan napas pasrah dan mulai membaca isi kontrak itu. Aku menatap lelaki di sampingku tidak percaya. Gila, benar-benar gila. Ia benar-benar menghitung utangnya dengan imbalan jasa aku bebas ia suruh, bahkan seperti menjadi babu untuknya. 

Ia menggajiku Rp 1.000.000/hari. Benar-benar gila. Jika seperti ini, lebih baik aku menjadi pembantunya saja. Daripada harus menjadi istrinya. 

"Keberatan?" tanyanya. 

"Bisnis tetaplah bisnis. Jangan mengira pernikahan kita menjadi pijakan mudah pelunasan utang. No-no-no, utang tetaplah utang. Itu harus dibayar setimpal," lanjutnya dengan senyum miringnya. 

"Tanda tangan di sana dan segera kirimkan kepadaku." Ia beranjak pergi setelah mengatakan kalimat terakhirnya. 

Aku benar-benar dibuat pusing dengannya. Sejujurnya dengan alur ini semua. Aku tidak paham apa yang Tuhan rencanakan padaku.

***

Om Woni meminta pernikahan kami cepat dilaksanakan, entah apa alasannya aku tidak tahu. Toh sekarang aku hanya ingin menjadi robot saja. Malas terlalu memikirkan hal yang tidak penting, karena terpenting ini cepat selesai dan aku bisa membantu Ayah ke depan. Aku menatap malas kaca di depanku, sudah sejak 5 menit yang lalu aku selesai bersiap dengan gaun pengantin yang aku akui ini sangat cantik. 

"Senyum dong, masa mau nikah manyun," ucap Kak Liza dan merangkul pundak adiknya dari belakang.

Kak Liza tertawa melihat wajahku yang masam. "Nikmati saja, anggap saja kamu tidak perlu repot-repot mencari jodoh," ucapnya. 

Aku semakin manyun dan ia asik tertawa, menertawakanku. Tak lama penata rias masuk dan mengatakan pernikahan segera dimulai. 

Aruna berjalan menuju tempat ijab, dengan Muning dan Liza yang berjalan di sampingnya. Muning mengusap punggung Aruna dan tersenyum. Ini adalah moment sakral anak gadis sambungnya, ia tetaplah seorang Ibu. 

Aruna duduk di samping Jose yang sudah siap untuk melangsungkan pernikahan.

Ijab pun dimulai, jujur Aruna benar-benar gemetar. Sekalipun ini bukan yang Aruna inginkan, tapi ini tetap pernikahan. Setelah ijab berjalan lancar, dilanjutkan prosesi lainnya.

***

Aruna mendudukkan dirinya di kasur dan menarik napas lelah. Seharian pernikahan berlangsung dengan segala macam prosesi dan harus menerima tamu yang terbilang banyak. Maklum lah, keluarga Jose keluarga yang terpandang. Keluarga terpandang harus dengan keluarga terpandang juga bukan?

Inilah dunia Aruna. Dunia yang katanya indah di novel dengan alur pernikahan seperti ini, tapi bagi Aruna sangat memuakkan. Dikata pernikahan buat ajang ketenaran dan harta dunia saja, aishh. Asik dengan dumelannya, Jose masuk dan merebahkan tubuhnya di kasur. 

"Lo mau tidur pakai gaun?" ucap Jose membuyarkan lamunan Aruna.

Aruna berdiri dan berjalan menuju kamar mandi setelah mengambil baju tidur di kopernya. Sekarang ini mereka ada di apartemen Jose, sebenarnya Erni Ibunda Jose meminta agar Aruna dan Jose tinggal di rumah Jose. Akan tetapi, Jose mengatakan jika besok ada rapat penting di kantor. Ya terserah sih bagi Aruna, toh ia 'kan akan menjadi robot saja.

Setelah membersihkan diri, Aruna menatap Jose yang terlelap dengan balutan jas. Awalnya Aruna membiarkan dan menaruh handuk di tempatnya, tapi ia tetaplah seorang istri. Aahh, jangan posisikan Aruna di posisi seperti ini. Aruna berjalan mendekat ke arah Jose dan membuka jasnya.

Pelan-pelan agar lelaki itu tidak bangun dan menuduhnya macam-macam. Setelah melepas jas dan sepatu, serta melonggarkan baju dan ikat pinggang Jose. Aruna menarik selimut sampai batas pinggang Jose. Aruna berjalan menuju sofa dan memutuskan tidur di sana.

Ingatlah ini pernikahan kontrak. Ingat, sebatas kontrak. Jadi, jangan berharap lebih. 

***

Mentari mulai memancarkan sinarnya, tak terasa waktu begitu cepat berjalan. Aruna bangun dari tidurnya dan melihat jam di nakas. Pukul 05.20, masih ada waktu untuk sholat. Setelah sholat Shubuh, Aruna merapikan dirinya dan menyiapkan sarapan. 

Merapikan kamar, membersihkan apartemen, menyiapkan pakaian kerja, bahh rasanya benar-benar biasa saja. Membangunkan Jose? Ia tidak berani, ia takut mengganggu dan memilih untuk mandi saja. Jose membuka matanya perlahan dan mendudukkan tubuhnya. 

Pukul 07.30, masih ada waktu 30 menit untuk bersiap dan berangkat ke kantor. Jose beranjak dari tempat tidur dan membuka kenop pintu kamar mandi. Aruna yang tengah berdiri membelakangi Jose dengan tubuh tanpa sehelai benang membuat Jose berdiri dan menyandarkan tubuhnya di pinggiran pintu sambil melipat tangannya di dada. 

"Siapa gadis yang ku bawa semalam? Perasaan aku tidak pergi ke club," batinnya sambil asik memandangi tubuh Aruna. 

Aruna yang masih belum menyadari sesuatu, kemudian ia berbalik dan langsung berteriak kencang sembari menutup dada dan kemaluannya dengan tangan. 

"Lo kalau mau masuk ketuk pintu dulu!" kesal Aruna dan meraba mengambil handuknya. 

"Ini handuk kenapa ngga bisa diajak kompromi sih, mana lagi," batinnya dengan tangan yang masih mencari keberadaan handuk. 

Jose menahan tawanya. Ia lupa jika ia sudah menikah. Akan tetapi, asik juga baginya melihat tubuh Aruna. Toh ia juga suaminya, berhak dong.

Aruna langsung menutup badannya dengan handuk dan menatap nyalang Jose. Bukannya takut Jose malah menutup pintu kamar mandi dan berdiri di depannya. Menunggu apa yang akan Aruna lakukan. 

"Keluar dari sini!" desis tegas Aruna. 

"Nope," sahut Jose santai.

"Ke-lu-ar!" 

Jose berjalan mendekat ke arah Aruna dan menggelengkan kepalanya. Takut? Tidak ada di dalam kamus Aruna. Ia mendongak menatap Jose yang memang lebih tinggi darinya dengan tatapan tajam. 

"Keã…¡"

Baru saja Aruna hendak bicara, Jose sudah melepas balutan handuk di tubuh Aruna dan memeluk pinggang Aruna. Jose memandangi wajah Aruna yang sedang memerah karena marah. 

"Cantik," batin Jose. 

"Sial, milikku berdiri," batin Jose lagi. 

Tapi setelah dipikir-pikir tidak ada salahnya bukan jika mereka melakukan itu?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Sebatas Kontrak   Rasa yang Berbeda

    "Bapak-Bapak, Ibu-Ibu, maaf nih saya ganggu waktu nontonnya sebentar. Begini, ini ada Bapak sama Ibu dari kota yang mau gabung nonton sekaligus traktir makan buat semua yang ada di sini," ucap Ibu penjaga rumah makan. Aruna dan Jeso tersenyum menyapa seluruh orang yang bersorak bahagia di sana. "Silahkan Pak, Bu. Mari sini duduk, masih ada tikar kosong kok," ucap seorang lelaki paruh baya dengan peci di kepalanya. Jeso mengangguk dan menggandeng Aruna menuju tempat dimana sebuah tikar yang sudah terpasang sempurna, tepat di bawah pohon. "Maklum Pak, Bu, seadanya," timpal seorang wanita dengan hijab panjang warna pink. "Tidak apa-apa, Bu. Diterima dengan baik saja sudah cukup kok," jawab Aruna sopan. "Silahkan dinikmati, Pak, Bu." "Terima kasih, Bu." "Kalau perlu sesuatu jangan sungkan ya, Pak. Saya ketua RT di sini, nama saya Pak Samsul," ucap lelaki paruh baya tadi. Jeso menyambut

  • Sebatas Kontrak   Makan Malam di Kampung

    "Mm." Aruna membasahi bibirnya. "Sahabatku kerja di sana, Kak." Della membola. "Serius?" Aruna mengangguk. "Wahh, sepertinya kita punya misi penting Aruna." Baru saja hendak bertanya, makanan sudah tiba di meja mereka. Ternyata Della memesan cukup banyak. "Hehe, maaf ya. Aku kalau makan emang banyak," ucap Della diakhiri senyum lebarnya. Aruna tersenyum maklum dan mengangguk. "Santai aja, Kak." "Aku makan dulu, sambung setelah makan. Okay?" Aruna mengangguk dan menyesap kopinya. Satu hal yang Aruna kagum dari Della, sekalipun ia makan banyak. Akan tetapi, tubuhnya tetap ternyata langsing. Bisa Aruna pastikan ini akan membuat iri banyak orang di luar sana, padahal jika dipikir lagi pasti Della juga ingin gemuk. Namun, ia tidak bisa. Persis seperti Aruna. Mau digimanain lagi, ya udah ini dia. Menerima itu lebih baik, tidak usah iri dengan yang lain. "Kamu beneran ngga mau pesan maka

  • Sebatas Kontrak   Ternyata

    "Je, may I come in?" tanya Aruna. Jeso yang tengah berbaring menoleh ke belakang. "Tumben izin, biasanya asal nyelonong aja," sahut Jeso. Aruna berdecak dan berjalan ke arah ranjang. "Aku boleh ngomong sesuatu ngga?" tanya Aluna setelah duduk di tepi ranjang. Jeso berbalik dan memundurkan tubuhnya, menepuk sisi depannya yang kosong mengisyaratkan agar Aruna tidur di sampingnya. Aruna menurut dan membaringkan tubuhnya ke sisi kiri Jeso. "Mau ngomong apa?" tanya Jeso. Aruna memiringkan tubuhnya menghadap Jeso. "Kamu keberatan ngga--" "Ngga." Aluna mencapit hidung Jeso dengan kedua jarinya. "Aku belum selesai ngomong!" kesal Aruna. Jeso tertawa. "Keberatan soal apa? Kamu di atas aku? Ngga masalah." Aluna berdecak. "Pikiran kamu tuh sekali-kali jangan sex bisa ngga sih?" "Ngga bisa, 'kan aku cowok." "Ya tahu, tapi ya jangan selalu soal itu lah

  • Sebatas Kontrak   Mendadak Menyatakan Cinta

    Aruna mengintip dari balik tembok, di sana Jeso dan Ardis tengah bercengkrama sebentar sebelum Jeso pergi. Saat Jeso melintas di depannya, sontak Aruna langsung menatap ke sisi kanan. Tepatnya ke arah kaca dan mencoba menutupi wajahnya dengan ponsel. Merasa sudah aman, Aruna mengelus dadanya dan menghela napas lega. Baru saja hendak menghampiri Ardis, Aruna kembali berhenti dan bersembunyi. "Saya sudah menandatangani kontrak tersebut, jadi kita jalankan rencananya," ucap Ardis kepada seseorang di seberang sana. "Rencana? Kontrak?" beo Aruna di balik tembok. "Apa ini ada hubungannya sama perusahaan Jeso?" lanjut Aruna. Aruna yang terus berpikir tanpa sadar Ardis mengerutkan keningnya dan menatapnya dari samping. "Kamu mau di sini terus atau kembali ke kantor?" tanya Ardis dingin. Aruna tersentak dan menoleh ke arah kiri. "Iya, Pak. Maaf." "Minta maaf mulu, lebaran masih lama," sahut Ardis pelan.&n

  • Sebatas Kontrak   Koalisi Tercapai

    Aruna kembali menatap minumannya setelah memastikan Jeso tidak berulah dengan Ayahnya. Ya, memang lelaki itu tidak seburuk itu. Ah, Aruna hanya takut lelaki itu bisa berbicara aneh-aneh. Bukan soal kontrak mereka, tapi ya mungkin hal lain. Entahlah lupakan, hanya kekhawatiran sesaat. Saking asiknya menatap cairan dalam gelas, Aruna tidak menyadari ada seseorang berdiri di sampingnya menandinginya dengan kening berkerut. "What's happen with you, mu daughter-in-law," ucap Erni. Aruna langsung teralih dan tersenyum. "Nothing, Mam. Mama sama Ayah?" Erni mengangguk. "Dia sedang bernostalgia dengan anaknya." Aruna membalikkan badan, tak jauh dari sana Jeso sedang bercengkrama dengan Woni. "Ah, gimana kabar kalian?" tanya Erni sembari mengambil beberapa buah dessert di sana. Aruna kembali menatap Erni dan tersenyum. "Everything okay, Mam." Erni tersenyum dan mengangguk senang. "Mama tahu kamu bisa

  • Sebatas Kontrak   The Spy

    Aruna terdiam. Parfum Ardis memang soft, tapi wanginya akan lama menempel jika berada di dekatnya. And you know lah, seharian dia bolak-balik ke ruangan lelaki itu bahkan mengikuti rapat yang dimana posisi duduk mereka selalu berdekatan. "Honey," panggil Jose, membuyarkan lamunan Aruna. Lebih tepatnya, diamnya Aruna yang entah harus menjawab seperti apa. "Emm, ah iya tadi calonnya kak Liza 'kan datang. Ya dia lelaki dengan selera parfum yang benar-benar anti-mainstream," alibi Aruna. Jeso mengerutkan keningnya. "Apa kalian banyak menghabiskan waktu berdekatan?" Aruna meneguk salivanya samar dan meringis. "Ya aku harus akrab dengannya, bukan?" Jeso membuka mulutnya, tapi detik selanjutnya ia memutuskan untuk menghentikan sesi wawancara ini. Pasalnya, ia tidak ingin menyia-nyiakan waktu saat ini. "Sudahlah lupakan, kita lanjutkan." Tanpa menunggu balasan Aruna, Jeso kembali menyusuri tubuh Aruna deng

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status