Festival bunga Taean.Merealisasikan rencananya, sore ini Arka mengajak Aludra mengunjungi festival bunga Taean yang terkenal di Korea selatan.Pergi menggunakan bus, Arka dan Aludra sampai setelah menempuh perjalanan satu jam karena memang festival tersebut berada di provinsi Taean—bagian barat kota Seoul."Panas," keluh Aludra ketika kini Arka mengajaknya berkeliling menjelajahi hamparan bunga yang indah di sana.Tak hanya satu macam, bunga yang dipamerkan di sana terdiri dari beberapa jenis bunga yang terbilang cukup indah. Mulai dari lavender hingga lili dengan berbagai warna, ditata sedemikian rupa untuk menarik perhatian para pelancong lokal maupun luar seperti Arka dan Aludra."Enggak terlalu panas kok," ucap Arka. "Udah jam tiga juga.""Tetep aja rasanya panas," ucap Aludra.Berhenti melangkah, Arka menoleh pada Aludra yang ternyata memang sudah berkeringat. Padahal matahari sudah mulai turun, tapi entah kenapa kulit Aludra mudah sekali berkeringat.Jarang keluar rumah. Mungki
***"Pokoknya lakuin apa yang kamu mau. Enggak usah takut rusak image aku, kamu bebas jadi diri kamu sendiri, tapi ingat. Identitas kamu, Alula. Bukan Aludra. Jadi hati-hati itu tetap harus ya, terutama kalau ketemu Papa sama Mama. Usahain jangan terlalu sering sih. Bagaimanapun juga mereka orang tua kita, kalau keseringan ketemu, mereka bisa curiga juga."Beberapa hari sibuk mengurus kuliahnya yang akan segera di mulai, hari ini Alula baru menghubungi Aludra dengan nomor barunya dan tentu saja hal pertama yang dia dapatkan ketika menelepon Aludra adalah sebuah pengaduan.Bukan pengaduan buruk. Yang didapatkan Alula justru sebaliknya. Aludra mengungkapkan semua sikap baik Arka bahkan Aludra pun tanpa ragu berkata jika Alula akan menyesal karena sudah menyia-nyiakan pria sebaik Arka.Namun, nyatanya Alula tak merasa tersentuh sama sekali dengan ucapan sang adik. Tak peduli seberapa baik, Arka. Alula sudah cukup senang dengan apa yang dia dapat sekarang. Bisa kuliah S2 design dan satu u
***"Lama banget, kamu ngapain aja sih di kamar mandi?"Baru kembali setelah beberapa menit berpamitan untuk mengangkat telepon, Aludra hanya memandang Arka yang kini sudah duduk manis sambil di depan makanan yang sudah tersedia di atas meja.Pulang dari provinsi Taeun dan tiba di Seoul pukul tujuh malam, Arka langsung mengajak Aludra makan malam di salan satu restoran halal yang cukup terkenal di sana.Namun, tadi ketika mereka baru saja sampai, ponsel Aludra tiba-tiba saja berbunyi. Meminta izin, pada akhirnya Aludra menjawab panggilan di kamar mandi."Goyang dombret," jawab Aludra sambil menarik kursi di depan Arka. "Pipislah, di kamar mandi emangnya mau ngapain lagi?""Pipis sampe makan waktu dua puluh menit," celetuk Arka sambil memandang arloji yang dia pakai. "Lama banget ya.""Ya begitulah," kata Aludra. "Makanannya udah dipesenin belum?""Kalau udah ada di atas meja, berarti udah," jawab Arka. "Ayo makan, ramennya keburu bengkak, nanti.""Iya," jawab Aludra. Meraih mangkuk ra
***"Lu ada handuk?"Aludra yang sedang duduk sambil bersandar pada kepala ranjang lantas beranjak ketika pertanyaan itu dilontarkan Arka dari dalam kamar mandi."Handuk kamu?" tanya Aludra."Iya, aku lupa bawa handuk. Bisa tolong bawain?""Bisa, sebentar ya," pinta Aludra. Bergegas, dia mengambil handuk putih dari gantungan lalu mengetuk pintu kamar mandi.Hari ini adalah hari terakhir mereka di Seoul sebelum besok pagi keduanya kembali ke Indonesia dan hari terakhir mereka di Seoul dibuka dengan perubahan sikap yang terjadi pada Aludra.Cukup marah dengan sikap Aludra di telepon malam lalu, Aludra kini bertekad untuk membuat Arka benar-benar jatuh cinta padanya. Tak peduli status Arka, Aludra akan membuat pria itu bergantung padanya agar Alula menyesal nanti.Dan untuk mendapatkan sepenuhnya hati Arka, perlahan Aludra belajar menjadi istri yang baik. Meskipun kenyataannya semua itu butuh perjuangan karena betapa magernya sifat Aludra selama ini.Dimulai dengan bangun lebih awal, Alu
***"Ini enggak kebanyakan?"Menoleh, Aludra tersenyum pada Arka yang kini setia mengikuti dari belakang sambil mendorong troli. Pukul sepuluh pagi, Aludra dan Arka pergi ke itaewon untuk mencari oleh-oleh yang bisa mereka bawa pulang ke Indonesia besok.Alih-alih membeli pernak-pernik atau yang lainnya, oleh-oleh pertama yang dibeli Aludra adalah susu pisang. Bukan satu, dua, atau empat, Aludra memberi belasan botol susu pisang untuk dibawa pulang."Enggak, buat stok," jawab Aludra. "Kamu juga suka, kan?""Suka sih," jawab Arka."Ya udah ayo," kata Aludra. "Kita cari makanan lagi. Mumpung lagi semangat nih.""Oke."Tak banyak protes, Arka kembali mendorong troli mengikuti Aludra berbelanja makanan yang lain untuk buah tangan. Namun, tak lama—tepatnya ketika Aludra sibuk mencari makanan, langkah Arka justru terhenti ketika dua orang gadis menghampirinya."Oppa," panggil salah satu perempuan tersebut pada Arka."Oppa?" tanya Arka sambil menaikkan sebelah alisnya. "Sorry, i'm indonesian
***"Aaaaaaaaa."Mencondongkan wajah lalu membuka mulutnya lebar-lebar, Aludra membiarkan satu buah kimbab yang disuapkan Arka masuk ke dalam mulutnya dan tentu saja dengan mulut yang penuh, dia mengunyah kimbab tersebut sebelum masuk ke dalam perutnya."Seru juga ya nyuapin bayi gede kaya kamu, makannya lahap banget," ucap Arka berkomentar sambil menyuapkan kimbab ke mulutnya.Puas berbelanja oleh-oleh, baik itu makanan dan yang lainnya, Aludra langsung mengajak Arka pulang karena seperti biasa, kakinya pegal. Sebelum kembali ke hotel, Arka menyempatkan mampir ke sebuah restoran dan memesan kimbab untuk makan malam karena memang mereka baru pulang dari Itaewon sekitar pukul enam sore. Tak makan ditempat, Arka dan Aludra memilih untuk menyantap makanan khas korea yang bentuknya seperti sushi itu di hotel."Bayi gede," celetuk Aludra."Iya bayi gede," ujar Arka. "Yang hobinya digendong kan bayi, tapi kamu gede. Jadi bayi gede. Lucu kali ya kalau panggilan sayang aku ke kamu itu bayi ge
***"Gimana hasilnya?"Sambil memegangi testpack di tangan, Aludra menatap Arka yang juga tengah menatapnya—menunggu jawaban dari pertanyaan yang baru saja dia lontarkan tentunya dengan perasaan yang cukup tegang. Meskipun tak pernah melakukan apapun pada Aludra, tetap saja Arka takut gadis itu benar-benar hamil, karena jika iya, anak yang dikandung Aludra jelas bukan anaknya."Hasilnya ...." Aludra menjeda ucapannya, sengaja agar Arka merasa penasaran. "Mau tau?""Kalau enggak mau tahu, aku enggak akan berdiri di sini buat nunggu terus tanya, Alula," ucap Arka. "Ayo buruan, gimana hasilnya?""Nih hasilnya," jawab Aludra sambil menunjukan alat tes kehamilan di tangannya yang menunjukkan satu garis merah. Namun, karena Arka tak paham, dia tak langsung menghembuskan napas lega setelah Aludra menunjukkan testpack tersebut. "Ini hasilnya.""Hm." Arka bergumam sambil mengerutkan kening. "Garisnya satu?""Iya, garisnya satu," jawab Aludra."Kalau garisnya satu, artinya apa?" tanya Arka."Ka
***"Mas Arka udah belum? Pegel nih."Sekali lagi, Aludra kembali mengeluh setelah hampir setengah jam dia memijat punggung Arka yang kini terlihat nyaman tertidur dengan posisi telungkup."Sebentar lagi, Lu. Masih enak," jawab Arka dengan mata yang terpejam juga suara yang parau.Mungkin Aludra pikir Arka adalah pria yang sepenuhnya baik. Namun, nyatanya Aludra salah. Meskipun baik, Arka juga punya sisi jahil yang jarang sekali dia tunjukkan karena hanya kedua orang tua juga Aksa—sang kakak saja yang tahu.Dan malam ini, setelah berhari-hari Aludra yang terus mengerjainya, Arka balas dendam. Dia mengerjai Aludra dengan memintanya terus memijat punggung dirinya yang memang terasa sangat pegal setelah siang tadi membawa banyak belanjaan yang dibeli Aludra.Biarlah. Sekali-kali, Aludra harus berolahraga dengan memijatnya."Tangan aku pegal, Mas Arka," keluh Aludra tanpa menghentikan kegiatannya memijat punggung kokoh nan putih milik Arka yang tak terbalut apapun."Pake kaki kalau tangan