แชร์

Part 6:

ผู้เขียน: X ChaLvin
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-05-31 13:01:19

Langkah Fazia terhenti saat itu juga, sementara detak jantungnya langsung berirama di dalam sana. Akhirnya dia mendengar suara itu lagi, suara lembut Mirza ketika menyerukan nama samarannya, Gaby. Apa pria itu ingin menyapanya? Mungkin dia merasa canggung melakukan hal itu di hadapan Citra?

Tubuh Fazia berbalik sehingga tatapan mereka kembali bertemu. Kerinduan tak terelakkan dari raut masing-masing, tapi lagi-lagi mereka hanya terdiam menatap satu sama lain. Banyak ungkapan yang tersirat dalam sorot mata Mirza, hanya saja dia tidak bisa menyerukannya karena beberapa alasan.

Dering yang berasal dari ponsel Mirza berhasil mengganggu suasana, mengembalikan kesadaran mereka ke dunia nyata. Melihat nama si pemanggil di layar ponselnya, Mirza pergi tanpa mengatakan apa pun pada Fazia, meninggalkan gadis itu yang tetap berdiri di tempatnya dalam kebingungan.

"Gimana? Udah lo cek ke lokasi belum?"

"Udah gue jemput. Thanks buat infonya."

"Jadi beneran yang tadi itu adek lo? Gue mau tegur dia tadi, tapi takut salah orang. Udah gitu gue lagi sama gebetan, takutnya salah paham. Makanya gue kirim foto dia aja biar lo cek sendiri, adek lo apa bukannya. Syukur, deh, kalo lo udah jemput."

"Untung aja lo ngabarin. Kalo gak, gue gak tau tuh bocah bakal gimana nasibnya malam ini."

"Jagain adek lo yang bener. Pergaulan sekarang ngeri-ngeri, Za, perlu pengawasan yang ketat."

Di luar rumah, pandangan Fazia mengedar ke sekelilingnya. Tidak seperti matanya yang berbinar melihat kemegahan serta keindahan rumah Rajasa, hatinya justru tersadar akan perbedaan kasta antara dirinya dan Citra juga Mirza. Bukankah konyol jika dia mengharapkan laki-laki sesempurna Mirza?

Pantas saja Mirza melupakannya dengan cepat, mungkin karena banyak wanita cantik dan berkelas yang menginginkan pria itu. Sikapnya sekarang jauh berbeda, mungkin dia jijik pernah menghabiskan waktu selama satu minggu bersama wanita rendah seperti dirinya. Demi Tuhan, Fazia sangat malu.

"Bukannya masuk, malah ngelamun di situ!" Citra berteriak seenaknya seraya menghampiri.

"Gue pulang aja kayaknya," cicit Fazia dengan nada lemas, ekspresinya pun terlihat kelelahan.

"Jangan ngaco, deh. Lo gak lihat udah malem banget gini? Gak takut ketiduran di taksi, terus pas bangun lagi di semak-semak?" Citra jelas tak setuju, bergegas membawa temannya ke dalam rumah.

"Nyokap lo udah tidur?" Fazia hanya basa-basi, padahal matanya sibuk menelisik seisi rumah.

"Udah jam dua pagi, yakali masih melek." Citra berbisik, menyusuri tangga menuju lantai atas.

"Kakak lo ada berapa, sih? Lo cuma nyeritain Kak Ravin aja." Fazia berusaha bernada santai.

"Ada dua sama Kak Mirza. Dua-duanya cowok, dua-duanya nyebelin. Demen banget ngatur-ngatur gue!" Citra berubah kesal. "Dulu sih Kak Mirza gak begitu peduli, eh sekarang nyebelinnya lebih-lebih dari Kak Ravin," lanjutnya menggerutu sendiri.

"Kak Ravin kakak pertama dan Kak Mirza kakak kedua, gitu?" Fazia ingin memastikan dugaan.

"Heem." Citra mengangguk membenarkan.

"Terus kenapa kakak lo bisa tau kalo kita lagi di club?" Fazia gatal ingin bertanya itu sejak tadi.

"Nah, itu dia. Gue jadi curiga Kak Mirza nyewa mata-mata." Citra juga sama tidak mengertinya.

"Kayaknya nggak, deh. Kurang kerjaan banget kalo sampe nyewa mata-mata." Fazia tak sungkan mengeyahkan pendapat Citra yang berlebihan.

"Lo gak tau aja se-posesif apa kakak gue." Citra memanyunkan bibir, kesal berbeda pendapat.

"Kalo dugaan lo bener, artinya dia care banget." Fazia tersenyum malu mengingat sikap Mirza.

"Jangan bilang lo kesemsem sama kakak gue." Citra menatap curiga melihat senyum aneh itu.

"Emang kenapa kalo gue kesemsem sama dia?" Fazia jadi penasaran seperti apa sahutan Citra.

"Udah punya tunangan! Bentar lagi married!" Citra menjawab dengan ciri khasnya yang terkesan sombong. "Udah paling bener lo sama Kak Ken."

Lagi, Fazia terperangah mengetahui kenyataan yang tidak siap dia ketahui. Belum puaskah gadis itu memberinya kejutan hari ini? Fazia sampai tak bisa berkata-kata lagi, bahkan tidak tahu harus bereaksi seperti apa ketika melihat betapa cantiknya kamar Citra yang menjadi impian kebanyakan wanita.

Mirza sudah memiliki calon istri? Jujur Fazia tak menyangka, nyaris tak percaya. Hey, memangnya apa yang dia harapkan? Tidak ada hubungan apa pun yang terjalin, hanya sebatas teman ranjang! Sudah sepatutnya pria itu mendapatkan cinta baru dan melupakan masa lalu, bukan?

Merasa tenggorokannya kering, ia pun celingukan. Sial, tidak ada air minum yang tersedia di kamar Citra. Mengambilnya sendiri? Dia bahkan tak tahu dapur ada di sebelah mana.

Setelah berguling ke sana ke mari, rasa tak nyaman di tenggorokannya tak bisa dihalau dan malah makin menjadi. Tak tega membangunkan Citra, akhirnya dia memberanikan diri untuk mencari minum sendiri. Tepat ketika membuka pintu kamar, ternyata ada sebuah dispenser air di ujung koridor.

"Ehem."

Fazia tersedak minumnya sendiri, kaget bukan main. Jantungnya langsung berdegub hebat, tangannya bahkan gemetaran. Tak perlu menoleh sekalipun, dia sudah sangat tahu suara siapa yang ada di belakangnya. Entah sedang apa pria itu ada di sana, yang jelas Fazia belum siap bertatap wajah lagi.

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทล่าสุด

  • Sebatas Teman Ranjang   Part 50:

    Untuk sesaat, Fazia tertegun memandangi bangunan villa di hadapannya, teringat saat pertama kali dia datang ke sana. Tempat itu tak hanya menjadi saksi hancurnya kesucian seorang wanita, tapi tempat itu juga menjadi saksi berseminya cinta yang tercipta dalam waktu tujuh hari tujuh malam. Fazia tersenyum penuh arti. Dulu dia datang sebagai wanita bayaran, sekarang dia datang sebagai istri dari pemilik villa itu sendiri. Ya, mudah bagi takdir untuk membolak-balikan keadaan, menjadikan hal yang tidak mungkin menjadi mungkin, yang bahkan tak pernah Fazia bayangkan sebelumnya. Semua ruangan sudah dibersihkan oleh Ratri sebelum mereka datang, jadi mereka hanya perlu merapikan bahan-bahan makanan yang dibawa dari kota. Selesai merapikan semua bahan makan, Fazia membuat beberapa camilan untuk melengkapi sore hari di halaman belakang, tempat favoritnya. Mirza berlalu dari pandangan, lalu kembali dengan celana boxer tanpa atasan. Pria itu melewati Fazia begitu saja, berjalan menuju alat

  • Sebatas Teman Ranjang   Part 49:

    Kamar kedua yang semula ditempati Mirza untuk beristirahat, kini menjadi ruangan kerja meski tidak ada meja komputer di dalamnya. Tak apa, yang penting dia bisa menyelesaikan pekerjaannya malam ini agar besok tak perlu ke kantor dan dia bisa membawa sang istri ke villa untuk berlibur sesuai rencananya. Mendengar percakapan Fazia bersama Citra melalui sambungan telepon, sekali lagi Mirza merasa tak percaya dengan statusnya, yaitu memiliki seorang istri. Sekarang tempat itu tak lagi sunyi seperti dulu, tak hanya ada dirinya yang biasanya membisu. Ah, dia tidak sabar ingin mendengar tangis dari anaknya.Tunggu ... Konsentrasi Mirza mulai terganggu karena sesuatu. Walaupun posisi dia di dalam kamar sedangkan Fazia berada di ruang TV, pintu kamar terbuka lebar, tentu saja obrolan istri dan adiknya dapat dia dengar, terlebih Fazia mengaktifkan pengeras suara. Tak mau diam saja, ia pun segera menghampiri. “Masa, sih, Kak Rio suka nanyain gue?” Fazia mengerutkan keningnya usai Citra bicara

  • Sebatas Teman Ranjang   Part 48:

    Entah sudah berapa kali Citra menelpon, yang jelas Fazia sedang malas menjawabnya. Dia lebih asyik memasak seraya menyanyikan lagu-lagu romantis yang mengiringi keceriaan hatinya saat ini. Tak hanya sering tersenyum kecil, pikirannya pun sibuk berkhayal hal indah. Sikap manis nan romantis seorang Mirza pagi ini benar-benar membuat suasana hati Fazia teramat berbunga-bunga. Dulu dia sering kali membayangkan Mirza menjadi suaminya, tapi ternyata bayangan itu tidak ada apa-apanya. Kehangatan Mirza sekarang melebihi sebatas teman ranjang yang pernah terjadi dulu. Melihat beberapa menu makan yang sudah matang di atas meja, Fazia jadi memikirkan sesuatu. Sepertinya tidak masalah jika dia membawa makanan itu ke kantor dan makan siang bersama suaminya di sana, karena sejujurnya dia penasaran isi kantor itu seperti apa dan siapa saja penghuninya. FaziaKak, kalo aku ke sana bawa makan siang, gimana?11:03MirzaNanti kamu repot, By. 11:05FaziaGak apa-apa. Aku gak repot, kok. 11:06Mirza

  • Sebatas Teman Ranjang   Part 47:

    Makan malam sudah tertata rapi di atas meja, berbagai hidangan kesukaan Mirza pun ada di sana. Penampilan Fazia sangat menantang walaupun potongan lingerie yang dipakainya tidak terlalu terbuka, setidaknya Mirza akan merasa heran sekaligus terkagum-kagum karena dia tak pernah berpakaian seperti itu. Detik demi detik terus Fazia lalui dengan rasa ketidaksabaran, sampai tak terasa sudah berjam-jam lamanya dia menanti kepulangan sang suami yang tak kunjung datang. Sempat ingin menanyakan keberadaannya, tapi Fazia menahan diri untuk tidak melakukan itu agar Mirza mengira dirinya tidak peduli. Entah sudah berapa kali Fazia menguap, menahan rasa kantuk yang semakin kuat. Ia berbaring di sofa, menonton siaran TV tanpa minat. Sampai tiba-tiba, pintu utama yang tak jauh dari sana terbuka. Niatnya tadi untuk menyambut hilang, sebaliknya dia malah memejamkan mata seolah ketiduran di sana.Awalnya Mirza terlihat biasa saja, menutup pintu dan menguncinya seperti biasa. Namun, pria itu mematung k

  • Sebatas Teman Ranjang   Part 46:

    Pagi yang cerah, secerah senyuman Fazia ketika memandangi wajah Mirza yang masih terlelap di sampingnya. Pelukan hangat pria itu berhasil mengantarkannya ke alam mimpi, bahkan sampai dia terbangun kembali. Mirza sudah menjadi suaminya? Dia bertanya-tanya dalam hati, jujur saja masih tak menyangka. Tunggu! Mirza benar-benar tidak melakukan apa pun selain memeluknya selama dua malam tidur bersama, bahkan memberikan kecupan atau sekadar ucapan ‘Good night’ saja tidak. Apa dia tidak berhasrat? Walaupun Fazia pernah memberi batasan, dia bisa saja membujuk dan menaklukkan egonya, bukan?Entah apa alasannya, Fazia kesal bukan main, ingin sekali meremas-remas wajah Mirza jika saja dia tidak bisa menahan diri. Tangannya hanya bisa meremas angin di hadapan wajah pria itu, sedangkan si pemilik wajah tampan tetap terlelap dalam tidurnya. Merasa konyol, Fazia bangkit untuk menyiapkan sarapan. “By, aku berangkat, ya.” Mirza memakai jam tangannya sembari berjalan ke dapur. Fazia yang baru saja me

  • Sebatas Teman Ranjang   Part 45:

    Pukul enam pagi, alarm pada tubuh Fazia membangunkan si pemiliknya. Hal pertama yang dia lakukan adalah memeriksa suhu tubuh Mirza. Syukurlah, pria itu tidak demam lagi. Fazia lalu pergi ke dapur untuk membuat bubur dan mencampurkan beberapa sayuran ke dalamnya agar kaya gizi dan vitamin.Namun, lagi-lagi selera makan Mirza sedang terganggu. Berulang kali dia menolak disuapi, berulang kali pula Fazia membujuknya seperti kepada anak kecil. Fazia sampai memohon agar Mirza membuka mulutnya, tapi kali ini Mirza benar-benar merasa mual hanya dengan mencium bau makanan di kamarnya. “Paksain makan, Kak. Abis ini minum obat.” Fazia mulai bosan memohon. “Gak mau, By.” Mirza malah berpindah posisi, menempatkan kepalanya di paha Fazia, memeluk pinggangnya di posisi seperti itu. “Terus gimana Kakak mau sembuhnya kalo makan aja gak mau, sedangkan minum obat itu harus makan dulu?!” Fazia rasa bisa gila merawat suaminya yang sulit diatur. “Biarin aja gini.” Mirza terkesan tak peduli. “Kakak mau

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status