Home / Romansa / Sebenarnya Dia Mesum Ma! / 3. Pencuri Bantal Dan Guling

Share

3. Pencuri Bantal Dan Guling

Author: Biru Langit
last update Huling Na-update: 2021-12-16 20:44:41

Aku mengabaikan Serafin yang berteriak-teriak minta pertanggung jawaban dan lebih memilih mandi. Sampai aku selesai mandi dia masih melempari balkon kamarku dengan pesawat kertas warna-warni.

"Pesawat kertasnya sudah habis. Tidak seperti cintaku padamu yang tidak ada habisnya. Jadi aku akan berjuang terus, sampai pintu hatimu terbuka kalau gak terbuka tinggal dobrak. Kalau gak terbuka juga nanti bisa lewat jendela. Gak apa-apa dikira maling penting dapat cinta," katanya berteriak dari balkon kamarnya, tanpa terasa aku tersenyum sendiri. Dasar Serafin aneh!

Aku turun kelantai bawah dan menuju dapur. Di sini aku sudah melihat mama sedang menyiapkan bahan-bahan untuk membuat kue. Mama memang bilang akan membuat cookies. 

Pantas mama sangat betah di dapur. Dapur didesain sangat lengkap dan apik. Tipe dapur mama adalah tipe dapur modern dengan peralatan modern juga. Dapurnya juga sangat luas, dilengkapi dengan barang-barang modern. Seperti oven listrik, microwave, kulkas dua pintu, mesin pencucian piring, lemari kabinet dan wastafel yang apik. 

"Lunar bisa bantu mama buat kue?" tanya mama padaku saat melihat aku mendekatinya. 

"Lunar akan coba. Lunar belum perna buat kue sebelumnya," kataku jujur. Aku berdiri di samping mama dan mengamati bahan-bahan untuk membuat cookies.

"Mama akan ajarin Lunar. Kalau Serafin dia udah jago, selain pintar belajar dia juga jago bikin kue. Dia sering bantu-bantu mama buat kue sejak kecil."

"Kayaknya Serafin serba bisa ya Ma," kataku cuek. Mama lalu menggambarkan segala kelebihan tetangga kami itu. Mulai dari pintar belajar, olahraga dan memasak. Bagi mama Serafin sangat sempurna. Mama tidak tahu laki-laki yang sudah dianggap anaknya sendiri itu sangat aneh, mesum dan sangean. 

"Nah baru aja kita omongin anaknya sudah datang," kata mama berbarengan dengan datangnya Serafin. Dia tersenyum manis dan sopan pada mama. Sementara padaku tanpa sepengetahuan mama dia tersenyum genit dan mengedipkan matanya padaku.

"Pagi Tante. Serafin datang buat bantu Tante bikin kue," katanya sopan. Aku ingin sekali memukul wadah yang berisi tepung ini padanya. 

"Tante kira Serafin gak datang. Bukanya Serafin lagi sibuk, kan lagi buka cabang kantor baru," kata mama riang dan gembira. Hanya aku yang merasa perlu mengusir Serafin dari sini. 

"Sesibuk apapun waktu dengan keluarga lebih penting Tante."

"Benar sekali, Tante sangat setuju dengan kamu," mama menepuk bahu Serafin dengan bangga. Tanpa mama ketahui saat melewati aku dia melai rambutku pelan dan melempar seringai.

"Wangi," katanya sambil mencium tangannya yang memegang rambutku. 

"Pergi sana," kataku tanpa suara. Dia menggeleng dan tersenyum senang.

Mama tidak memperhatikan Serafin yang terus melempar senyum jenaka padaku. Mama masih sibuk dengan mempersiapkan takaran untuk membuat cookies. 

"Ada tepung disini," kata serafin mengusap wajahku dengan tisu. Mama tersenyum melihat perilaku yang dianggapnya baik padahal tanpa diketahui mama dia memasukkan tisu itu ke dalam bajuku. 

Aku memukul tangannya dan menepuk pipinya dengan tangan berlumuran tepung. Pipinya selain berlumuran tepung, juga memerah. Karena aku menepuknya sangat kuat. 

"Lunar, jangan main-main," kata mama mengingatkan. Kenapa pada saat seperti ini mama melihat. Kalau Serafin yang sedang menjahili aku. Mama sama sekali tidak melihatnya.

"Gak apa-apa Tante. Lunar mungkin mau becanda sama Serafin."

"Tetap gak boleh gitu. Lihat pipi kamu sampe merah gitu."

"Gak papa Tante. Ini bukan karena pukulan dari Lunar. Ini karena Serafin malu Tante. Serafin belum pernah sedekat ini dengan wanita sebelumnya," kata Serafin membuatku tersedak. Malu katanya, padahal saat mengatakan kalau dia sangean. Wajahnya tidak ada malu-malu, bahkan terkesan datar dan seperti sudah biasa. 

Aku sampai syok dan tidak bisa membela diri. Pandai sekali dia menjaga imagenya di depan orang-orang. Padahal di depanku dia sangat minus akhlak. 

"Maaf," kataku akhirnya dengan cemberut.

"Gak apa-apa. Selow aja Lunar," katanya menatapku lalu mengedipkan matanya sebelah. Nah saat seperti ini mama malah gak lihat dan fokus mencetak cookies. 

Serafin kemudian menghias cookies yang ada di atas loyang dengan choco chips. Sesekali dia menggigit bibir bawahnya yang berwarna merah. 

Ternyata Serafin sangat tampan, tapi minus akhlak. Dia juga sangat jago pencitraan ternyata.

"Tinggal dipanggang selama 35 menit," kata Serafin sambil masukkan loyang kedalam oven dan mengatur waktunya. Karena ovennya besar jadi bisa memanggang sekalian. Sekarang aku sedang membuat minuman untuk Serafin. Dia sedang duduk dengan mama dimeja makan. 

Saat aku kesana, mama malah pergi untuk mengecek cookiesnya. Serafin langsung bangkit dan mengambil nampan dari tanganku. Dia berada dibelakangku sekarang. Meletakan minuman di meja. Tanganya menyentuh bahuku keren posisiku yang berada didapatnya. Dia terlihat seperti memelukku. 

"Rambutnya gak usah diikat. Leher lo kelihatan, otak gue bandel nih," katanya sambil menarik ikat rambutku membuat rambutku terurai dan jatuh ke bahuku.

"Digerai aja bikin otak gue kemana-mana. Apalagi harus lihat leher lo sepanjang hari," katanya dan mendekatkan wajahnya padaku. Kukira dia ingin menciumku. Membuat aku membeku. Ternyata dia hanya mengambil sedikit rambutku dan menciumnya. Kemudian menyeringai. 

"Dasar mesum. Lo kira gue mau ngapain?" Serafin kemudian tertawa. Aku geram dan menjambak rambutnya.

"Tante…." katanya, aku langsung menutup mulutnya takut dia mengadu. Bagi mama Serafin itu malaikat, pasti aku yang akan salah. 

"Awas lo kalau ngadu," kataku mengancam 

"Tante aku izin ke lantai atas mau ngambil sesuatu."

"Iya," kata mama singkat. 

"Mau kemana lo Serafin?"

"Lo gak usah ikut lo kan tau kalau gue sangean. Gak boleh dekat-dekat ya cantik," kata Serafin mengacak-acak rambutku. Karena tidak ada yang salah aku membiarkan. Aku akhirnya memilih untuk melihat cookies saja. 

Aku kepikiran apa yang sebenarnya dilakukan Serafin diatas. Karena penasaran akhirnya aku memberanikan diri untuk menyusulnya. Kami berpapasan saat aku telah selesai menaiki tangga.

Dia tersenyum sambil membawa bantal dan guling diperlukannya. Aku hanya melihatnya bingung. Aku lebih memilih menuju kamarku. Sebentar tadi dia membawa bantal dan guling. Loh kok bantal dan guling ku hilang. 

Aku melihat benda itu sudah hilang. Tidak ada tanda-tanda dua benda yang selalu aku gunakan saat malam untuk melelapkan tidurku itu. Jangan bilang serafin yang mencurinya. 

"Serafin," teriakku dan langsung lari ke bawah dan mengejar Serafin yang sudah berlari yang dengan membawa bantal dan guling ku. 

"Serafin balikin bantal dan guling gue.

"Gak mau. Ini udah punya gue. DP ganti rugi karena lo udah melakukan kekerasan," katanya sambil berlari. Aku mengejarnya sampai ke rumahnya, tapi dia berhasil lolos. Dia masuk dan langsung mengunci pintu rumahnya.

"Serafin buka pintunya. Balikin bantal dan guling gue," kataku sambil menggedor-gedor pintu. 

"Gak mau ini punya gue sekarang. Gak bakal gue balikin, kecuali lo nikah sama gue sekarang.

"Serafin buka pintu," kataku bersikeras. Kesal karena dia sudah mencuri bantal dan guling ku. 

"Ok, gue buka, tapi ingat gue sendirian di rumah. Lo yakin mau masuk kesini," katanya dengan nada mengancam. "Kesempatan sih buat gue kalau lo masuk."

Otakku langsung menyalakan alarm bahaya. Bukan ide yang baik kalau aku bersikeras. Terpaksalah aku harus merelakan bantal dan guling.

"Dasar serafin sialan."

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Sebenarnya Dia Mesum Ma!   68. Lagi-lagi Kejutan

    Sebenarnya aku ingin bertanya ke mana Serafin akan membawaku. Namun aku mencoba untuk menahan diri dan menantikan kejutan dari dirinya. aku sangat yakin kali ini pun kejutannya pasti sangat istimewa. Serafin memang tidak pernah gagal memberikan sesuatu untukku. Dia selalu bisa memikirkan hal yang sebelumnya tidak pernah ada di benakku. "Lunar, sepertinya kita akan pulang telat malam ini. Lo nggak papa kan?""Nggak apa-apa kok kalau kita pulang telat. Tapi kayaknya gue mau minta izin ke mama dulu. Biar mama nggak khawatir nantinya," kataku sambil mengambil ponsel dari dalam tasku. Ingin menghubungi Mama agar dia tahu kalau aku pulang telat. "Gue udah minta izin ke mama, lo, kok. Mama, lo, juga udah ngijin kita pulang telat." Kalau Serafin yang meminta izin kepada Mama pasti diizinkan. Karena serafin adalah salah satu orang yang paling dipercayai Mama di dunia ini. Serafin juga adalah calon mantu idaman mama. Jadi meminta izin dari mama bukanlah hal yang sulit untuknya. Apalagi Seraf

  • Sebenarnya Dia Mesum Ma!   67. Lea Terluka

    Pagi-pagi sekali aku langsung ke kantor. Tentu saja untuk melaksanakan proses pemecatan pada direktur keuangan yang bekerja di perusahaan cabang.Suat aku memasuki ruangan, aku melihat jika tante wenda, melempar asbak ke kepala Lea. Sehingga darah langsung mengucur kewajah cantiknya. "Tante apa-apaan ini?" Kataku dengan nada marah yang tidak bisa disembunyikan. Aku langsung menghampiri Lea dan menekan kepalanya yang terluka. Sehingga darahnya juga membasahi tanganku. "Kamu tidak apa-apa Lea?" tanyaku dengan khawatir. Tentu saja itu pertanyaan yang sangat bodoh. Saya sedang terluka sekarang dan tentunya dia tidak baik-baik saja. "Jangan ikut campur urusan tante," katakan Wenda dengan nada yang arogan. "Kamu sudah lancang! Bisa-bisanya kamu melakukan proses pengecatan tanpa membicarakan yang terlebih dulu dengan tante," katanya marah dengan wajah yang memerah. Aku juga menatap tante wenda dengan tajam."Aku tidak lancang. Itu memang seharusnya aku lakukan," kataku menantang tante

  • Sebenarnya Dia Mesum Ma!   66. Pasar Malam

    Ternyata cepat sekali kabar sampai ke telinga tante Wenda. Dia langsung mengirimi aku pesan. Namun aku abaikan.[Kenapa kamu bertindak tanpa sepengetahuan tante? kamu sudah berani lancang ternyata!]Aku tidak ambil pusing. Aku juga sengaja tidak mengatakan masalah pemecatan pada tante Wenda. Kalau aku mengatakan. Dia pasti akan mencari cara untuk menyingkirkan bukti. Dia pastinya akan mempersulit aku. Biarkan saja dia mengamuk sesuka hatinya. Aku tidak peduli, bagiku sekarang yang paling penting adalah perusahaan cabang selamat. Yah, walaupun aku belum tau bagaimana cara menyelamatkan perusahaan cabang. "Lunar, mau pergi denganku malam ini?" kata Serafin berteriak dari balkon kamarnya. Aku keluar dari kamarku dan berjalan menuju balkon."Mau kemana?""Pasar malam. Di daerah sini ada pasar malam. Mau pergi?" katanya lagi. Serafin berdiri bersandar di pagar balkon. Rambutnya yang berantakan telihat indah kerena pantulan lampu balkonnya. "Gue mau ganti baju dulu.""Oke. Gue tunggu

  • Sebenarnya Dia Mesum Ma!   65. Selin Melempar Batu Ke Jendela Kaca Mama

    Karena suara itu sangat keras. Kami langsung keluar dan melihat apa yang terjadi. Ternyata Selin melempar batu yang sangat besar pada jendela kaca rumah. Sehingga pecah berkeping-keping. Apalagi masalahnya kali ini."Lunar keluar lo!" teriaknya tidak tau malu. Untung saja komplek perumahan ini perumahan elit. Sehingga tidak banyak orang berada di rumah pada jam segini. Orang-orang juga tidak terlalu kepo, karena mereka sangat sibuk. "Lo gila ya. Kenapa juga lo bisa masuk ke sini?" kataku kesal melihat ulahnya yang sudah sangat keterlaluan. "Itu gak penting. Yang penting, kenapa lo nyuruh Naral buat menjauhi gue," katanya dengan amarah yang menggebu-gebu. Dia langsung maju ke depan dan mencoba menamparku. Untung saja Serafin dengan sigap menahan tangannya. "Jangan coba-coba untuk kasar pada Lunar," kata Serafin memperingatinya. Namun sepertinya Selin tidak peduli. Dia langsung menepis tangan Serafin dengan kasar. "Lo gak perlu ikut campur. Ini urusan gue sama wanita jalang itu,"

  • Sebenarnya Dia Mesum Ma!   64. Perusahaan Cabang Diambang Kebangkrutan

    Kepalaku benar-benar sakit saat menerima laporan dari Lea. Penggelapan keuangan sangat parah. Jam kerja yang tidak beraturan dan beberapa masalah dari bagian pemasaran. Aku yang belum pernah menangani masalah seperti ini. Benar-benar kebingungan bagaimana cara mengatasi semua ini. Terlebih lagi ada laporan keuangan ganda yang ditemukan oleh Lea. Juga beberapa masalah dari mitra kerja yang dibiarkan berlarut-larut. Walaupun aku tidak banyak tahu. Tapi aku yakin, jika perusahan cabang ini. Sedang berada di ambang kebangkrutan. "Kenapa bisa separah ini?" kataku saat membolak-balik kertas dokumen. Benar-benar membuatku ingin muntah saja. Sudah pasti ada campur tangan oleh Tante Wenda. Dalam masalah ini. Tidak mungkin, dia tidak tahu semua ini. Apalagi laporan keuangan ganda yang sangat rapi. Seakan-akan semuanya sudah dipersiapkan. Untung saja aku menyusupkan Lea ke perusahaan cabang. Jika tidak aku tidak akan punya bukti dalam kasus ini. Perusahaan juga akan bangkrut dan tenggelam

  • Sebenarnya Dia Mesum Ma!   63. Kamar Serafin

    Aku gugup sekali, karena baru kali ini. Aku masuk ke kamar Serafin. Biasanya dia tidak pernah mengizinkan aku masuk ke dalam kamarnya. Baru kali ini aku bisa melihat kamar Serafin. Ternyata kamarnya sangat rapi. Hampir semua perabotan di kamarnya dari kayu dan berwarna coklat. Ranjangnya terlihat sangat besar. Terlihat nyaman dan mewah. Gulingku sepertinya punya perlakuan khusus. Dia ditempatkan begitu mencolok. Dia berada di atas bantal. "Jangan coba-coba. Itu udah jadi punya gue," katanya memperingati aku. Sepertinya dia tau apa yang aku pikirkan. Aku ingin mengambil kembali gulingku. "Itu punya gue. Lo yang nyuri dari gue." "Gak gue curi. Mama lo bilang gue bisa ambil yang gue butuhin. Makanya gue ambil guling dan bantal lo, soalnya itu yang paling gue butuhin," katanya tanpa merasa bersalah sama sekali."Mana mungkin mama gue nyangka kalo lo bakal ngambil guling dan bantal gue.""Karena itu gue ambil. Sekarang bantal dan gulingnya udah jadi punya gue."Walaupun aku mengatakan

  • Sebenarnya Dia Mesum Ma!   62. Mulai Tercium

    Tanteku menatapku tajam, tapi sedetik kemudian dia tersenyum ramah padaku. Aku yakin sekali tadi jika tanteku menatapku dengan tajam.Tante Wenda berjalan ke arah kami dan menyapaku dengan ramah. Dia juga memberikan satu buah dalam keranjang padaku. "Ini ada sedikit buah tante bawa buat Serafin," kata tante Wenda dengan ramah. Walaupun dia punya alasan untuk menjenguk Serafin. Tapi aku sangat curiga padanya. Dia pasti punya motif tersembunyi.Aku yakin sekali tanteku pasti sedang merencanakan sesuatu. Namun apapun rencananya kali ini. Aku tidak akan pernah membiarkannya berhasil. "Terima kasih tante," kataku dengan ramah juga.Aku ingin mengikuti permainan. Tanteku mungkin, sehingga dia tidak sadar. Jika akulah yang akan menikamnya dari belakang. Tante Wenda duduk di sofa. Posisinya berhadapan denganku. Sementara Serafin berada di samping ku. "Syukurlah, kalau kecelakaannya tidak parah," katanya melirik Serafin. "Syukurlah, bu Wenda, saya tidak mengalami cidera apapun.""Panggi

  • Sebenarnya Dia Mesum Ma!   61. Masa Perawatan

    Serafin harus dirawat untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut. Dokter khawatir kalau serafin ada luka dalam dan gegar otak.Aku juga setuju dengan dokter. Melihat mobilnya yang sangat hancur. Seperti keajaiban saat Serafin tidak terluka sama sekali. Dia hanya memar-memar saja. Aku sampai memaksanya membuka baju. Untuk memeriksa tubuhnya. Apakah benar tidak ada luka. Airbag Serafin mengembang sangat tepat. Sehingga dia tidak luka sama sekali. Satu lagi, mobilnya adalah mobil mahal. Dengan sistem keselamatan yang tidak ada duanya. Walaupun bodi luar mobilnya hancur. Bagian dalamnya ternyata sangat terjaga. Sehingga dia bisa selamat dari kecelakaan itu. "Lunar, kayaknya kita harus beli mobil yang itu dua lagi. Satu buat lo, satu buat gue. Bagus banget," katanya sambil menunjukan gambar mobil itu melalui ponselnya.Membayangkan harga mobilnya. Membuatku merinding. Walaupun papa ada orang yang kaya. Aku tidak perna

  • Sebenarnya Dia Mesum Ma!   60. Jenaka

    Di bangkar itu tertulis nama serafin. Tapi aku tidak ingin percaya. Serafin ku pasti baik-baik saja. Bukan dia yang berbaring kaku dan tidak bernafas disana. Itu pasti bukan dia. Pasti ada kesalahan di rumah sakit ini! Aku mendekati bangkar dan terduduk lesu di lantai rumah sakit. Aku tidak peduli jika di lantai ada beberapa bercak darah. Aku menatap sedih pada orang yang ditutup kain putih keseluruhan badannya. "Ini pasti bukan lo, kan, Serafin. Lo pasti lagi becanda sama gue. Udah dong bercandanya. Kali ini gak lucu, gue gak suka," kataku putus asa. Rasanya sakit sekali. Aku bahkan tidak bisa mengatakan rasa sakit yang kurasakan. Aku ingin membuka kain yang menutupinya. Namun aku tidak punya keberanian.Belum membuka kainnya saja. Aku sudah gemetaran setengah mati. "Serafin, tolong bangun. Harusnya gue bilang ini dari dulu. Serafin gue cinta lo. Lo laki-laki pertama yang buat gue jatuh cinta.

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status