Home / Romansa / Sebening Cinta Anne / Part 5. Persekongkolan

Share

Part 5. Persekongkolan

Author: Ummu Nadin
last update Last Updated: 2021-08-02 14:28:02

Mata Hanzel menyipit memandang wanita yang berjalan disamping Finn. Siapa dia?

 

"Finn,"

 

"Hanz,"

 

"Elo disini?" Tanya Hanz

 

" Iya, gue nganter mama gue," 

 

"Mam, kenalin. Ini Hanzel teman Finn kuliah di Harvard," Finn mengenalkan wanita tadi dengan sebutan mama.

 

"Hanzel, Tante," Hanzel mengenalkan diri pada mamanya Finn.

 

Wanita di depannya ini yang tadi membuat Hanzel sedikit tergetar hatinya. Wajahnya seperti mirip seseorang.

 

"Sesama Lawyer ya kalian?" Tanya mama Finn.

 

"Bukan, Tante. Kami beda jurusan. Hanzel kuliah jurusan Managemen Bisnis," jawab Hanz.

 

"Oh, Finn ga mau jadi pengusaha, Hanz. Dia ambil jurusan hukum karena sepupunya ... "

 

"Mam, udah deh. Kok jadi curhat sama Hanzel," Finn cemberut.

 

"Tuh, Hanz. Dia ini sudah jadi Lawyer tapi masih suka merajuk sama mamanya. Hehehe,"

 

"Ngomong-ngomong ngapain elo kesini, Bro?" Finn heran melihat Hanzel datang di Yayasan Tuna Rungu.

 

"Papa gue donatur tetap di Yayasan ini, Finn. Ni gue di suruh papa ke sini,"

 

"Oh, gitu. Ya udah gue duluan ya, Bro. Ni mau nganterin gadis shopping. Hehehe," ucap Finn yang segera di towel lengannya oleh mamanya. Ya jelas, sembarangan aja dia sebut mamanya dengan sebutan gadis. Hehe

 

Dasar Finn.

 

"Okay, Bro. Gue masuk dulu ya," Hanzel berpamitan.

 

"Hanz, gue ada sepupu juga di sini," ucap Finn menghentikan langkah Hanzel.

 

"Finn, ayooo,"

 

"Ya, Mam. Bentar,"

 

"Tar deh kapan-kapan gue kenalin sama sepupu gue, tapi jangan macem-macem. Karena dia spesial banget buat gue," ucap Finn kemudian.

 

"Indomie spesial pakek telor, Finn," Hanzel terkekeh. Membuat Finn melayangkan tinjunya di udara sambil melotot.

 

"Ya udah, gue masuk dulu, bye,"

 

Akhirnya mereka berpisah. Hanzel melangkah masuk. Begitu kakinya masuk di gedung itu, matanya tiba-tiba menangkap sosok gadis yang telah mencuri waktu tidurnya tadi malam, tengah berbincang dengan seorang pria.

 

Bukankah dia Alex.

 

Oh lelaki genit itu gerak cepat rupanya.

 

Hanzel jadi ingat ucapan Papanya tadi malam. Papanya telah memintanya gerak cepat, siapa cepat dia dapat. Oh, shittt.

 

Ternyata nasihat orang tua itu ada benarnya. Mungkin karena Papanya sudah terlalu banyak makan asam garam kehidupan. Hehe

 

Akhirnya Hanzel memutuskan untuk menunggu, dia duduk di kursi depan. Sembari menunggu dua orang itu selesai berbincang. Duh, menyebalkan.

 

Sekian menit telah berlalu, terasa begitu panjang. Jam dinding terasa begitu lambat bergerak, dan begitu lama. Tak ada yang dia lakukan kecuali bermain dengan layar handphone. 

 

Sesekali dia melirik pada dua manusia yang sedang asyik berbincang itu. Seolah dunia milik mereka berdua saja. Entah bagaimana rupa wajahnya kini. Huh ... menyebalkan.

 

Lama-lama Hanzel merasa jenuh menunggu, setelah sekian menit berlalu. Belum ada tanda-tanda Alex akan segera pergi. Dan Anne juga tidak menyadari kedatangannya.

 

Hanzel memutuskan beranjak dari ruangan itu. Lebih baik pulang saja. Daripada tak dianggap di sini. 

 

Mungkin karena hatinya kesal, membuat dia terlalu keras menggeser kursinya. Derit suara kursi yang beradu dengan ubin membuat Anne menoleh.

 

"Hanz,"

 

Anne beranjak tergesa kearah Hanzel. 

 

"Udah lama?"

 

"Cukup lama untuk menanak nasi jadi gosong,"

 

Anne menahan senyum mendengar jawaban Hanzel. Sebenarnya dia mau menjawab, bahwa Hanzel ahli dalam menggosongkan nasi. Tapi melihat raut muka Hanzel sudah ga enak dilihat, sepertinya bukan saatnya dia menanggapi dengan bercanda.

 

"Maaf, aku ga tau," ucap Anne tulus.

 

"Hmmm,"

 

"Jadi?" 

 

Anne mencoba mencairkan suasana.

 

"Jadi apa?"

 

"Maksudku, mari kita bicara," jawab Anne.

 

"Tentang kita?"

 

Tak urung membuat Anne melebarkan senyumnya, lesung Pipit dikedua pipinya terpampang nyata. Membuat hati Hanzel jadi semakin ketar-ketir. Berdebar, dan ah ....

 

Anne menyadari, ternyata Hanzel sedang merajuk.

 

"Kita?" Pancing Anne.

 

Hanzel menatap tajam, sepasang iris biru itu begitu lekat menatap pada Anne. Dalam diam.

 

"Ann, kita belum selesai bicara." Tiba-tiba Alex datang membuat keduanya tiba-tiba mendadak canggung.

 

"Bicara apa sih, sepenting apa?" Hanzel menyela, sebelum Anne menjawab. Membuat Alex memalingkan wajahnya ke arah Hanzel.

 

"Urusan Penting, Pak Hanzel. Ya kan, Ann?"

 

Anne tersenyum canggung, kemudian menggaruk rambutnya yang tidak gatal. Sementara Hanzel memutar bola matanya malas. 

 

"Sebaiknya jangan terlalu lama bicara dengan calon istri saya, Pak Alex. Saya tidak suka,"

 

Mata Anne mengerjab beberapa kali mendengar jawaban Hanzel. Sementara Alex tampak kaget.

 

"Kalian mau menikah? Kapan?" Kini Alex yang tampak canggung.

 

"Segera kami kabari, Pak Alex. Saya akan mengantarkan undangannya pada Anda secara pribadi," ucap Hanzel dengan senyum miring.

 

"Oh, sebaiknya segera, Pak Hanzel. Karena jika tidak, saya akan membuatnya batal,"

 

Oh, pria ini sangat tidak tahu malu rupanya. Berani menabuh genderang perang secara terang-terangan di hadapanku. Pikir Hanzel.

 

Anne jadi bingung harus bersikap bagaimana pada kedua lelaki didepannya. Dia hanya diam saja, takut salah bersikap.

 

"Baiklah, Ann. Aku pulang dulu ya. Kapan-kapan aku datang lagi,"

 

Anne hanya tersenyum tipis sambil mengangguk.

 

Sepeninggal Alex, Hanzel menarik tangan Anne keluar gedung.

 

"Ikut, Ann!"

 

"Kemana?"

 

"Ikut, jangan banyak bicara."

 

Bibir Anne mengerucut, pria ini sangat egois ternyata. Belum jadi menikah saja sudah berani ngatur-ngatur. Bagaimana kalau sudah. Tapi dia tidak berani menolak. Dia mengekor di belakang Hanzel, meski hatinya kesal.

 

"Naik,"

 

Perintah Hanzel dingin, saat pintu mobil sudah dia bukakan untuk Anne. Anne mengikuti perintah Hanzel dalam diam, masih mengerucutkan bibirnya.

 

Suara mobil Hanzel menderu meninggalkan Gedung Yayasan Tuna Rungu bersama Anne. Sekian menit berlalu, Hanzel hanya berputar-putar tanpa tujuan.

 

Mereka hanya diam tanpa bicara. Anne juga tidak bertanya. Dia hanya menunduk saja berada di sisi Hanzel. Sesekali Hanzel meliriknya.

 

Tik. Tok. Tik. Tok. Tik. Tok.

Kira-kira begitu bunyi jarum jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan Hanzel. Keduanya diliputi kesunyian.

 

"Hanz,"

 

"Ann,"

 

Keduanya saling menatap. Senyuman pun akhirnya terbit dari bibir keduanya.

 

"So?"

 

"Jadi kemarin pagi kamu lari dari rumah dengan seorang pria?"

 

Anne mengernyitkan dahinya. Tak mengerti arah pembicaraan Hanzel.

 

"Maksudnya?"

 

"Kamu menolak perjodohan kita?"

 

"Aku tidak bicara apapun tentang perjodohan kita, Hanz. Aku memang pergi dari rumah, sekarang tinggal di Yayasan. Karena ada beberapa alasan."

 

"Pria itu?"

 

"Pria yang mana?"

 

"Yang melarikanmu dari rumah,"

 

Anne terkekeh sambil menggelengkan kepalanya. Pria dihadapannya ini sangat unik. Baru tiga kali ini mereka bertemu, pertama saat makan malam konyol itu. Kedua saat malam Konser Amal kemarin. Ketiga hari ini. Tapi pria ini tampak sangat posesif seolah sudah mengenal Anne lama.

 

"Jadi kau merahasiakan pria kurang ajar itu?" Hanzel menatap Anne tajam.

 

"Ga ada, Hanz,"

 

Hanzel mendengus panjang. Seberapa penting pria ini dihatimu, Ann. Sampai kau merahasiakannya dariku. Pikirnya.

 

 

***

 

 

Sepulang dari Gedung Yayasan Tuna Rungu, Alex duduk menyendiri di sebuah kafe. Tangannya memutar-mutar Handphonenya di meja, sementara salah satu tangannya menjadi alas kepalanya bersandar di atas meja. Berkali-kali dia membuang nafas kasar.

 

Raut mukanya menampakkan dirinya sedang tidak bersemangat.

 

"Jadi dia sudah mau menikah?"

 

"Jadi aku kalah cepat mendekatinya."

 

Alex benar-benar tampak kehilangan gairah hidup. 

 

"Lex, elo kenapa sih, kok bete gitu?"

 

Seorang gadis berambut blonde berjalan mendekatinya, kemudian duduk di samping Alex.

 

"Gimana, elo berhasil ga deketin, Anne?"

 

"Pokoknya tugas elo, deketin Anne. Bikin Anne jatuh cinta sama elo. Habis itu terserah elo. Mau elo nikahin atau tinggalin. Bukan urusan gue,"

 

Alex hanya diam saja, tidak berminat menjawab ataupun merespon.

 

"Lex, elo denger ga sih. Diajak ngomong malah bengong," protes Miska.

 

"Berisik banget sih Lo," gertak Alex.

 

"Lex, kok gitu. Lo nyuekin gue," gadis di samping Alex tampak kesal.

 

"Kenapa elo ga bilang kalau Anne mau nikah sama Hanzel?"

 

"Justru itu, Lex. Elo harus gagalin perjodohan bodoh ini, Denger ya, gue mau Hanzel. Elo mau Anne. Jadi impas kan," terang gadis itu.

 

"Oh, jadi elo manfaatin gue buat kepentingan elo," Alex menjawab kasar seraya berdiri dari kursi tempat dia duduk.

 

"Lex, dengerin gue. Gue punya rencana bagus buat kita," tukas Miska.

 

"Maksud Lo rencana apa?"

 

Gadis berambut blonde itu tersenyum jahat. 

 

"Rencana besar, buat kita dapetin apa yang kita mau," ujar Miska sambil tersenyum miring.

 

"Bisa ga lo, bicara yang jelas gitu, Miska. Jangan bikin gue makin bete," protes Alex.

 

"Sini gue bisikin!"

 

Kemudian Miska mendekatkan bibirnya di telinga Alex, dan membisikkan sesuatu. Entah apa yang di ucapkan Miska. Yang jelas, mata Alex membelalak. Duh, apa ya?

 

 

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Ovie Maria
baca part ini, pikiranku terbuka. wkwk sebelumnya kukira Finn bakalan jadi saingan hanzel, tapi kayaknya enggak deh. si Alex ini yg bisa jadi.. ikut rencana Miska Krn rasa sukanya sm Anne. duh, apapun itu, semoga anne-hanzel bersatu. aamiin ...
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Sebening Cinta Anne   Part 50. Akhir Sebuah Kisah

    Suasana tenang melingkupi area pemakaman Al Azhar memorial garden. Sepeninggal Dewangga pulang bersama polisi, Atmaja-pun pulang dianter Federick, sementara Anne ditemani Hanzel melanjutkan sekalian ziarah di makam orang tuanya. Apalagi besok adalah hari pernikahan mereka.Keduanya tampak khusyuk bersimpuh di depan dua makam di depan mereka. Di batu nisannya, bertuliskan Darren Atmaja, sementara yang satunya Sherly Putri Sudjatmiko. Ya, mereka adalah mama dan papa Anne."Ma, Pa, dia adalah pria yang mama pilihkan untuk Anne, namanya Hanzel," gumamnya di atas pusara orang tuanya.Dua netra bening telah dipenuhi dengan kaca-kaca yang hanya dengan sekali kedipan mata, akan luruh menjadi hujan."Om, Tante, terima kasih telah mempercayai saya untuk menjadi penjaga wanita ini, saya akan berusaha keras untuk menjaganya. Besok kami akan menikah, tenanglah di sana, semoga Allah menempatkan kalian di syurga-Nya," gumam Hanzel di depan pusara kedua orang tua Anne.

  • Sebening Cinta Anne   Part 49. Atmaja dan Dewangga

    Dua orang pria tua duduk saling berhadapan dan saling membisu, tatapan mata keduanya bertemu akhirnya saling membuang wajah. Puluhan menit berlalu, tanpa sepatah katapun yang terucap dari bibir keduanya."Kau ga ingin menghajarku?" tanya pria tua yang memakai baju Oren bertuliskan tahanan di punggungnya."Kau meledekku, hah? berdiri saja aku tidak mampu," jawab pria tua yang duduk di kursi roda."Tak kusangka Andini memilih pria lemah sepertimu," ejek pria berbaju oren.Keduanya tertawa miris. Ya, mereka adalah Atmaja dan Dewangga. Setelah sekian puluh tahun tak saling bertemu, tak saling menyapa, dan tak saling memberi kabar, akhirnya kini Tuhan mempertemukan mereka, di tempat yang tidak seharusnya.Ya, kini Dewangga ada di dalam penjara. Di tempat yang sama dengan Raka ditahan.Pagi ini Atmaja menjenguknya, menjenguk pria yang telah menghabisi anak semata wayangnya, Darren Atmaja."Apa tempatnya nyaman untukmu?" tanya At

  • Sebening Cinta Anne   Part 48. Cintamu telah Kembali

    Anne melangkah turun dari mobil dengan terburu-buru, sementara Hanzel mengawalnya di belakang. Mereka kini telah berada di kantor polisi, untuk menemui kakek Dewangga. Ada banyak pertanyaan yang berputar-putar dalam benaknya tentang alasan Dewangga menembak Raka. Anne menangkap keanehan tentang sikap Dewangga padanya. Mestinya pria tua itu tidak perlu mengorbankan dirinya meringkuk di penjara untuk orang yang baru sehari dia kenal, bukankah ini sangat aneh?Akan tetapi gadis itu sangat bersyukur pria tua yang baru dia kenal kemarin, telah melakukan sesuatu untuk mereka di saat yang tepat. Anne tidak bisa membayangkan jika Dewangga datang terlambat satu menit saja, akan lain ceritanya. Pasti saat itu kepala Hanzel yang harus terluka terkena pukulan Raka. Bagaimanapun semua pertanyaan itu harus terjawab hari ini.Finn yang sudah lebih dulu di kantor polisi, menyambut mereka dengan wajah penuh tanya."Kenapa, Hanz?" tanya Finn."Kakek Dewangga," jawab Hanzel

  • Sebening Cinta Anne   Part 47. Karena Aku Mencintaimu

    "Bunuh aku sekarang, Ka, aku ikhlas jika harus mati sekarang," jawab Anne lemah.Raka tertawa melihat Anne meringkuk di sudut kamar sambil ketakutan. Kemudian pria itu berjalan mendekatinya dengan bertelanjang dada, sementara Anne tampak semakin panik dan ketakutan tidak tahu harus berbuat apa. Hiks ..."Hahaha ... kemari, Ann!" ujar Raka di sela tawanya."Jangan mendekat, Ka!" pekik Anne."Hey, jangan teriak-teriak, Ann," ujar Raka menahan tawa."Pergi, Ka, pergi!" jerit Anne, mulai terisak.Raka geli melihat ekspresi Anne yang ketakutan. Padahal dia sebenarnya hanya bermaksud mengerjainya saja, supaya Anne berkata bersedia menjadi istrinya, tidak di sangka Anne benar-benar ketakutan melihatnya melepaskan kaosnya. Gadis itu mengira Raka akan melakukan hal yang tidak senonoh kepadanya, hingga membuatnya ketakutan. Baginya ini lebih menakutkan daripada dibunuh."Ann, udah, aku cuma becanda, ya ampun," hibur Raka, tapi Anne terlan

  • Sebening Cinta Anne   Part 46. Raka Sang Psikopat

    Hari ini Anne masih di Senggigi, semalam mereka menginap di resto milik Raka di tepian Senggigi. Karena setelah usai menikmati sunset, Anne tampak sudah terlalu lelah jika harus diajak pulang ke villa yang telah mereka sewa.Sementara Dewangga juga menginap di tempat yang sama atas permintaan Anne. Meskipun Raka keberatan, tapi akhirnya mengalah karena Anne bersikeras memberi tumpangan pada dewangga untuk menginap tadi malam.Siang ini Raka berniat mengajak Anne kembali ke villa, tapi Anne memaksa untuk membawa serta Dewangga bersama mereka. Raka tidak habis pikir dengan Anne, kenapa gadis itu begitu memaksa untuk memberi tumpangan pada Dewangga, padahal dia adalah orang asing.Kini mereka berdebat di tepi pantai."Ann, dia hanya orang asing, jangan terlalu baik," protes Raka ketika Anne memintanya untuk mengajak Dewangga sementara tinggal bersama mereka di villa."Ka, dia seusia kakek Atmaja, apa kamu ga kasihan?" bujuk Anne.Raka mem

  • Sebening Cinta Anne   Part 45. Harus Menemukanmu

    Pintu kedatangan bandara internasional Zaenudin Abdul Madjid Lombok siang ini sangat padat, di luar tampak beberapa petugas sedang menunggu kedatangan Hanzel dan Finn serta dua polisi Surabaya yang terbang dari bandara Juanda sebelum dhuhur tadi."Kami sudah menunggu di luar, Pak," jawab salah satu polisi yang di dadanya tertulis nama Kompol Zakaria menjawab panggilan dari rombongan Hanzel."Baik, kami tunggu," jawabnya lagi seraya mematikan panggilan.Dia lalu memberikan informasi kepada anak buahnya untuk bersiap karena yang ditunggu sedang menuju di luar."Kalian bersiap, mereka sudah berjalan kemari," titahnya pada anak buah yang mendampingi."Siap, Ndan," jawab mereka serempak.Tak berapa lama kemudian, yang mereka tunggu telah muncul dari pintu keluar bandara, hingga terbit senyuman sang komandan seraya berjalan mendekat."Mari, Pak Finn, Pak Hanzel," sapanya.Mereka saling berjabat tangan, kemudian memberikan infor

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status