Share

Part 6. Kecurigaan

Miska membisikkan sesuatu di telinga Alex. Kemudian mata Alex membelalak sempurna.

 

"What!"

 

"Gimana, bagus kan rencana gue?" Miska tersenyum jahat.

 

"Elo gila? Ogah, gue ga mau," tolak Alex.

 

"Heleh, Cemen Lo," Miska memberengut.

 

"Bukan gitu, ini tindakan kriminal," protes Alex.

 

"Kriminal apaan, prank doang. Seru tauk," Miska terus membujuk.

 

"Gue jamin, Anne dan Hanzel batal nikah," Miska berusaha membujuk Alex.

 

"Tar deh, gue pikirin lagi," jawab Alex lemah.

 

"Kalau Lo nyerah sih ya udah, gue ga akan maksa juga. Gue bakal cari orang lain yang mau jalanin rencana gue. Tapi elo jangan nyesel kalau ga bisa dapetin Anne," Miska berdiri dan melangkah pergi.

 

"Gue bilang, gue pikirin dulu," tegas Alex.

 

Miska tersenyum miring, kemudian berjalan menjauh, keluar dari kafe. Sementara Alex tampak berpikir, sambil menghela nafas gusar.

 

 

***

 

 

Malam ini, Anne harus pergi belanja untuk kebutuhan sehari-hari Yayasan. Di sini selain dirinya, ada juga beberapa temannya yang menginap. Selain mereka, ada juga asrama untuk anak tuna rungu yang berasal dari kalangan ekonomi menengah kebawah. 

 

Di Asrama ini, ada sekitar 15 anak tuna rungu yang dibina. Mereka diajari cara berkomunikasi secara verbal dan dengan bahasa isyarat dan keahlian lain yang harus dimiliki oleh penyandang tuna rungu supaya bisa bertahan hidup kelak, ditengah kerasnya kehidupan. 

 

Meskipun mereka adalah penyandang disabilitas. Mereka tidak sempurna. Tapi bukan berarti mereka harus meminta belas kasihan orang untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka kelak.

 

Sehingga di yayasan inilah mereka diajari banyak hal. Untuk mereka bisa tumbuh menjadi manusia-manusia kuat, ditengah badai kehidupan yang begitu keras. Jangankan untuk mereka yang tidak sempurna seperti mereka, bahkan untuk mereka yang normal sangat sulit bersaing dan berkompetisi untuk mendapatkan kehidupan yang layak.

 

"Ann, maaf aku ga bisa nemeni belanja," Kesya mengungkapkan penyesalannya.

 

"Gapapa, Sya. Aku bisa sendiri. Tinggal order ojek online," ujar Anne.

 

"Beneran, Ann. Kamu bisa sendiri?" Kesya memastikan.

 

Anne mengangguk, sambil tersenyum manis.

 

"Ya udah, hati-hati ya. Jangan sering-sering tersenyum, khawatir babang *ojeknya tar jatuh cinta sama senyummu, Ann," Anne melambaikan tangannya di udara, merespon candaan Kesya.

 

"Senyum kamu tuh maut banget, Ann. Coba aku cowok, udah kujadikan kekasih. Sumpah deh," Kesya terkekeh sambil mencolek pipi gembilnya Anne yang gemesin.

 

"Ga lucu ih," Anne ikut terkekeh.

 

Obrolan mereka terjeda, ketika sebuah mobil avansa warna hitam berhenti di depan Gedung, setelah memastikan itu orderannya Anne segera meluncur ke Overmart yang ada di setiap Mall di seluruh Indonesia.

 

Malam ini sangat ramai, mungkin karena tanggal muda yang konon kabarnya banyak orang gajian. Jadi Mall ramai orang belanja atau sekedar hang out ala-ala anak muda.

 

Anne sibuk memasukkan belanjaan ke dalam troli, susu untuk anak-anak, sabun dan keperluan kamar mandi, serta berbagai kue untuk cemilan anak-anak.

 

Dia tidak menyadari jika sedari dia masuk di pusat perbelanjaan itu ada sepasang mata dibalik kacamata hitam yang terus mengawasi Anne dari kejauhan.

 

"Susu udah, sabun udah, tisu, pembalut, kue-kue, minyak kayu putih semua udah .... " dia bergumam sendiri sambil meneliti belanjaannya.

 

"Tinggal bayar di kasir," gumam Anne lirih.

 

Anne berjalan menuju kasir sambil mendorong troli besar.

 

Ketika sampai di persimpangan, tak sengaja trolinya menabrak seseorang yang tengah memilih barang. Membuat orang itu  terhuyung.

 

"Ma-maaf, Kek. Saya tidak sengaja," cicit Anne sambil menangkupkan kedua tangannya di dada sebagai tanda menyesal.

 

Pria itu hanya tersenyum tipis, mengangguk sekilas. Tak berniat berbincang kemudian Anne beranjak menuju kasir. 

 

Setelah Anne menjauh, pria itu menarik nafas panjang, tatapan matanya di balik kaca mata hitamnya masih terus mengikuti langkah Anne yang semakin menjauh.

 

"Aku akan menjadi bayang-bayang dalam hidupmu, Nak," ucapnya seraya mengusap butiran bening yang lolos dari balik kacamata hitamnya.

 

Penyesalan itu memang selalu hadir di belakang. Seandainya waktu bisa diputar kembali. Banyak cerita yang akan menjadi berbeda. 

 

Tapi sebuah pantangan bagi sang waktu untuk berjalan mundur. Dia terus berjalan ke depan, meski meninggalkan kepahitan hidup bagi sebagian orang. Akibat penyesalan yang membabi buta.

 

 

***

 

 

Jam dinding di rumah Finn sudah berdentang dua belas kali, artinya waktu sudah menunjukkan jam 12 malam. Tapi Finn masih sibuk di ruang kerjanya. Belum berniat untuk bergegas tidur.

 

Berkas-berkas penting berserakan di meja, sementara dia membolak-balik beberapa lembar foto, sepertinya foto lama. 

 

Beberapa kali dia menghembuskan nafas panjang. Seolah bertemu dengan jalan buntu.

 

"Butuh saksi kunci," gumam Finn.

 

Finn, menyandarkan kepalanya di sandaran kursi. Tangan kanannya mengurut dahinya. Meregangkan ototnya yang kelelahan karena terlalu banyak berpikir.

 

Sepertinya kali ini dia sedang menghadapi kasus yang sulit dipecahkan. Profesinya sebagai Lawyer memang mengharuskannya bekerja ekstra keras. Banyak kasus-kasus rumit yang harus dia selesaikan. 

 

Finn telah jatuh cinta dengan profesi ini sejak masih sekolah menengah. Dia merasa dengan menjalani profesinya ini, dia bisa menjadi seorang Super Hero. Menolong orang yang sedang mengalami ketidakadilan hukum di negeri ini.

 

Baru beberapa hari kembali ke indonesia. Dia sudah mendapat panggilan kerja di sebuah Firma Hukum yang cukup bergengsi di Jakarta. Bergabung dengan teman-teman seprofesinya. 

 

Mudah baginya untuk mendapatkan pekerjaan karena dia lulusan fakultas Hukum dari Harvard University. 

 

Awalnya Papanya menentang keras keputusan Finn kuliah jurusan hukum. Papanya sangat ingin Finn mengambil jurusan bisnis. Karena Finn adalah anak lelaki keluarga Sudjatmiko, kelak yang harus meneruskan perusahaan papanya. Tapi passion memang tidak bisa dipaksakan. Akhirnya papanya mengalah.

 

Cukup lama dia menyandarkan diri di kursi kerja, hingga kemudian dia beranjak keluar. 

 

Dia berjalan menuju dapur, tiba-tiba dia merasa lapar. Berniat mencari makanan untuk mengganjal perutnya.

 

Saat Finn membuka kulkas untuk mengambil minum dingin, mamanya berjalan dari dapur.

 

"Lapar, Finn?" sapa Merry.

 

"Iya, Mam," jawab Finn.

 

"Jangan tidur terlalu larut, Finn," Merry menemaninya duduk di meja makan.

 

"Tanggung, Mam. Klo ga sekalian dikerjain tar jadi males," sahut Finn.

 

"Mau makan sama sup, Finn? Biar mama angetin dulu kuahnya," Finn mengangguk.

 

"Mam, lama banget Finn ga ngerasain kayak gini," Finn memeluk mamanya dari belakang, saat mama sedang angetin kuah sup.

 

"Ngerasain apa?"

 

"Ya, ngerasain diperhatiin mama," jawab Finn.

 

Mamanya Finn membalikkan badan dan memeluk putranya itu. Sejak dia kuliah di Harvard, memang tidak pernah pulang ke tanah air. Keinginannya begitu besar untuk bisa meraih cita-cita sebagai lawyer yang hebat. Semua itu demi kasih sayangnya pada seseorang, Anne.

 

"Kasihan Anne ya, Mam. Selama ini mungkin dia sangat kesepian tanpa Om dan Tante,"

 

"Garis hidup orang itu serba rahasia, Finn. Mama juga ga nyangka jika secepat itu Sherly meninggalkan kita semua, meski hanya ipar tapi mama sudah anggap Sherly itu seperti adik mama sendiri," Finn duduk kembali di kursi.

 

"Finn, nyoba ngumpulin bukti-bukti. Kematian Om dan Tante itu ga wajar, Mam," kata Finn pelan.

 

"Maksudnya kecelakaan itu rekayasa gitu?" Finn mengangguk mendengar pertanyaan mamanya.

 

"Tapi sudah sepuluh tahun Finn, kasusnya apa belum Kadaluarsa?"

 

"Kalau terbukti semua ini adalah pembunuhan berencana, kita masih bisa menggugat, Mam," Merry mamanya Finn manggut-manggut.

 

"Tapi sulit, Mam. Finn harus bertemu dengan saksi kunci untuk menguatkan dugaan," ungkap Finn sambil mendesah.

 

"Itu sulit, Finn. Pak Hardiman dan Handoko menghilang entah kemana sejak peristiwa itu," Merry bersedih mengingat itu. 

 

"Finn yakin diantara dua orang itu salah satunya pelaku, salah satunya saksi kunci," ucap Finn.

 

"Pelaku? Apa alasannya?" Tanya Merry tak paham.

 

"Pelaku bisa jadi hanya disuruh, Mam. Jadi otak penjahat utamanya masih berkeliaran disekitar Anne selama ini," paparnya.

 

"Duh, mama kok jadi ngeri membayangkan Anne dalam bahaya, Finn," Mamanya Finn.

 

"Tepat sekali, Mam. Anne dalam bahaya, karena dia pewaris tunggal Atmaja. Jika benar terbukti Om dan Tante meninggal karena pembunuhan berencana, artinya orang itu menginginkan menjadi pewaris Atmaja. Dan Anne saat itu harusnya juga ditarget dibunuh juga." Finn bicara panjang lebar membuat mamanya bergidik ngeri.

 

"Ya Allah, kita harus menjaga Anne, Finn. mama ga mau Anne kenapa-napa," ujar Merry panik.

 

Finn mengangguk lemah, menyadari sepupunya itu ada dalam bahaya yang setiap saat bisa mengancam nyawanya.

 

 

 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status