Share

Part 8. Kemunculan Hardiman

Ketika Anne melangkah keluar dari ruang depan asrama tuna rungu, dia berpapasan dengan dua orang pria yang salah satunya Anne kenal. Beliau adalah Om Federick papanya Hanzel.

 

Sedang pria satunya kemungkinan relasi bisnis Om Federick, jika dilihat dari penampilannya yang masih mengenakan Jaz dan kemeja kantoran.

 

Senyum dibibir Anne terbit, kemudian dengan ramah Anne menyapa mereka. Karena sekarang Anne adalah tuan rumah di Yayasan ini.

 

"Selamat datang, Om Federick. Ada yang bisa Anne bantu?" sapa Anne ramah.

 

Sebenarnya ada rasa sungkan dan rasa bersalah dalam diri Anne pada Om Federick, perihal malam itu saat makan malam. Tapi karena hari ini beliau adalah tamu maka sebisa mungkin Anne harus bersikap profesional.

 

"Ann, kenalin ini teman Om, namanya Pak Ardian. Beliau ingin menjadi donatur yayasan ini," ucap Om Federick hangat.

 

Anne tidak menyangka Om Federick bersikap ramah padanya, karena malam itu dia tampak begitu kesal dengan ulah Anne.

 

"Senang sekali berjumpa anda disini, Pak Atmaja. Maaf, malam itu saya tidak sempat berbincang secara pribadi dengan anda,"

 

Om Federick mengulurkan tangannya pada Kakek. Kakek menyambutnya dengan hangat.

 

"Tidak mengapa, saya yang meminta maaf karena malam itu terjadi sedikit kekacauan di rumah saya, maafkan cucu saya," ucap Kakek tampak begitu ringan berbincang dengan Om Federick.

 

"Saya malah sudah lupa, sudahlah anak-anak kadang memang bersikap konyol, Iya kan, Ann?" Om Federick menatap Anne dengan hangat.

 

Anne menunduk tersipu malu, dia bingung harus menjawab apa dan bagaimana.

 

"Mari kita ke ruang tamu, supaya lebih nyaman berbincang, Om," ucap Anne kemudian.

 

Mereka kemudian berjalan bersama menuju ruang tamu yayasan. Sebuah ruangan yang tidak begitu luas. Tapi lumayan nyaman untuk berbincang ketika ada donatur yang datang.

 

"Begini, Ann. Kemarin saya berhalangan hadir di konser amal galang dana, hanya melihat acara malam itu dari video yang dikirim oleh Pak Federick. Setelah melihat video itu Om sangat tertarik menjadi donatur di sini," ucap Om Ardian antusias.

 

Konser amal malam itu memang terbilang sukses. Karena Om Federick ikut membantu mempublikasikan kepada relasi bisnisnya.

 

"Terima kasih banyak ya, Om. Semoga bermanfaat untuk anak-anak penyandang tuna rungu, di balas oleh Allah berlipat ganda," ucap Anne ketika Om Ardian menyerahkan amplop coklat yang tertera nominal sepuluh juta.

 

Anne segera beranjak mengambil kwitansi, menulis nama serta nominal kemudian menyerahkan kwitansi pada Om Ardian.

 

Kemudian mereka berbincang seputar program yang berjalan di yayasan untuk tuna rungu. Om Ardian sangat terkesan dengan program-program yang terencana dengan baik. Dan memutuskan untuk menjadi donatur tetap seperti Om Federick.

 

Setelahnya tiga pria itu terus berbincang banyak hal, Anne hanya menjadi pendengar setia. 

 

"Senang sekali saya bisa berkenalan dengan anda, Pak Atmaja. Juga mengenal cucu Bapak yang sangat berbakat ini. Beruntung sekali Pak Federick bisa menjadi besan, Anda," Om Ardian berkomentar sambil mencolek bahu Om Federick.

 

Mendengarnya tentu saja membuat Anne tersipu malu. 

 

"Jika tidak ada halangan, sebaiknya disegerakan saja pernikahan mereka." 

 

Kemudian mereka bertiga tertawa bersama.

 

"Iya, sepertinya Hanzel juga sudah tidak sabar, begitu kan, Ann?" Om Federick genit menggoda Anne yang pipinya memerah tertunduk malu.

 

"Kamu setuju kan, Ann?" Kakek Atmaja ikut tertawa.

 

Anne merasa dia sedang berada di tempat yang salah. Seperti perawan di sarang penyamun. Hehehe

 

Om Federick dan Om Ardian berpamitan mau kembali ke kantor. Anne dan Kakek Atmaja mengantar mereka sampai di parkiran. Tempat mobil Om Ardian di parkir.

 

Di jok depan, supir Om Ardian tampak sudah bersiap menyalakan mobil. Sekilas Anne meliriknya, pria itu memakai kacamata hitam yang bertengger di atas hidungnya. Anne tampak berpikir, sepertinya pernah bertemu. Tapi dimana?

 

 

***

 

 

"Har, kok tumben pake kacamata hitam segala?" Om Ardian menegur sopirnya.

 

"Biar ga silau, Pak," jawab sopirnya sambil nyengir.

 

"Kamu ini lho kok aneh, wong kaca mobilnya sudah ada anti silaunya. Masih pake kacamata hitam," tampak Om Ardian menggelengkan kepala. Di sampingnya Om Federick ikut terkekeh pelan.

 

"Ngomong-ngomong, kamu pindah ke sini sudah berapa lama, Ar?" tanya Federick.

 

"Baru sebulan ini di Jakarta, ini juga masih butuh penyesuaian diri sebenarnya. Suasananya beda banget dengan Yogya," jawab Om Ardian.

 

"Jadi inget, Hanzel juga baru 3 minggu ini di Jakarta, mengeluhkan suasana yang berbeda juga," sahut Om Federick menimpali.

 

"Ya jelas, Jakarta kok di bandingkan dengan Amerika, aku aja yang masih sama Indonesianya cuma beda kota juga merasa suasana yang beda kok, hehehe ...." ucap Ardian.

 

"Kasihan ya Anne, cantik-cantik kehilangan pendengarannya," ucap Om Ardian.

 

"Kabarnya karena kecelakaan sepuluh tahun lalu yang menewaskan Papa dan Mamanya,  Anne jadi kehilangan pendengarannya," Om Federick menjelaskan.

 

"Oh gitu, Ya Allah, kok kasihan banget nasib Anne," Om Ardian tampak bersedih.

 

"Pernah dengar juga selentingan kabar kalau semua itu karena sopirnya yang teledor, rem mobilnya blong saat mereka bertiga mau pergi ke luar kota," Om Federick melanjutkan.

 

"Lha trus sopirnya gimana nasibnya?"

 

"Menghilang?"

 

"Menghilang? Kok aneh?"

 

"Karena waktu itu sopirnya tidak ikut serta, saat itu Darren Atmaja sama anak dan istrinya bawa mobil tanpa sopir," jelas Om Federick.

 

"Ya maksudku kenapa sopirnya harus menghilang?" Om Ardian penasasan.

 

"Mungkin takut di tangkap polisi, jika terbukti dia bersalah dan teledor membiarkan Darren Atmaja bawa mobil dengan rem blong," lanjut Om Federick.

 

"Lagian keluarga Atmaja itu bukan keluarga sembarangan lho, ga mungkin mobilnya rusak ga ketahuan, koleksi mobil mewahnya pasti banyak to," Om Ardian keheranan.

 

"Nah itulah yang sampai hari ini masih jadi misteri, tapi Pak Atmaja tidak mengusutnya. Ga tau ada apa dibalik semua ini," papar Federick.

 

"Kamu tahu banyak tentang mereka, Drik," tanya Ardian.

 

"Ya jelas, aku kan kenal Darren lama," jawab Om Federick.

 

"Kamu tahu kan, Har. Tugasmu harus ngapain aja untuk menjaga keselamatan selama berkendara. Servis mobil jalan telat."

 

"Siap, Pak."

 

"Jangan sampai teledor, dan mengorbankan keselamatan aku dan keluargaku."

 

"Nggih, Pak."

 

Mereka terus berbincang selama di perjalanan menuju kantor. Pria yang dipanggil Har itu diam-diam terus mengikuti pembicaraan majikannya. Sesekali menahan nafas, terlihat gurat kesedihan saat mendengar cerita itu.

 

 

***

 

 

Seorang pria separuh baya terbangun dari tidurnya dengan gelisah. Keringat membanjiri dahinya. 

 

Akhirnya dia mencoba bangun dari ranjangnya, berjalan menuju lemari es dan menuang segelas air dingin ke dalam gelas. Kemudian meminumnya tergesa.

 

"Setelah sepuluh tahun, kenapa mimpi buruk ini masih menghantui hidupku," runtuknya.

 

"Apa kau akan terus menghukumku seperti ini sepanjang hidupku?" pria itu kemudian terisak dalam diam.

 

Ada luka tersembunyi yang kembali menganga, menghadirkan rasa perih yang berkepanjangan.

 

Oh, penyesalan selalu datang di belakang. Setelah semua terjadi barulah hadir penyesalan. Mungkin bisa dibuat sebagai judul sinetron, penyesalan yang tertunda. 

 

Selama ini pria ini hanya memikirkan ambisi, bisa memberi kehidupan yang nyaman untuk keluarganya. Hingga dia telah melakukan semua hal untuk mewujudkan keinginannya itu.

 

Tak peduli apakah itu dengan cara yang halal atau haram. Dia hanya berpikir sederhana, yang penting ada imbalan yang sesuai untuk semua itu.

 

Tapi tak disangka jika cara berpikirnya yang sederhana inilah yang hari ini menghancurkan hidupnya dan juga hidup keluarga yang dia sayangi.

 

Hidup bertahun-tahun dengan penuh tekanan dan derita batin. Sehingga menghadirkan mimpi buruk yang terus dia alami setiap malam. Tak mengizinkan barang semalampun untuknya bisa menikmati mimpi indah.

 

"Aku sudah kehilangan anak dan istriku, mereka semua mati, apa itu bukan hukuman setimpal untukku? Kenapa aku masih harus mimpi buruk seperti ini setiap malam?" Isaknya semakin lama semakin terdengar.

 

Mungkin pria ini sudah lelah dengan semua hal yang dialaminya. Kadang manusia yang telah melakukan banyak dosa memang akan mengalami kegelisahan yang tak berkesudahan. Hingga hal itu membuatnya mengalami mimpi buruk yang berkepanjangan.

 

Karena sesungguhnya mimpi adalah visualisasi dari kecemasan yang telah menumpuk dalam hati seseorang.

 

"Apakah aku harus menyerahkan diri kepada polisi?" pria itu tampak berpikir sejenak sampai akhirnya kembali menangis berurai air mata. 

 

Ada kesedihan yang tampak memilukan. Seolah tak sanggup lagi dia menahannya seorang diri. Tanpa sandaran hidup yang kokoh untuk dia pegang teguh.

 

 

Siapakah pria ini?

 

 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status