Home / Romansa / Sebening Cinta Anne / Part 8. Kemunculan Hardiman

Share

Part 8. Kemunculan Hardiman

Author: Ummu Nadin
last update Last Updated: 2021-08-03 06:49:44

Ketika Anne melangkah keluar dari ruang depan asrama tuna rungu, dia berpapasan dengan dua orang pria yang salah satunya Anne kenal. Beliau adalah Om Federick papanya Hanzel.

 

Sedang pria satunya kemungkinan relasi bisnis Om Federick, jika dilihat dari penampilannya yang masih mengenakan Jaz dan kemeja kantoran.

 

Senyum dibibir Anne terbit, kemudian dengan ramah Anne menyapa mereka. Karena sekarang Anne adalah tuan rumah di Yayasan ini.

 

"Selamat datang, Om Federick. Ada yang bisa Anne bantu?" sapa Anne ramah.

 

Sebenarnya ada rasa sungkan dan rasa bersalah dalam diri Anne pada Om Federick, perihal malam itu saat makan malam. Tapi karena hari ini beliau adalah tamu maka sebisa mungkin Anne harus bersikap profesional.

 

"Ann, kenalin ini teman Om, namanya Pak Ardian. Beliau ingin menjadi donatur yayasan ini," ucap Om Federick hangat.

 

Anne tidak menyangka Om Federick bersikap ramah padanya, karena malam itu dia tampak begitu kesal dengan ulah Anne.

 

"Senang sekali berjumpa anda disini, Pak Atmaja. Maaf, malam itu saya tidak sempat berbincang secara pribadi dengan anda,"

 

Om Federick mengulurkan tangannya pada Kakek. Kakek menyambutnya dengan hangat.

 

"Tidak mengapa, saya yang meminta maaf karena malam itu terjadi sedikit kekacauan di rumah saya, maafkan cucu saya," ucap Kakek tampak begitu ringan berbincang dengan Om Federick.

 

"Saya malah sudah lupa, sudahlah anak-anak kadang memang bersikap konyol, Iya kan, Ann?" Om Federick menatap Anne dengan hangat.

 

Anne menunduk tersipu malu, dia bingung harus menjawab apa dan bagaimana.

 

"Mari kita ke ruang tamu, supaya lebih nyaman berbincang, Om," ucap Anne kemudian.

 

Mereka kemudian berjalan bersama menuju ruang tamu yayasan. Sebuah ruangan yang tidak begitu luas. Tapi lumayan nyaman untuk berbincang ketika ada donatur yang datang.

 

"Begini, Ann. Kemarin saya berhalangan hadir di konser amal galang dana, hanya melihat acara malam itu dari video yang dikirim oleh Pak Federick. Setelah melihat video itu Om sangat tertarik menjadi donatur di sini," ucap Om Ardian antusias.

 

Konser amal malam itu memang terbilang sukses. Karena Om Federick ikut membantu mempublikasikan kepada relasi bisnisnya.

 

"Terima kasih banyak ya, Om. Semoga bermanfaat untuk anak-anak penyandang tuna rungu, di balas oleh Allah berlipat ganda," ucap Anne ketika Om Ardian menyerahkan amplop coklat yang tertera nominal sepuluh juta.

 

Anne segera beranjak mengambil kwitansi, menulis nama serta nominal kemudian menyerahkan kwitansi pada Om Ardian.

 

Kemudian mereka berbincang seputar program yang berjalan di yayasan untuk tuna rungu. Om Ardian sangat terkesan dengan program-program yang terencana dengan baik. Dan memutuskan untuk menjadi donatur tetap seperti Om Federick.

 

Setelahnya tiga pria itu terus berbincang banyak hal, Anne hanya menjadi pendengar setia. 

 

"Senang sekali saya bisa berkenalan dengan anda, Pak Atmaja. Juga mengenal cucu Bapak yang sangat berbakat ini. Beruntung sekali Pak Federick bisa menjadi besan, Anda," Om Ardian berkomentar sambil mencolek bahu Om Federick.

 

Mendengarnya tentu saja membuat Anne tersipu malu. 

 

"Jika tidak ada halangan, sebaiknya disegerakan saja pernikahan mereka." 

 

Kemudian mereka bertiga tertawa bersama.

 

"Iya, sepertinya Hanzel juga sudah tidak sabar, begitu kan, Ann?" Om Federick genit menggoda Anne yang pipinya memerah tertunduk malu.

 

"Kamu setuju kan, Ann?" Kakek Atmaja ikut tertawa.

 

Anne merasa dia sedang berada di tempat yang salah. Seperti perawan di sarang penyamun. Hehehe

 

Om Federick dan Om Ardian berpamitan mau kembali ke kantor. Anne dan Kakek Atmaja mengantar mereka sampai di parkiran. Tempat mobil Om Ardian di parkir.

 

Di jok depan, supir Om Ardian tampak sudah bersiap menyalakan mobil. Sekilas Anne meliriknya, pria itu memakai kacamata hitam yang bertengger di atas hidungnya. Anne tampak berpikir, sepertinya pernah bertemu. Tapi dimana?

 

 

***

 

 

"Har, kok tumben pake kacamata hitam segala?" Om Ardian menegur sopirnya.

 

"Biar ga silau, Pak," jawab sopirnya sambil nyengir.

 

"Kamu ini lho kok aneh, wong kaca mobilnya sudah ada anti silaunya. Masih pake kacamata hitam," tampak Om Ardian menggelengkan kepala. Di sampingnya Om Federick ikut terkekeh pelan.

 

"Ngomong-ngomong, kamu pindah ke sini sudah berapa lama, Ar?" tanya Federick.

 

"Baru sebulan ini di Jakarta, ini juga masih butuh penyesuaian diri sebenarnya. Suasananya beda banget dengan Yogya," jawab Om Ardian.

 

"Jadi inget, Hanzel juga baru 3 minggu ini di Jakarta, mengeluhkan suasana yang berbeda juga," sahut Om Federick menimpali.

 

"Ya jelas, Jakarta kok di bandingkan dengan Amerika, aku aja yang masih sama Indonesianya cuma beda kota juga merasa suasana yang beda kok, hehehe ...." ucap Ardian.

 

"Kasihan ya Anne, cantik-cantik kehilangan pendengarannya," ucap Om Ardian.

 

"Kabarnya karena kecelakaan sepuluh tahun lalu yang menewaskan Papa dan Mamanya,  Anne jadi kehilangan pendengarannya," Om Federick menjelaskan.

 

"Oh gitu, Ya Allah, kok kasihan banget nasib Anne," Om Ardian tampak bersedih.

 

"Pernah dengar juga selentingan kabar kalau semua itu karena sopirnya yang teledor, rem mobilnya blong saat mereka bertiga mau pergi ke luar kota," Om Federick melanjutkan.

 

"Lha trus sopirnya gimana nasibnya?"

 

"Menghilang?"

 

"Menghilang? Kok aneh?"

 

"Karena waktu itu sopirnya tidak ikut serta, saat itu Darren Atmaja sama anak dan istrinya bawa mobil tanpa sopir," jelas Om Federick.

 

"Ya maksudku kenapa sopirnya harus menghilang?" Om Ardian penasasan.

 

"Mungkin takut di tangkap polisi, jika terbukti dia bersalah dan teledor membiarkan Darren Atmaja bawa mobil dengan rem blong," lanjut Om Federick.

 

"Lagian keluarga Atmaja itu bukan keluarga sembarangan lho, ga mungkin mobilnya rusak ga ketahuan, koleksi mobil mewahnya pasti banyak to," Om Ardian keheranan.

 

"Nah itulah yang sampai hari ini masih jadi misteri, tapi Pak Atmaja tidak mengusutnya. Ga tau ada apa dibalik semua ini," papar Federick.

 

"Kamu tahu banyak tentang mereka, Drik," tanya Ardian.

 

"Ya jelas, aku kan kenal Darren lama," jawab Om Federick.

 

"Kamu tahu kan, Har. Tugasmu harus ngapain aja untuk menjaga keselamatan selama berkendara. Servis mobil jalan telat."

 

"Siap, Pak."

 

"Jangan sampai teledor, dan mengorbankan keselamatan aku dan keluargaku."

 

"Nggih, Pak."

 

Mereka terus berbincang selama di perjalanan menuju kantor. Pria yang dipanggil Har itu diam-diam terus mengikuti pembicaraan majikannya. Sesekali menahan nafas, terlihat gurat kesedihan saat mendengar cerita itu.

 

 

***

 

 

Seorang pria separuh baya terbangun dari tidurnya dengan gelisah. Keringat membanjiri dahinya. 

 

Akhirnya dia mencoba bangun dari ranjangnya, berjalan menuju lemari es dan menuang segelas air dingin ke dalam gelas. Kemudian meminumnya tergesa.

 

"Setelah sepuluh tahun, kenapa mimpi buruk ini masih menghantui hidupku," runtuknya.

 

"Apa kau akan terus menghukumku seperti ini sepanjang hidupku?" pria itu kemudian terisak dalam diam.

 

Ada luka tersembunyi yang kembali menganga, menghadirkan rasa perih yang berkepanjangan.

 

Oh, penyesalan selalu datang di belakang. Setelah semua terjadi barulah hadir penyesalan. Mungkin bisa dibuat sebagai judul sinetron, penyesalan yang tertunda. 

 

Selama ini pria ini hanya memikirkan ambisi, bisa memberi kehidupan yang nyaman untuk keluarganya. Hingga dia telah melakukan semua hal untuk mewujudkan keinginannya itu.

 

Tak peduli apakah itu dengan cara yang halal atau haram. Dia hanya berpikir sederhana, yang penting ada imbalan yang sesuai untuk semua itu.

 

Tapi tak disangka jika cara berpikirnya yang sederhana inilah yang hari ini menghancurkan hidupnya dan juga hidup keluarga yang dia sayangi.

 

Hidup bertahun-tahun dengan penuh tekanan dan derita batin. Sehingga menghadirkan mimpi buruk yang terus dia alami setiap malam. Tak mengizinkan barang semalampun untuknya bisa menikmati mimpi indah.

 

"Aku sudah kehilangan anak dan istriku, mereka semua mati, apa itu bukan hukuman setimpal untukku? Kenapa aku masih harus mimpi buruk seperti ini setiap malam?" Isaknya semakin lama semakin terdengar.

 

Mungkin pria ini sudah lelah dengan semua hal yang dialaminya. Kadang manusia yang telah melakukan banyak dosa memang akan mengalami kegelisahan yang tak berkesudahan. Hingga hal itu membuatnya mengalami mimpi buruk yang berkepanjangan.

 

Karena sesungguhnya mimpi adalah visualisasi dari kecemasan yang telah menumpuk dalam hati seseorang.

 

"Apakah aku harus menyerahkan diri kepada polisi?" pria itu tampak berpikir sejenak sampai akhirnya kembali menangis berurai air mata. 

 

Ada kesedihan yang tampak memilukan. Seolah tak sanggup lagi dia menahannya seorang diri. Tanpa sandaran hidup yang kokoh untuk dia pegang teguh.

 

 

Siapakah pria ini?

 

 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Sebening Cinta Anne   Part 50. Akhir Sebuah Kisah

    Suasana tenang melingkupi area pemakaman Al Azhar memorial garden. Sepeninggal Dewangga pulang bersama polisi, Atmaja-pun pulang dianter Federick, sementara Anne ditemani Hanzel melanjutkan sekalian ziarah di makam orang tuanya. Apalagi besok adalah hari pernikahan mereka.Keduanya tampak khusyuk bersimpuh di depan dua makam di depan mereka. Di batu nisannya, bertuliskan Darren Atmaja, sementara yang satunya Sherly Putri Sudjatmiko. Ya, mereka adalah mama dan papa Anne."Ma, Pa, dia adalah pria yang mama pilihkan untuk Anne, namanya Hanzel," gumamnya di atas pusara orang tuanya.Dua netra bening telah dipenuhi dengan kaca-kaca yang hanya dengan sekali kedipan mata, akan luruh menjadi hujan."Om, Tante, terima kasih telah mempercayai saya untuk menjadi penjaga wanita ini, saya akan berusaha keras untuk menjaganya. Besok kami akan menikah, tenanglah di sana, semoga Allah menempatkan kalian di syurga-Nya," gumam Hanzel di depan pusara kedua orang tua Anne.

  • Sebening Cinta Anne   Part 49. Atmaja dan Dewangga

    Dua orang pria tua duduk saling berhadapan dan saling membisu, tatapan mata keduanya bertemu akhirnya saling membuang wajah. Puluhan menit berlalu, tanpa sepatah katapun yang terucap dari bibir keduanya."Kau ga ingin menghajarku?" tanya pria tua yang memakai baju Oren bertuliskan tahanan di punggungnya."Kau meledekku, hah? berdiri saja aku tidak mampu," jawab pria tua yang duduk di kursi roda."Tak kusangka Andini memilih pria lemah sepertimu," ejek pria berbaju oren.Keduanya tertawa miris. Ya, mereka adalah Atmaja dan Dewangga. Setelah sekian puluh tahun tak saling bertemu, tak saling menyapa, dan tak saling memberi kabar, akhirnya kini Tuhan mempertemukan mereka, di tempat yang tidak seharusnya.Ya, kini Dewangga ada di dalam penjara. Di tempat yang sama dengan Raka ditahan.Pagi ini Atmaja menjenguknya, menjenguk pria yang telah menghabisi anak semata wayangnya, Darren Atmaja."Apa tempatnya nyaman untukmu?" tanya At

  • Sebening Cinta Anne   Part 48. Cintamu telah Kembali

    Anne melangkah turun dari mobil dengan terburu-buru, sementara Hanzel mengawalnya di belakang. Mereka kini telah berada di kantor polisi, untuk menemui kakek Dewangga. Ada banyak pertanyaan yang berputar-putar dalam benaknya tentang alasan Dewangga menembak Raka. Anne menangkap keanehan tentang sikap Dewangga padanya. Mestinya pria tua itu tidak perlu mengorbankan dirinya meringkuk di penjara untuk orang yang baru sehari dia kenal, bukankah ini sangat aneh?Akan tetapi gadis itu sangat bersyukur pria tua yang baru dia kenal kemarin, telah melakukan sesuatu untuk mereka di saat yang tepat. Anne tidak bisa membayangkan jika Dewangga datang terlambat satu menit saja, akan lain ceritanya. Pasti saat itu kepala Hanzel yang harus terluka terkena pukulan Raka. Bagaimanapun semua pertanyaan itu harus terjawab hari ini.Finn yang sudah lebih dulu di kantor polisi, menyambut mereka dengan wajah penuh tanya."Kenapa, Hanz?" tanya Finn."Kakek Dewangga," jawab Hanzel

  • Sebening Cinta Anne   Part 47. Karena Aku Mencintaimu

    "Bunuh aku sekarang, Ka, aku ikhlas jika harus mati sekarang," jawab Anne lemah.Raka tertawa melihat Anne meringkuk di sudut kamar sambil ketakutan. Kemudian pria itu berjalan mendekatinya dengan bertelanjang dada, sementara Anne tampak semakin panik dan ketakutan tidak tahu harus berbuat apa. Hiks ..."Hahaha ... kemari, Ann!" ujar Raka di sela tawanya."Jangan mendekat, Ka!" pekik Anne."Hey, jangan teriak-teriak, Ann," ujar Raka menahan tawa."Pergi, Ka, pergi!" jerit Anne, mulai terisak.Raka geli melihat ekspresi Anne yang ketakutan. Padahal dia sebenarnya hanya bermaksud mengerjainya saja, supaya Anne berkata bersedia menjadi istrinya, tidak di sangka Anne benar-benar ketakutan melihatnya melepaskan kaosnya. Gadis itu mengira Raka akan melakukan hal yang tidak senonoh kepadanya, hingga membuatnya ketakutan. Baginya ini lebih menakutkan daripada dibunuh."Ann, udah, aku cuma becanda, ya ampun," hibur Raka, tapi Anne terlan

  • Sebening Cinta Anne   Part 46. Raka Sang Psikopat

    Hari ini Anne masih di Senggigi, semalam mereka menginap di resto milik Raka di tepian Senggigi. Karena setelah usai menikmati sunset, Anne tampak sudah terlalu lelah jika harus diajak pulang ke villa yang telah mereka sewa.Sementara Dewangga juga menginap di tempat yang sama atas permintaan Anne. Meskipun Raka keberatan, tapi akhirnya mengalah karena Anne bersikeras memberi tumpangan pada dewangga untuk menginap tadi malam.Siang ini Raka berniat mengajak Anne kembali ke villa, tapi Anne memaksa untuk membawa serta Dewangga bersama mereka. Raka tidak habis pikir dengan Anne, kenapa gadis itu begitu memaksa untuk memberi tumpangan pada Dewangga, padahal dia adalah orang asing.Kini mereka berdebat di tepi pantai."Ann, dia hanya orang asing, jangan terlalu baik," protes Raka ketika Anne memintanya untuk mengajak Dewangga sementara tinggal bersama mereka di villa."Ka, dia seusia kakek Atmaja, apa kamu ga kasihan?" bujuk Anne.Raka mem

  • Sebening Cinta Anne   Part 45. Harus Menemukanmu

    Pintu kedatangan bandara internasional Zaenudin Abdul Madjid Lombok siang ini sangat padat, di luar tampak beberapa petugas sedang menunggu kedatangan Hanzel dan Finn serta dua polisi Surabaya yang terbang dari bandara Juanda sebelum dhuhur tadi."Kami sudah menunggu di luar, Pak," jawab salah satu polisi yang di dadanya tertulis nama Kompol Zakaria menjawab panggilan dari rombongan Hanzel."Baik, kami tunggu," jawabnya lagi seraya mematikan panggilan.Dia lalu memberikan informasi kepada anak buahnya untuk bersiap karena yang ditunggu sedang menuju di luar."Kalian bersiap, mereka sudah berjalan kemari," titahnya pada anak buah yang mendampingi."Siap, Ndan," jawab mereka serempak.Tak berapa lama kemudian, yang mereka tunggu telah muncul dari pintu keluar bandara, hingga terbit senyuman sang komandan seraya berjalan mendekat."Mari, Pak Finn, Pak Hanzel," sapanya.Mereka saling berjabat tangan, kemudian memberikan infor

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status