Share

Setelah lama

Setelah yang terjadi semalam,

Handy telah kembali ke kontrakannya setelah semalam di tempatku. Aku tidak bisa menafikan bahwa kehadiran sungguh menghibur, dia yang selalu menyemangati hidupku yang hambar ini.

Seperti biasa, aku sendiri lagi, duduk di meja makan berukir relief bunga dan pualam putih, menikmati sarapan, dalam keheningan.

Sedang asyik tenggelam dalam lamunan ketika tiba-tiba kudengar suara Mas Andri datang dan menyapaku.

"Hei, selamat pagi," sapanya sambil menyodorkan sebuket bunga mawar putih.

Aku sedikit terperangah namun tak urung kuterima pemberiannya itu.

"Sedang sarapan?" Katanya sambil menggeser kursi yang berdekatan denganku lalu membalik piringnya.

"Mas...." Aku masih terkejut sekaligus juga bahagia karena tiba-tiba dia kembali ke rumah dan sarapan bersamaku.

"Kenapa menatapku begitu? Apa aneh aku ingin sarapan di rumah sendiri dengan istri sendiri?" Katanya sambil tersenyum.

"Gak, tentu saja, gak. Sini biar saya yang siapkan roti lapisnya," kataku sambil mengambil selai dan roti tawar dari wadah roti.

"Makasih," katanya.

Tumben sekali dia, pulang aja bersikap manis.ada apa ini?

"Hmm hari ini kita jemput Reza," katanya di sela-sela makannya.

"Oh iya aku lupa Mas, Reza ada free," kataku ambil menepuk kening sendiri.

"Kalo begitu mari menjemputnya dan ajak dia bermain," Abung Mas Andri.

"Mas yakin, Mas ada waktu luang?" tanyaku.

"Iya, akan kusempatkan untuk kalian," jawabnya mantap.

"Tapi ... Ini aneh Mas,..."

"Kenapa?" Katanya sambil menuangkan teh manis dari teko ke cangkirnya.

Kugenggam tanganku sendiri sambil memejamkan mata sejenak, aku harus mengatakannya selagi ada waktu.

"Ada apa?" Desaknya lagi.

"Bukannya kemarin Mas bersikap dingin dan acuh saja, Lalu meminta untuk menikah. Lantas kenapa pagi ini, apakah Mas berubah pikiran?"

"Hmm Sabrina, aku ..." Ia meraih gelas air dan meneguknya dengan cepat karena kini ia terlihat gugup.

"Aku ingin memberi kesempatan pada hubungan ini, bagaimana denganmu?"

"Aku selalu setia sebagi istri yang berbakti, semua terserah keputusan Mas saja, tapi kumohon, aku tak ingin anakku tersakiti, Mas."

"Iya, akan kupikirkan kembali," jawabnya pelan.

"Memang ... apapun keputusannya, mungkin tidak akan menguntungkanku," desahku lemah.

"Kenapa bicara begitu?" Tanyanya heran.

"Jika Mas meninggalkanku, aku akan jatuh dalam kemiskinan dan kegamangan, hidupku akan hancur, aku tidak punya aset atau warisan," kataku sambil menunduk.

"Apakah tentang materi saja?" sambungnya.

"Aku sudah menjalani hidup bertahun-tahun dalam hampa seperti ini," sambungku.

"Aku sudah berusaha untuk menerimamu sepenuh hati ini, aku berusaha bersikap baik," katanya setelah menghentikan makannya.

"Apakah bagimu, itu sudah bentuk dari mencintai seseorang?" tanyaku kali ini dengan sudut mata yang mulai mengembun.

"Setidaknya, aku membuatmu nyaman," balasnya.

Tetap saja, meski ia bersikap manis, sisi dingin dirinya selalu muncul dan mengacaukan segala yang ada.

"Jika tentang materi, Aku akan memberimu setengah dari aset perusahaan tapi maukah kau, kalau kita bercerai saja dan akhiri semua drama pernikahan ini," cetusnya 

"Mas ...." Aku mendongak seketika.

"Reza ...." Sambungku, " ia akan kecewa, dan depresi mendapati orang tua yang dia sayangi bercerai tiba-tiba," ucapku pelan.

"Bertahan dalam sepi dan hampa apa itu juga membuatmu senang?" sambungnya.

"Jika mas sudah tahu, mengapa mas tidak berusaha untuk memperbaiki keadaan, aku istrimu," desahku dengan air mata berlinangan.

"Bagaimana pun keadaan harus diperbaiki atau diakhiri," ungkapnya perlahan ambil bangkit dari kursi dan menaiki lantai atas.

"Apa semua pengorbanan dan kesetiannku tidak cukup," teriakku agar ia yang sudah hampir sampai puncak tangga mendengarku.

"Ganti pakaian dan bersiaplah, kita ke asrama dan jemput Reza."

Aku hanya terduduk lesu kembali sambil menutup wajah dengan kedua belah tangan. Kupikir tadi, hari ini, kami bisa berbagi waktu dan kebahagiaan. Namun sia-sia saja, apapun yang kami bicarakan selaku berakhir pertengkaran yang menyakitkan diriku.

*

Di mobil dalam perjalan ke sekolah Reza yang jaraknya 50 KM dari kota. Aku dan suamiku hanya terdiam dalam kebisuan, tidak satu kata pun terucao dari bibirnya untuk mengurai keheningan dalam kendaraan ini. Perjalanan terasa semakin sepi. 

Aku dan mas Andri duduk berdampingan dan di depan kemudi Handy sedang mengendarai mobil sambil sesekali melirik ke arahku dari kaca spion.

"Mas, ...."

"Hmm," gumamnya sambil memainkan ponsel.

"Setelah ini sebaiknya kita makan siang bersama di Saung Mang Ali."

"Restoran?" 

"Iya, restorannya bagus karena konsepnya membaur dengan alam, kita duduk di Gasebo yang dibawahnya air sungai mengalir jernih, anak kita pasti suka."

"Kita lihat nanti, kalo aku gak sibuk." Ia masih memainkan ponselnya.

"Memangnya mas ada jadwal siang ini?" Tanyaku.

"Gak tahu. Yang mengatur semua jadwalku adalah Elina, jadi jika dia menghubungi maka aku harus siap."

Terbalik sekali, seharusnya seorang sekretaris yang selalu siap kapanpun ketika sang atasan memanggil. Miris, tapi beginilah, aku tak sanggup berbuat apa pun.

"Bisa kan, skip dulu hari ini kegiatan Mas, ini hari pertama Reza kembali ke rumah selama berbulan-bulan di asrama."

"Kamu ibunya, kamu bisa kan, mengajaknya. Toh aku melakukan semua ini demi kalian," balasnya dengan intonasi meninggi sambil menatap mataku.

"Baik, baiklah jika begitu," kataku, tak mau memperpanjang perdebatan, aku malu pada Handy yang menyimak percakapan kami.

Kubuang pandanganku yang mulai mengabur oleh air mata ke luar jendela. Sekuat tenaga aku menahan, agar aku tak perlu menangis dan menunjukkan sisi lemah. 

Ketika tatapanku bertemu dengan tatapan Handy lagi, ia hanya mengedipkan matanya dengan tatapan lembut seolah menunjukkan simpati dan perhatianya. semua perlakuannya padaku yang menyentuh, selalu di saat yang tepat, di saat aku terluka, membuatku tak urung meneteskan buliran yang tertahan tadi.

Menyedihkan, bukan? Seharusnya suamiku menenangkanku, tapi ... malah orang lain.

 Dan ini sungguh rumit.

*

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Isabella
seketarisnya itu juga gatel
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status