Share

Kecurigaan Alea

Author: Liza zarina
last update Last Updated: 2025-08-12 21:38:44

“Alea? Calon istri?” Reina tercenung, kata-kata itu bergema di kepalanya berkali-kali. Dia tertawa kecil, merasa tak percaya dengan perkataan Arka. Namun, mengingat suara wanita yang menghubungi Alvano tadi pagi, Reina tak bisa menyangkal.

‘Dia sudah punya calon istri, kenapa bersikap mesum padaku? Bahkan, menagih hutang bercinta? Betapa brengseknya dia.’ batin Reina, tangannya terkepal sampai buku-bukunya memutih.

Reina mengingat kejadian barusan, saat Alvano kembali bersikap kurang ajar, mengingatkan kembali kesepakatan konyol yang tak pernah disetujui. Reina menggertakkan gigi kala mengingat senyum mesum Alvano.

‘Mungkinkah karena aku janda? Dia menganggapku … murahan?’ Reina membatin lagi, hatinya seakan teriris. Sangat perih.

“Rein, kamu kenapa?” Sejak tadi Arka memperhatikan perubahan ekspresi wajah Reina setelah memberitahu bahwa Alea adalah calon istri Alvano.

Tepukan pelan di pundak Reina mengejutkannya. Matanya berkabut karena genangan air mata yang nyaris menitik. Reina tak merasa sedih sama sekali, hanya saja dia merasa terhina. Reina tersenyum kecil, menggelengkan kepala.

“Nggak apa-apa, kok, Kak.” Dia menunduk, menyeka air mata dan langsung menyuguhkan senyum termanisnya.

“Kenapa menangis?” tanya Arka, menyeka sisa air mata di pipi adiknya.

Reina tertawa kecil sambil menggeleng. “Aku terharu. Akhirnya Kak Alvano akan menikah.” Bibir Reina bergetar saat ia mendustai dirinya sendiri. “Kakak, pacar pun belum punya.”

Arka tertawa mendengar penuturan Reina. “Beda, dong, Rein,” tukas Arka, dia mengacak-acak puncak kepala Reina dengan gemasnya.

“Kakak sama Kak Al kan udah sahabatan dari kecil. Usianya juga sebaya. Beda apanya?” tanya Reina, mengerucutkan bibir, tak setuju dengan bantahan Arka.

“Alvano itu seorang Tuan muda yang butuh penerus. Wanita di sisinya juga harus setara,” kata Arka dengan senyum manis, lalu menyentuh puncak kepala Reina pelan. “Kakak masih mau menjagamu, masih banyak yang kakak pikirkan untukmu.”

“Setara?” Kata itu terasa menikam. Bagaimana bisa Reina lupa bahwa wanita di sisi Alvano harus setara.

Reina memeluk Arka, cukup erat seraya menyembunyikan wajah di dada bidang pria itu. Dalam diam, dia berterima kasih pada Tuhan karena memberikan seorang kakak yang sangat baik. Entah bagaimana hidupnya jika Arka tak ada. Sejak orang tua mereka meninggal dunia, Arka lah yang selalu ada, mengusahakan segalanya untuk Reina.

Hanya saja, Reina pernah bersikap kurang ajar karena dibutakan cinta. Memaksa Arka merestui pernikahannya dengan Bimo. Nyatanya, feeling seorang kakak benar, Bimo bukanlah pria baik.

“Maafin aku, Kak. Padahal kamu sudah menjadi yang terbaik. Tapi, aku selalu mengecewakanmu.” Reina mendongak, menatap Arka yang tetap mengulas senyum.

Arka mencubit hidung Reina sambil mengangguk.

“Bawa gaunnya masuk, Rein,” ujar Arka.

“Aku nggak mau ikut.” Dia masih menolak. “Aku—”

Sebelum Reina menyelesaikan ucapannya, Arka memegang tangan adiknya. “Jangan mengecewakan Tante Anne dan Om Diminic, Rein. Kita masih bisa hidup dengan baik sampai sekarang, karena kebaikan mereka.”

Reina terpaksa mengangguk. Dia tidak punya alasan lain. “Iya, Kak.”

***

Rembulan bersembunyi di balik kabut. Persis seperti Reina yang ingin menyembunyikan diri. Tetapi, disinilah ia berada, di depan cermin besar yang memantulkan dirinya dalam balutan dress coklat.

Reina mengangkat tangan, menyentuh halus area leher, memastikan bekas kissmark yang sempat tertinggal benar-benar tersembunyi dengan rapi di balik makeup. Matanya menatap tajam ke pantulan dirinya, sekali lagi memastikan semuanya sudah sempurna.

Reina menyadari sesuatu, dia berputar dan mengernyit. “Dress yang dikirim Tante Anne, nggak ada yang bagus.”

Reina membuka lemari yang khusus menyimpan dress pemberian Anne. Dia melihat satu persatu, setuju dengan pemikirannya barusan. Warnanya tak menarik, modelnya tak cocok untuk Reina, dan selalu kebesaran, padahal Anne selalu menanyakan ukuran tubuhnya setiap kali akan memberikan dress baru.

“Padahal, Tante Anne sangat modis. Tapi, kenapa selalu memberiku dress seperti ini? Apa dia … nggak menyukaiku?”

“Rein, udah selesai? Kita harus berangkat sekarang.” Suara Arka membuat Reina menarik napas.

Tanpa menyahut panggilan Arka, Reina keluar dengan wajah masam. Dia mengikuti Arka keluar, masuk ke mobil tanpa sepatah katapun. Hatinya tidak siap, berharap waktu berputar cepat.

Setengah jam menempuh perjalanan, mobil mereka berhenti di depan mansion besar milik keluarga Dominic. Begitu turun dari mobil, Reina langsung menggandeng tangan Arka, tak memperlihatkan senyuman seperti biasanya.

“Kamu datang?” Anne menatap Reina dari atas ke bawah. “Bagaimana? Kamu suka dress-nya?”

Reina tersenyum. Meskipun tak suka, dia tetap menghargai. “Suka. Makasih, Tante.”

“Kamu cantik banget. Kok bisa Bimo selingkuhin kamu.” Anne tersenyum tipis sambil geleng-geleng kepala. “Jangan lama-lama menjanda, Rein. Mau Tante kenalin sama anak teman Tante?”

Reina tersenyum tipis, mengeratkan genggaman tangannya pada Arka. Dia merasa tidak nyaman dengan obrolan mereka. Seolah tak melihat ketidaknyamanan itu, Anne menarik tangan Reina ke meja makan, menarik kursi dan menekan pundak wanita itu.

“Kamu duduk di sini, ya.” Anne tersenyum manis. “Alea yang akan duduk di sebelah Alvano.”

“Aku memang akan duduk di samping Kak Arka, Tante,” sahut Reina, tersenyum manis.

Anne tak menyahut, dia duduk di samping suaminya. Sedangkan Dominic dan Arka sibuk membicarakan bisnis, hal-hal yang terdengar membosankan bagi Reina.

“Kenapa kamu cepat nikah, Rein? Padahal, Tante bisa mencarikan jodoh yang setara kalau kamu punya karir yang bagus,” cetus Anne, berdecak sambil geleng-geleng kepala. “Pria yang kami pilih juga bukan pria baik. Rein, nasibmu kasihan sekali.”

“Aku juga nggak mau begini.” Reina tersenyum tipis, kata-kata Anne selalu menggores hatinya. “Lagipula, karir bisa dikejar kapan saja.”

Anne terkekeh mendengar penuturan Reina. “Perusahaan jarang mau terima pegawai berstatus janda. Walau kamu masih muda. Paling mentok … jadi cleaning service.”

Bibir Reina sempat bergerak, siap melontarkan balasan. Namun, langkah heels yang mendekat memecah suasana. Serentak, semua mata beralih ke arah datangnya suara, senyum terulas di wajah mereka, termasuk Reina. Bedanya, Reina tetap memasang wajah datar.

“Alea dan Alvano serasi sekali.”

Alvano dan Alea muncul bergandengan menuju meja makan. Alea, gadis cantik bergaun midi putih, menebar senyum manis pada Anne. Saat memeluk Anne dan Dominic, genggamannya pada tangan Alvano tetap erat.

“Kamu Reina?” Alea menatap Reina yang tersenyum tipis sambil mengangguk.

Alea berjalan anggun mendekat, memegang tangan Reina seolah mereka sudah lama kenal. “Kamu cantik sekali.”

Reina tersenyum kaku. “Terima kasih.”

Alea duduk di kursi yang sudah disiapkan, tepat di sebelah Alvano. Wajah Alvano datar, sorot matanya langsung tertuju pada Reina, bukan pada wanita di sebelahnya.

Sepanjang hidangan pembuka, Alea terus berbicara, memamerkan pencapaian dan status keluarganya. Sesekali tangannya meraih lengan Alvano, tapi pria itu tetap memandang Reina.

Reina menggenggam sendok, berusaha fokus pada makanannya. Tapi setiap kali matanya tanpa sengaja bertemu Alvano, jantungnya berdetak kencang, dia langsung buang muka.

“Alea.” Suara Alvano datar dan menusuk. “Kamu terlalu banyak bicara.”

Alea tersenyum manis, menoleh pada Alvano. “Aku hanya ingin akrab dengan calon ipar.”

“Dia bukan iparmu,” tukas Alvano.

Alea tersenyum canggung. Sesekali dia melirik Alvano, berharap menemukan perhatian darinya. Namun, Alvano tak pernah sekalipun menatapnya. Pandangan itu selalu berlabuh pada Reina.

Alea mengerutkan kening, mencoba menepis rasa tidak nyaman. Tapi rasa penasaran justru semakin memuncak.

Beberapa menit ia mengamati diam-diam, dan dugaannya seakan terbukti. Tatapan Alvano pada Reina berbeda.

‘Bukankah mereka adik-kakak?’ batin Alea, jantungnya berdegup kencang.

“Jangan-jangan … selama ini mereka punya hubungan terlarang?” Alea menelan ludah.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Cika Nurlika
serasa muak ya Rein berada d situasi seperti itu, perasaan dlm hati berkata, lbh baik tinggal d rumah, tidur, drpd menonton drama keluarga Alvano yg gak ada menariknya sm skli
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Sehangat Dekapan Janda Muda   Mereka Berciuman?

    Spontan, Reina menolak Alvano menjauh. Dia gelagapan, merapikan dress-nya yang berantakan karena ulah pria itu. Jantung Reina berdebar cepat, tak berani menatap Anne yang berjalan mendekat ke arah mereka. Otaknya pun berputar cepat, alasan apa yang harus diberikan?‘Ketahuan, kan? Dia selalu menyusahkanku,’ batin Reina, meremas dress-nya.“Kalian ngapain?” Anne bertanya lagi. Tatapan tajam ia hunuskan pada Reina yang menunduk. “Kenapa nggak ada yang jawab?” Kini, dia menoleh pada Alvano.“Mama kenapa kesini?” Alvano bertanya balik tanpa berniat menjawab pertanyaan mamanya. Sedikit kesal karena kenikmatannya terganggu. Dahi Anne berkerut, sekilas memperhatikan Reina dari atas ke bawah, seolah mencari jawaban dari kecurigaannya. Rasa tak suka kian bertambah, Anne mengepalkan tangan, ingin menarik Reina menjauh dari putranya. Tetapi, dia tak bisa terlalu menampakkan kebencian.“Kamu malah tanya balik? Jawab pertanyaan Mama. Barusan kalian ngapain? Ciuman?” Anne terus mencecar Reina dan

  • Sehangat Dekapan Janda Muda   Ketahuan

    “Alea, kamu kenapa?” Anne memperhatikan Alea yang terdiam, mengikuti arah pandangan gadis itu yang tertuju pada Reina.Alea tersenyum lebar sambil menggelengkan kepala. Dia memeluk lengan Alvano, menyandarkan kepala di sana. “Aku memperhatikan ketampanan calon suamiku. Sangat beruntung bisa menikah dengannya.” Anne dan Dominic saling melempar senyum. “Kami juga beruntung memiliki calon menantu seperti kamu, Alea. Kamu cantik, berbakat, dan sangat anggun.”“Alvano, bagaimana menurutmu?” Anne melempar tanya pada putra semata wayangnya yang sedang meneguk minumannya. Pria itu tak langsung menjawab, dia menatap Reina sambil mengangguk kecil. “Benar. Sangat cantik.”Senyum di wajah Alea menghilang. Lagi-lagi dia melihat Alvano yang menatap Reina sebegitu dalamnya. Wanita itu tak bisa menepis pikiran buruk yang menggerayangi, bukti nyata sudah di depan mata.“Lihat, Alvano saja mengakui kecantikanmu, Alea.” Anne menyentuh tangan calon menantunya. Hanya dibalas senyum kecil oleh wanita itu

  • Sehangat Dekapan Janda Muda   Kecurigaan Alea

    “Alea? Calon istri?” Reina tercenung, kata-kata itu bergema di kepalanya berkali-kali. Dia tertawa kecil, merasa tak percaya dengan perkataan Arka. Namun, mengingat suara wanita yang menghubungi Alvano tadi pagi, Reina tak bisa menyangkal.‘Dia sudah punya calon istri, kenapa bersikap mesum padaku? Bahkan, menagih hutang bercinta? Betapa brengseknya dia.’ batin Reina, tangannya terkepal sampai buku-bukunya memutih. Reina mengingat kejadian barusan, saat Alvano kembali bersikap kurang ajar, mengingatkan kembali kesepakatan konyol yang tak pernah disetujui. Reina menggertakkan gigi kala mengingat senyum mesum Alvano. ‘Mungkinkah karena aku janda? Dia menganggapku … murahan?’ Reina membatin lagi, hatinya seakan teriris. Sangat perih.“Rein, kamu kenapa?” Sejak tadi Arka memperhatikan perubahan ekspresi wajah Reina setelah memberitahu bahwa Alea adalah calon istri Alvano.Tepukan pelan di pundak Reina mengejutkannya. Matanya berkabut karena genangan air mata yang nyaris menitik. Reina t

  • Sehangat Dekapan Janda Muda   Calon Istri Alvano

    Kinar menatap wajah serius Reina dengan ketakutan yang tersembunyi. Dia menarik napas dalam, lalu memaksa senyum tenang di bibirnya, menyembunyikan kegugupan yang menggelayut. Hari itu, suara Reina bergetar saat memohon pada Bimo agar tak menceraikannya. Kini, tatapan itu berubah tajam, ancaman yang meluncur dari bibirnya membuat nyali Kinar menciut. “Kau mengancamku?” Mata Kinar menyipit, menatap dalam pada bola mata Reina yang masih memperlihatkan tatapan tajam. Reina menarik sudut bibir. “Ya. Itu ancaman. Kalau kau berani membuat masalah denganku, bersiaplah menerima kehancuran.” Napas Kinar tertahan karena shock. Ketika tersadar, dia langsung tersenyum kikuk sambil menarik napas dalam-dalam seraya menyugar rambut. Mata wanita hamil itu memerah dan berair. Jemarinya sibuk merapikan rambut, memberi isyarat pada dua temannya yang hanya diam di tempat. “Dasar wanita menyedihkan! Berani-beraninya kau mengancam Kinar,” seru Lusy sambil berdiri. Tangannya terangkat, bersiap me

  • Sehangat Dekapan Janda Muda   Cium!

    Reina penasaran wanita mana yang sedang dekat dengan Alvano. Kakinya melangkah, matanya terus menatap Alvano yang berdiri dua meter di depannya. Pria itu tidak mengatakan apa-apa, seakan hanya mendengar perkataan seseorang di balik telepon.Reina menggigit bibir, menajamkan indra pendengaran dengan dahi berkerut. Dia mendengus pelan karena tak berhasil menguping pembicaraan mereka. “Hm! Nanti aku akan menemuimu.” Satu kalimat yang diucapkan Alvano semakin memantik rasa ingin tau wanita itu. Namun, ketika Reina melihat Alvano tersenyum tipis dari pantulan cermin, membuat Reina terdiam dengan bibir mengerucut. Dia memutar bola mata, menghela napas pelan seraya berkata, “Kalaupun itu seorang wanita, memangnya kenapa?” Mendengar gumaman kecil di belakangnya, Alvano melirik ke arah cermin. Dari ekor mata, dia melihat Reina yang tampak penasaran. Pria itu menarik sudut bibir, berpikir Reina cemburu.Reina menyudahi rasa penasarannya, berbalik dan masuk ke kamar mandi. Saat air shower men

  • Sehangat Dekapan Janda Muda   Telpon dari wanita?

    "Ja—jangan, Kak.” Reina mengatupkan tangan di depan dada, mengisyaratkan permohonan yang teramat.Alvano beranjak dari duduknya. Dalam kekalutan yang terbalut rasa takut yang dirasa Reina, Alvano meraih dagu wanita itu sambil tertawa kecil. Dia mengusap pipi sang wanita yang merona, menyentuh bibirnya yang kenyal nan menggoda.Ingin sekali mengecup tanpa henti, secandu itu. Hati Alvano tergelitik, entah mengapa pagi ini dia ingin sekali menggoda Reina. “Kenapa? Kamu takut Arka akan menghajarku?" Alvano menyentuh rambut panjang Reina. Alvano mencium ujung rambut wanita itu, mendongak melihat Reina yang mengangguk cepat.“Sembunyi, Kak!” desak Reina, dia melihat ke sekeliling kamar dengan panik. Reina mendorong Alvano ke kamar mandi kamarnya.Namun, pergelangan tangan Reina langsung ditangkap Alvano. Seketika, wanita itu menoleh, wajahnya meringis, memohon untuk dilepaskan lewat tatapan. "Mau ke mana?" "Ayo sembunyi. Atau mau keluar lewat jendela?” tanya Reina. Heran, mengapa dala

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status