Share

5. Astaga!

KLIKK! 

Sabuk pengaman baru saja terpasang sempurna di tubuh Kandar. Namun pria itu tidak segera menyalakan mesin mobil. Dia nampak ingin mengatakan sesuatu yang sejak tadi sudah ditahannya. 

"Tunggu sebentar, Nita! Jangan bergerak dulu!" 

Suara Kandar yang tiba-tiba sontak menahan aktivitas istrinya. Padahal Nita tengah bersiap-siap memasang sabuk pengaman di mobil. Ada apa ini? 

"Kenapa, Pak?" Nita menampakkan sedikit raut keheranan. 

"Panggil suami, Nita!" Kandar langsung menyela. 

Astaga, lagi-lagi permintaan panggilan itu. Nita menghela nafas sejenak. Jujur saja lidahnya masih terasa canggung karena belum terbiasa. 

"Kenapa pak suami tiba-tiba menahan saya? Apa anda membutuhkan sesuatu?" Pada akhirnya Nita mengikuti alur. 

"Bukan saya yang butuh tapi kamu." Jawaban Kandar justru membingungkan. 

"Eh, bagaimana? Maksudnya apa itu?" Nita berusaha ingin tahu. 

Bukannya menjawab wajah Kandar justru semakin mendekat. Gelagatnya tampak aneh, persis seperti adegan pria yang ingin mencium wanita di dalam film. Apa artinya Kandar ingin melakukan hal itu? 

"T-tunggu pak suami! Sebenarnya saya..." 

"Ssst! Jangan bergerak dulu Nita!" Kandar langsung membungkam bibirnya dengan jari telunjuk.

Ya, ampun! Kalau memang mau sayang-sayangan kenapa tidak dari dalam penginapan tadi? Apa Kandar butuh suasana berbeda? 

Padahal Nita ingin menyarankan hal itu untuk dilakukan dalam rumah. Malu kalau sampai ketahuan orang. Kan tidak lucu ada mobil gerak-gerak sendiri di siang hari. Di halaman parkiran penginapan pula. 

Nita yang sudah deg-degan parah refleks memejamkan mata. Bertepatan saat jari Kandar berpindah dari bibirnya sampai ke bagian dagu. Yah, walaupun belum siap untuk melakukan hubungan intim layaknya pasangan sungguhan tapi masalah sentuhan bibir ke bibir masih bisa dikondisikan. Apalagi Nita belum pernah merasakannya. 

Beberapa detik berselang… 

"Ternyata benda ini!" Seru Kandar setelah mengambil sesuatu di rambut Nita. 

Rupanya cuma serpihan bunga dandelion. Kandar sempat terpikir benda itu adalah bercak tahi burung. Syukurlah bukan, bikin cemas saja pikirnya. Sementara perempuan di sampingnya masih terpejam sambil memonyong-monyongkan bibir. 

"Pak suami, masih lama kah?" Nita berbicara dengan bibir monyongnya. 

Penampakannya benar-benar sangat menggemaskan. Mirip seperti lobang tunggir ayam hidup yang sedang bergerak-gerak saat dimainkan. Sungguh momen nostalgia bagi Kandar ketika bermain bersama para ayam sewaktu kecil dulu. 

"Sebentar lagi, Nita." Kandar berusaha menahan tawa sambil merekam gelagat Nita lewat ponsel. 

"Jangan lama-lama ya bibir saya sudah pegal ini," sahut Nita dan masih dengan bentuk bibir yang sama. 

Kali ini Kandar tak sanggup menyahut. Dia bahkan sampai menutup mulut dengan bantal leher untuk meredam suara tawanya. Baru setelah keadaan sedikit mereda pria itu berbicara dengan nada tenang yang dibuat-buat. 

"Cepat pakai sabuk pengamanmu, Nita. Kita berangkat sekarang!" perintahnya kemudian. 

"Eh…" 

Nita tercekat dan langsung membuka mata. Rasa penasarannya disambut oleh deru mesin mobil yang mulai bergerak menjauhi area parkir. Segera ia memasang sabuk pengaman sebelum bertanya lebih lanjut. Namun saat menoleh ke arah samping ekspresi wajah Kandar tampak sulit diprediksi. Padahal pria itu berusaha tenang setelah menertawakan gelagat istrinya. 

***

Hanya berselang beberapa menit setelah mobil Kandar keluar dari halaman penginapan. Sosok yang memperhatikan mereka sejak tadi turut mengikuti dari belakang. Pergerakannya sangat normal dan jauh dari kesan mencurigakan.

"Baiklah, kita lihat sampai dimana perjalanan kalian akan berakhir." Sosok itu menatap penuh minat pada kendaraan di depannya. 

Di sisi lain, Kandar tidak menyadari tengah diikuti dan masih terus fokus menyetir. Dia berusaha untuk tenang setelah melihat gelagat lucu sang istri. Sungguh, batin Kandar sedikit tersiksa karena tidak bisa tertawa dengan bebas. 

Sementara Nita masih jengkel dengan kejadian tadi. Sudah bersiap diri ingin melepas segel bibir pertamanya, eh malah tidak tadi. Bahkan ia tidak tahu alasannya kenapa wajah Kandar tampak berbeda. 

"Apa jangan-jangan karena mulutku bau?" Nita membatin. "Rasanya itu tidak mungkin, bukankah tadi aku sudah menggosok gigi setelah sarapan?" 

Tidak ingin terus berlarut dengan perasaannya perempuan itu mulai mengalihkan pikiran pada perangkat tablet. Mulai dari mengecek jadwal seminggu ke depan hingga memeriksa beberapa laporan pekerjaan. Meskipun sekarang sedang libur kerja Nita masih disibukkan oleh perannya sebagai asisten Kandar. 

Lantas, bagaimana bisa Nita berakhir menjadi bawahan suaminya? 

Semua berawal ketika Nita pindah tugas ke bagian tim perencanaan. Saat itu divisi mereka sedang merayakan penyambutan supervisor baru. Namun tidak semua orang bisa hadir karena terhalang oleh kegiatan di luar lapangan. Sepulang acara, Nita mendapat tugas titipan dari team leader untuk mengantar makanan ke salah satu atasan mereka.

"Oh, ya satu lagi Nita. Sekalian bawa sampel produk kita sama pak manajer. Beliau ingin memeriksanya langsung," kata team leader. 

"Baik bu kepala." Nita pun menyanggupi karena sudah tidak ada pilihan lain. Sebab team leader-nya juga ada kegiatan di luar lapangan. 

"Ah, kamu ini masih saja panggil saya bu kepala. Panggil kakak dong, umur kita kan tidak beda jauh. Lagi pula sekarang kita ada di luar kantor," ucap wanita tersebut. Padahal jarak usia mereka sekitar 12 tahun.

Nita mengiyakan dengan canggung. Tidak mudah baginya untuk melakukan hal itu. Sebab ia baru tiga minggu bergabung ke bagian tim perencanaan. 

"Kamu tahu kan ruang manajer kita?" tanyanya lagi. 

"Tahu buk, eh kak. Depan pintunya ada gambar stiker ayam, bukan?" jawab Nita memastikan.

Sontak team leader mengacungkan jempol padanya. Nita tersenyum lega. Sekalipun belum pernah melihat wajah manajer secara langsung tapi ia cukup hafal dengan ruangan atasan mereka. 

Seperti apa orangnya? Bayangan Nita tidak jauh dari pria berumur dengan perut buncit. Mengingat sebagian besar penghuni disini adalah orang-orang yang memiliki jam terbang tinggi. Sangat jarang diisi oleh karyawan usia muda seperti dirinya kecuali untuk posisi paling bawah. 

Tidak ada firasat apapun saat memasuki kantor. Namun atmosfernya mulai terasa berbeda ketika Nita melangkahkan kaki menuju ruangan manajer. Apalagi saat telinganya menangkap suara yang cukup aneh dari kejauhan. 

"Hah, huh, hah...!

Suaranya sekilas mirip seperti desahan di tengah kepedasan. Tapi jika didengar dengan seksama mirip seperti rintihan seseorang yang kesakitan. Benar-benar suara yang membingungkan. 

Pikiran Nita langsung tertuju pada sesuatu tapi tidak begitu yakin. Sampai akhirnya ia mendapati sumber suara berasal dari pintu dengan gambar stiker ayam. Tidak salah lagi, itu ruangan manajer mereka. 

"Hah, hah, auu! Pelan-pelan!" Suara khas seorang pria. 

Kedengarannya sangat membingungkan. Haruskah Nita kembali saja? Saat keinginan itu terbesit, barang bawaan di tangan seolah menyadarkannya. Titipan sampel produk dari team leader dan juga kantong yang berisi makanan. 

Nita berusaha menguatkan diri untuk mendekat. Hanya sebatas menggantungkan barang bawaan di knop pintu, tidak lebih! Namun yang terjadi sungguh diluar dugaan. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status