Share

6. Dasar Kandar!

"Hey, kamu! Kenapa berdiri disitu?" Suara seorang pria mengejutkan dari belakang. 

Tubuh Nita langsung bergidik kaget. Belum juga melangkah ke arah pintu ruangan manajer sebuah gangguan lain datang menyapa. Betapa ia sangat terkejut saat mendapati siapa sosok pria di belakangnya. 

"Kamu?!" Seru mereka serempak. 

"Kenapa kamu ada disini?" ucap keduanya bersamaan. 

"Astaga! Dia lagi... dia lagi. Kenapa hampir disemua tempat pria mangkok ayam ini selalu ada?" Nita membatin cemas. 

Tidak hanya dirinya yang terkejut. Raut wajah pria itupun tak kalah kaget. Namun percakapan di antara mereka tidak sempat berlanjut. Lantaran dari ruangan manajer terdengar seseorang memanggil nama Kandar. Lalu pria mangkok ayam itu langsung merespon.  

"Kandar? Jadi ini nama pria mangkok ayam itu?" batin Nita terperangah .

Akhirnya terkuak juga nama asli pria yang sempat membuat penasaran. Tak ingin memperpanjang masalah, Nita pun berinisiatif untuk menyingkir dari hadapan Kandar. Sialnya baru saja mau angkat kaki sudah ketahuan dulu. 

"Mau kemana kamu?" Suara itu sukses membuat langkahnya tertahan. 

"Mau per-gi..." Nita seakan kesulitan bicara. Entah kenapa aura pria ini terasa berbeda dari pertemuan mereka yang lalu.

"Pergi kemana, hm? Apa yang kamu lakukan disini?" Kandar memasang raut intimidasi sambil melihat Nita dan barang bawaannya segara bergantian. 

Ah, padahal Nita juga ingin menanyakan hal yang sama. Kenapa Kandar ada disini? Apakah dia karyawan baru atau hanya sekedar mampir karena sebuah keperluan. Mengingat Nita belum pernah sekalipun melihat wajah Kandar sejak hari pertama kepindahannya. 

"Ada apa ini ribut-ribut?" Tiba-tiba seseorang bicara tak jauh dari posisi mereka. 

Dari mana persisnya Nita sama sekali tidak tahu. Ia sudah keburu panik duluan, takut ketahuan oleh atasan sebagai biang keributan. Pada akhirnya Nita reflek menyerahkan barang bawaannya pada Kandar sebelum melarikan diri. 

"Hey, tunggu. Kenapa kamu lari!" teriaknya dan Nita sama sekali tidak memperdulikan hal itu. 

Satu jam kemudian... 

"Astaga! Kenapa aku sangat ceroboh. Harusnya barang itu aku berikan pada manajer. Kenapa jadi sama pria mangkok ayam itu?" gumam Nita frustasi. 

Mau menyesal juga sudah terlanjur terjadi. Sekarang yang ada di dalam pikiran Nita adalah mencari cara untuk mengambil barang bawaannya kembali. Ia tidak berharap banyak soal makanan titipan, mungkin saja sudah dilahap habis oleh Kandar. Tapi masalah sampel produk, itu poin pentingnya. Sangat bahaya kalau sampai jatuh ke tangan yang salah. 

Tapi bagaimana caranya agar bisa mencari Kandar? Pikiran Nita langsung tertuju pada teman sekantornya yang bernama Mimi. Biasanya wanita itu selalu update soal kabar terkini karyawan perusahaan. 

"Eh, Mimi. Apa kamu pernah dengar karyawan yang bernama Kandar di divisi kita?" Nita ingin memastikan. 

"Hush! Kamu jangan selancang itu menyebut namanya." Mimi berkata dengan setengah berbisik. 

"Kenapa memangnya?" Nita semakin penasaran. 

"Kamu belum tau ya kalau beliau itu masih kerabat Direktur," ucap Mimi hati-hati. 

"Lantas?" Nita masih tidak mengerti. 

"Lantas dia juga manajer kita disini?" 

"Apaaa?" 

Hari itu Nita seperti mendengar sambaran petir di siang yang panas. Awalnya ia mengira Mimi tengah bercanda soal jabatan Kandar. Mengingat usia pria itu cukup muda dan hanya berselisih dua tahun di atas umurnya. Belum lagi ia belum pernah melihat keberadaan Kandar di kantor ini. Namun rupanya, pekerjaan pria itu memang sering berurusan dengan kegiatan lapangan sehingga sangat jarang muncul di dalam ruangan. 

Nita tak tahu apakah ia harus bahagia atau sedih. Lantaran barang titipan itu berada di tangan yang tepat. Belum lagi soal pertemuan mereka di masa lalu yang sempat membuatnya sebal. Nita menyesal sudah terlibat pada orang yang salah, yaitu atasannya sendiri. Apakah Kandar akan mempersulitnya di masa depan? 

Seiring waktu ada sedikit kelegaan di hati Nita. Sejak kejadian di ruang manajer hari itu ia dan Kandar tidak pernah lagi bertemu. Nita pikir masalah mereka sudah selesai. Nyatanya dua minggu kemudian badai kehidupan karyawan bawahan mulai menerpa perempuan ini. 

"Nita, kamu dipanggil pak manajer ke ruangan." 

Wajah serius Mimi kala itu seolah menunjukan ada masalah besar. Nita bertanya apa yang terjadi. Namun Mimi tidak tahu apapun dan hanya bertugas menyampaikan pesan dari Kandar. Perasaan Nita menjadi cemas luar biasa saat memasuki ruangan manajer. Ia hanya bisa pasrah kalau sampai dipecat gara-gara masalah pribadi antara mereka yang belum selesai. 

"Jadi kamu yang mengerjakan laporan ini?" tanya Kandar sambil memperlihatkan file yang ada di tangannya. 

"B-benar pak," jawab Nita ketakutan. 

Tidak menyangka laporan yang ia kerjakan selama beberapa hari terakhir adalah milik Kandar. Sebab team leader yang memberikan padanya langsung. 

"Kamu lengkapi beberapa laporan disana dan selesaikan dalam tiga hari." Mata Kandar terarah pada lima tumpukan file di mejanya. 

Nita tercengang sesaat. "Eh, kenapa saya?" 

"Karena mulai sekarang kamu adalah asisten saya." 

"Tapi pak, saya baru sebulan pindah ke divisi ini."

"Saya tidak peduli. Saya hanya butuh seseorang yang kerjaannya sat-set tapi terarah." 

Tak ada pilihan lain, Nita terpaksa menerima tawaran itu. Daripada ia dipecat dan kehilangan pekerjaan. Setidaknya harus dicoba dulu selama beberapa bulan sebelum memutuskan untuk lanjut ataupun menyerah. 

***

Tiga bulan sejak hari itu… 

"Ya, Tuhan. Sampai kapan aku akan begini terus?" keluh Nita saat melihat tumpukan file di atas mejanya. 

Hari itu ia lembur lagi sampai jam 8 malam. Sejak menjadi bawahan Kandar, Nita nyaris lupa waktu. Tak jarang sampai menginap di kantor. 

"Rasanya aku ingin terbang sekarang," gumamnya lalu menyandarkan tubuh di badan kursi. 

"Memangnya kamu itu burung?" Kandar tiba-tiba muncul di atas wajahnya. Sontak Nita langsung berteriak saking terkejut. 

"Bapak! Kenapa Anda suka sekali muncul tiba-tiba dan mengejutkan saya. Bisa tidak kalau muncul pakai suara?!" protes Nita. 

"Dasar kamu saja yang budek. Tadi saya sudah memanggilmu beberapa kali." Kandar berkelit, tak mau kalah berdebat. 

"Tidak mungkin, bapak pasti senga-ja..." Ucapan Nita langsung terputus lantaran Kandar meletakkan kantong putih besar di atas meja.

"Apa ini?" Nita pura-pura bertanya. Dari aromanya saja sudah jelas kalau didalam kantong itu berisi makanan. 

"Makan malam," sahut Kandar singkat. 

Benar saja, atasannya itu membelikan dua porsi ayam bakar beserta cemilan brownies lumer yang cukup besar. Ditambah tiga botol susu soya kesukaan Nita. Tumben sekali pria ini begitu baik biasanya mereka beli makanan sendiri-sendiri. 

"Kenapa bapak belum pergi?" tanya Nita heran. Melihat Kandar mengambil kursi lain dan duduk disampingnya . 

"Saya juga belum makan," ucapnya sambil meraih salah satu dari ayam bakar tersebut. 

Ah, pantas saja porsinya banyak ternyata untuk dimakan berdua. Nita tidak berkata lagi dan mulai menikmati makan malamnya. Baru setelah mereka selesai dengan makanan masing-masing mendadak Kandar menyerahkan dompet yang tidak asing pada Nita. 

"Loh, ini kan dompet saya yang ketinggalan di rumah. Kenapa bisa sama bapak?" tanya Nita heran. 

"Kamu meninggalkannya di ruangan ini kemarin. Jadi saya amankan dulu," jelas Kandar. 

Saat Nita meraih dompet tersebut, pria itu masih melanjutkan kata-katanya. "Kebetulan tadi saya lupa bawa uang cash dan belum sempat ke ATM. Jadi semua makanan ini saya bayar pakai uangmu dulu." 

"Apaaaa?" Nita tampak syok mendengarnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status