Share

Bab 2. Biang keroknya adalah garam

Penulis: Miarosa
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-21 11:35:29

Alister mengangguk. "Dan jangan buat kesalahan lagi hari ini."

Harika mengangguk yakin. Tantangan diterima, tapi yang tidak Harika sadari, hari ini masih panjang dan bencana baru masih menantinya.

Setelah dua kali gagal memenuhi permintaan bosnya, Harika kembali ke pantry dengan tekad baja. Aku tidak boleh gagal lagi!

Kali ini, ia memeriksa semua label di meja pantry. Ada kopi, ada gula, ada garam. Ah, ini dia biang keroknya! Harika buru-buru menyingkirkan garam itu jauh-jauh sebelum mengambil kopi bubuk dengan penuh kehati-hatian.

Ia menuangkan air panas ke dalam cangkir, memastikan rasanya pas dengan menyeruput sedikit di sendok. Oke, ini benar-benar kopi hitam! Dengan bangga, ia membawa cangkir itu ke ruangan Alister.

“Pak, ini kopinya,” kata Harika dengan senyum lebar, berharap ini bisa menebus kesalahan sebelumnya.

Alister menatapnya sekilas sebelum mengambil cangkir itu dan menyeruput sedikit.

Harika menahan napas, mengamati ekspresi bosnya dengan waspada.

Beberapa detik berlalu.

Alister menatapnya. “Akhirnya,” katanya singkat.

Harika langsung tersenyum lebar. Yes! Aku berhasil!

Namun, kebahagiaan itu hanya bertahan tiga detik sebelum Alister menambahkan, “Tapi kau lupa satu hal.”

Harika menegakkan tubuh. “Lupa apa, Pak?”

Alister menatapnya datar. “Aku suka kopi dalam cangkir hitam, bukan putih.”

Harika membeku. Hah?! Itu masalahnya?!

Dengan hati-hati, ia melirik cangkir putih yang digunakan tadi. Ya Tuhan, dia bahkan perfeksionis sampai ke warna cangkir?!

Harika ingin protes, tapi melihat ekspresi Alister yang serius, ia menelan semua keluhannya dan mengambil kembali cangkir itu. “Baik, Pak. Saya akan menggantinya.”

Saat ia kembali ke pantry, Harika menggerutu kecil. “Bos macam apa sih yang mempermasalahkan warna cangkir?! Huh, kalau bisa, aku mau buat kopi ini dalam cangkir emas sekalian!”

Sambil bergumam kesal, ia menuangkan kopi ke cangkir hitam dengan sangat hati-hati, tapi nasib sial sepertinya masih betah menempel padanya, karena terlalu fokus memastikan kopinya sempurna, Harika tidak sadar bahwa tangannya menyenggol stoples gula di meja pantry.

Stoples itu jatuh dengan sukses dan pecah berkeping-keping. Harika menatap serpihan kaca dan gula yang berhamburan di lantai.

“Aku dalam bahaya.”

Setelah membersihkan kekacauan itu, Harika akhirnya kembali ke ruangan Alister dengan membawa kopi dalam cangkir hitam. Kali ini, semuanya sempurna. Benar-benar sempurna!

“Silakan, Pak! Kopi dalam cangkir hitam,” katanya dengan bangga.

Alister mengangkat cangkir itu dan menyeruputnya. Lalu akhirnya untuk pertama kalinya sejak mereka bertemu, pria itu mengangguk kecil. “Baik.”

Harika tersenyum lega. Akhirnya! Aku lolos dari ujian pertama! Tapi sebelum ia bisa menikmati momen keberhasilannya, tiba-tiba Alister berbicara lagi.

“Kau sudah membaca peraturan kantor?” tanyanya.

Harika terdiam. “Eh peraturan kantor?”

Alister menatapnya tajam. “Buku panduan karyawan baru. Seharusnya kau membacanya sebelum mulai bekerja.”

Harika berkedip. Astaga, ada buku panduan?!

“Tentu saja saya sudah membacanya, Pak!” jawabnya cepat, berusaha menutupi fakta bahwa ia bahkan tidak tahu kalau buku itu ada.

Alister menyipitkan mata, seolah-olah bisa membaca pikirannya. “Benarkah? Kalau begitu, coba sebutkan peraturan nomor 17.”

Mampus.

Harika terkekeh pelan. “Ehm peraturan nomor 17 itu….”

Otaknya bekerja keras mencari jawaban, tapi nihil. Ia bahkan tidak tahu ada berapa peraturan dalam buku itu.

“Nomor 17 adalah tentang larangan membawa makanan berat ke dalam ruang kerja CEO,” jawab Alister datar.

Harika berkedip. “Oh? Wah, peraturan itu bagus sekali, Pak! Saya sangat setuju!”

Alister mengetuk meja dengan jarinya. “Kalau begitu, bisa jelaskan kenapa aku mencium bau nasi uduk di ruangan ini?”

Harika langsung panik. Astaga, ketahuan!

Ia buru-buru melirik tasnya, yang masih terbuka sedikit. Dari dalamnya, aroma nasi uduk yang lezat perlahan menguar keluar.

“Ups.”

Alister menatapnya tajam. “Kau bawa makanan ke ruanganku?”

Harika tertawa canggung. “Ehm, ini bukan makanan berat kok, Pak! Ini cuma camilan.”

Alister melipat tangan di dada. “Camilan?”

“Iya! Nasi uduk, kan, isinya nasi, ayam, sambal, telur, dan kerupuk. Kalau dipikir-pikir, semua itu bagian dari makanan ringan kalau porsinya kecil, kan?”

Alister menutup mata dan menarik napas panjang, seolah sedang menghitung mundur agar tidak kehilangan kesabaran.

“Harika.”

“Ya, Pak?”

“Keluar.”

Harika membeku. “Eh?”

Alister menunjuk pintu. “Bawa nasi udukmu keluar! Aku tidak mau ruanganku bau makanan.”

Harika langsung mengemasi makanannya dan berjalan ke pintu dengan wajah sedikit memerah. Duh, ini baru hari pertama, tapi rasanya seperti sudah dihukum berkali-kali.

Saat ia hampir mencapai pintu, ia tiba-tiba berhenti.

“Eh, Pak.”

Alister mengangkat kepala. “Apa lagi?”

Harika tersenyum kecil. “Tadi saya cuma bercanda. Peraturan nomor 17 sebenarnya tentang apa?”

Alister menghela napas panjang, lalu menatapnya datar. “Peraturan nomor 17 tidak ada. Aku hanya mengujimu.”

Harika langsung membelalak. “Hah?! Pak bos nipu saya?!”

Alister menyesap kopinya dengan tenang. “Aku tidak suka sekretaris yang tidak membaca aturan perusahaan. Jadi, sebagai hukuman, baca buku panduan itu sekarang! Aku ingin mendengar laporan singkatmu setelah makan siang.”

Harika mendesah. Jadi, aku kena jebakan?

Dengan pasrah, ia mengambil buku panduan karyawan dari meja dan membawanya keluar, tapi sebelum pergi, ia sempat bergumam pelan, “Jadi bosku ini bukan cuma perfeksionis, tapi juga licik.”

Sayangnya, Alister masih bisa mendengarnya.

“Apa tadi?” tanyanya dengan nada dingin.

Harika tersenyum canggung. “Eh saya bilang Pak Bos ini visioner dan penuh strategi!”

Alister mendengus pelan sebelum kembali bekerja.

Harika akhirnya melangkah keluar. Baru setengah hari bekerja, tapi rasanya seperti sudah bertahun-tahun. Sumpah, aku harus bertahan.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Sekretaris Ceroboh Kesayangan Tuan Perfeksionis   Bab 11. Bisnis Trip atau Trip Emosi?

    Alister menatapnya sekilas, lalu berkata tanpa basa-basi, “Aku ada urusan ke luar kota akhir pekan ini. Perjalanan bisnis dan aku butuh seseorang yang bisa kuandalkan untuk ikut.” Harika membelalakkan mata. “Saya?” “Ya,” Alister menjawab sambil menyusun berkas. “Ada dokumen penting yang harus diurus langsung dan selain itu aku butuh sekretaris yang bisa memastikan semua berjalan lancar. Termasuk kalau mesin fotokopi hotel mendadak rusak,” tambahnya dengan nada menggoda. Harika mengerjapkan mata. “Bapak yakin? Maksud saya, ini saya, Harika. The Walking Chaos.” Alister menatapnya lama, lalu berkata, “Justru karena itu. Kau selalu bisa menyelamatkan kekacauan yang kau buat.” Harika nyaris tersedak udara. “Jadi, kamu ikut atau tidak?” tanya Alister. “Eh, iya, iya! Tentu saja, Pak. Saya ikut, tapi saya harus nyiapin baju dulu, dan... dan skincare, dan mental.” Alister menahan senyum. “Kita berangkat Jumat sore. Tiga hari dua malam. Siapkan semua dengan rapi. Ini tugas priba

  • Sekretaris Ceroboh Kesayangan Tuan Perfeksionis   Bab 10. Drama Korea versi kantor

    “Pak?” “Kenapa kamu bisa nyangkut di sini?” tanyanya datar, tapi matanya jelas menunjukkan sedikit khawatir. Harika berdiri kikuk, menyapu debu dari roknya. “Saya cuma… ya, Anda tahu, arsip… niatnya profesional… ending-nya malah kayak korban film thriller.” Alister menghela napas, lalu mengangguk ke arah luar. “Ayo keluar! Aku tungguin kamu dari tadi. Kupikir kamu sudah pulang.” Harika terdiam. Jantungnya mencolek-colek kesadaran. Dia nungguin aku? Saat mereka berjalan beriringan menyusuri koridor kantor yang sepi, Alister tiba-tiba berkata, “Kamu tahu, Harika. Kamu mungkin satu-satunya orang yang bisa membuat hariku tidak bisa diprediksi.” Harika terdiam, menoleh pelan ke arahnya. “Itu pujian, atau pengingat untuk segera pensiun dari dunia kesekretariatan?” Alister menoleh dan untuk pertama kalinya tanpa ragu, tersenyum kecil. “Sedikit dari keduanya, tapi kurasa aku lebih suka hari-hari yang tidak bisa diprediksi.” Harika membeku di tempat. Satu kalimat sederhana itu

  • Sekretaris Ceroboh Kesayangan Tuan Perfeksionis   Bab 9. Bencana berjalan

    Alister diam beberapa detik sebelum berkata, “Kenapa aku tidak terkejut?”Harika hanya bisa tertawa kaku. “Err Pak, ini bukan seperti yang Anda pikirkan.”Alister mendekat dan menatapnya dengan ekspresi datar. “Yang aku pikirkan adalah kau berhasil membuat kekacauan bahkan dengan benda mati.”Harika menunduk. “Saya tidak sengaja, Pak.”Tanpa berkata apa-apa, Alister menarik tangannya dan dengan mudah mengeluarkan kertas yang tersangkut.Setelah itu, ia menatap Harika dan berkata, “Sekarang cepat bawa dokumen ini ke ruang rapat sebelum aku kehilangan kesabaran.”Harika segera mengangguk dan lari dari ruang fotokopi dengan pipi merah. Satu lagi momen memalukan yang harus ia lupakan, tapi tentu saja, hidup Harika tidak mengenal kata lupa. Apalagi kalau rasa malu itu masih menempel di wajah seperti lem korea.Setelah kejadian di ruang fotokopi, Harika mencoba fokus. Namun, ternyata kesalahannya belum berakhir. Begitu tiba di ruang rapat, Harika menaruh dokumen di meja dengan hati-hati—sak

  • Sekretaris Ceroboh Kesayangan Tuan Perfeksionis   Bab 8. Harika vs mesin fotokopi

    Perlahan, ia menoleh ke meja Alister. Pria itu sudah membaca pesannya dan sedang menatapnya dengan ekspresi campuran antara heran dan geli. “Kau serius?” Harika ingin menangis. Dengan panik, ia buru-buru mengetik pesan baru. Harika: Pak, tolong abaikan pesan itu! Itu… um… pesan untuk, eh… riset karakter novel! Alister mengetik balasan cepat. Alister: Jadi kau pikir aku akan mengusirmu? Harika berkeringat dingin. Harika: T-tentu tidak, Pak! Saya hanya bercanda, hehehehe. Alister hanya menatapnya sebentar sebelum kembali bekerja tanpa mengatakan apa-apa. Harika kembali ke mejanya dan menempelkan wajah ke meja. Kenapa aku begini?! Harika baru saja akan menenggelamkan wajahnya ke keyboard ketika notifikasi baru masuk. Alister: Kalau kamu jualan cilok, tolong kabari. Aku suka yang pakai saus kacang, sedikit pedas. Harika nyaris meledak di tempat. APA?! Ia menatap layar ponselnya, lalu melirik pelan ke arah Alister yang masih mengetik serius seperti tidak ter

  • Sekretaris Ceroboh Kesayangan Tuan Perfeksionis   Bab 7. Email maut Harika

    Harika menghembuskan napas panjang di meja kerjanya. Setelah insiden dokumen nyasar ke wajah bos, ia merasa hidupnya semakin dekat ke jurang pemecatan. “Oke, hari ini harus berjalan lancar. Tidak ada kekacauan. Tidak ada kesalahan. Tidak ada drama.” Namun siapa yang bercanda? Harika dan hari yang berjalan lancar adalah kombinasi yang lebih mustahil daripada diet tanpa cheat day. Pukul 07.30 pagi, Harika sudah tiba di kantor lebih awal, sesuatu yang sangat langka bagi dirinya. Alister belum datang. Ini kesempatan emas untuk menyelamatkan reputasinya sebelum bosnya masuk dan mengungkit segala bencana yang ia ciptakan kemarin. Langkah pertama, menjaga image sebagai sekretaris profesional. Harika duduk tegak, menata dokumen dengan rapi, dan mulai menyesap kopi dengan anggun. Namun, baru dua teguk, pintu kaca utama tiba-tiba terbuka keras. Seorang wanita tinggi, cantik, tapi menyebalkan masuk dengan penuh percaya diri. “Harikaaaa! Aku datang!” Harika hampir tersedak. “Apa

  • Sekretaris Ceroboh Kesayangan Tuan Perfeksionis   Bab 6. Rapat penting dan kesalahan fatal

    Investor mulai saling melirik. Beberapa tampak bingung, sementara yang lain menahan tawa dengan susah payah. Perlahah sangat perlahan, Alister menoleh ke arah Harika. Tatapannya mengatakan, “Aku harap ini bukan ulahmu.” Harika ingin menghilang jadi butiran debu. Astaga, ini pasti file yang ia buat bersama Fenny kemarin! Kenapa bisa masuk ke laptop bos?! KENAPAAAA?! Alister menarik napas panjang, mencoba bersikap profesional. “Maafkan kesalahan teknis ini.” Tangannya bergerak cepat mencari file yang benar. Namun, slide kedua otomatis muncul. “Kenapa Bos Virgo Lebih Seram dari Polisi Tilang?” Investor mulai tertawa. SITUASI DARURAT. SIAGA SATU. INI KEBODOHAN LEVEL INTERNASIONAL. Harika langsung berdiri dengan panik. “PAK, SAYA AKAN PERBAIKI INI!” Dalam kepanikan luar biasa, ia meraih laptop Alister dan buru-buru menutup file itu. Tangannya gemetar saat membuka file presentasi yang benar. Namun, semua sudah terlambat. Investor kini tertawa terang-terangan. Beberapa bahkan menep

  • Sekretaris Ceroboh Kesayangan Tuan Perfeksionis   Bab 5. Kopi Level kematian

    Alister meletakkan cangkirnya di meja dan menghela napas panjang. “Kopi yang benar itu hitam pekat tanpa gula dan tanpa susu. Harika, kau baru saja menghancurkan pagi yang seharusnya sempurna.” Harika tersenyum canggung. “Ehehe saya bisa buat ulang, Pak!” Alister hanya mengangkat satu alis. “Lakukan!" Harika kembali ke pantry dengan tekad yang membara. Oke. Tidak ada susu. Hitam pekat. Berarti harus kuat! Ia mengambil bubuk kopi terpekat yang ada di pantry, menuangkannya ke dalam mesin, dan memastikan bahwa air yang digunakan tidak terlalu banyak. Ia ingin memastikan bosnya mendapatkan kopi terkuat yang pernah ada. Setelah selesai, ia membawa kopi itu kembali ke ruangan Alister. “Pak, ini sudah saya perbaiki,” katanya dengan penuh harapan. Alister kembali mengambil cangkir itu, menyeruput sedikit, lalu raut wajahnya berubah. Mata Alister sedikit menyipit. Ia terdiam selama beberapa detik. Harika menunggu dengan gugup. Lalu, tanpa peringatan, Alister langsung batuk-batu

  • Sekretaris Ceroboh Kesayangan Tuan Perfeksionis   Bab 4. Tolong Tuhan! Jangan biarkan aku dipecat

    Alister tidak merespons. Tatapannya begitu tajam, Harika merasa kalau dia kucing pasti sudah berubah jadi daging ikan asin saat itu juga. "Ikut aku ke ruangan!" Aduh. Dengan langkah gontai, Harika menyeret kakinya mengikuti Alister, persis seperti narapidana yang hendak dijatuhi vonis seumur hidup. Begitu masuk ke ruangan, Alister menunjuk kursi di depan mejanya. "Duduk!" Harika langsung menuruti perintah seperti anak anjing yang baru saja ketahuan merobek sofa. Alister duduk di balik meja, membuka laptopnya, mengetik sebentar, lalu memutar layarnya ke arah Harika. "Lihat ini!" Harika menelan ludah. Di layar terpampang email yang ia kirim tadi beserta REPLY-ALL dari para karyawan. Ada yang membalas dengan emoji tertawa. Ada yang menyebutnya "sekretaris paling berani sepanjang sejarah Ardiwijaya Grup." Bahkan ada yang menambahkan, "Setuju banget! Pak Alister memang ganteng, tapi tatapannya serem. Apalagi kalau kita telat submit laporan!" Harika ingin pura-pura kes

  • Sekretaris Ceroboh Kesayangan Tuan Perfeksionis   Bab 3. Email salah kirim

    Hari kedua Harika di Ardiwijaya Grup dimulai dengan tekad baja. Hari ini, aku harus jadi sekretaris yang profesional, kompeten, dan tak terkalahkan! Aku akan membuktikan bahwa aku bukan hanya makhluk ceroboh yang kebetulan dipekerjakan di sini! Namun, tekad baja itu hanya bertahan selama lima menit. Begitu masuk ke ruangan, ia langsung berhadapan dengan bosnya, Alister Ardiwijaya, yang sudah duduk di balik meja dengan ekspresi setajam pisau dapur baru. Tatapan matanya menusuk, bibirnya terkatup rapat, dan aura perfeksionisnya lebih kuat dari WiFi kantor. Astaga. Kenapa rasanya dia makin serem?! Tapi Harika menegakkan bahu. Tidak boleh gentar. Ia harus membuktikan bahwa dirinya bukan sekadar sekretaris ceroboh yang keberadaannya hanya menambah stres bosnya. Dengan semangat membara, ia memasang senyum paling profesional yang bisa ia buat dan menyapa, "Selamat pagi, Pak!" Alister melirik jam tangannya. "Tepat waktu." Harika tersenyum lebar. Yes! Setidaknya, aku tidak terlambat l

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status