Ayuk, kak... Mau bagaimana scene selanjutnya.... Kasih ide yuk (/^-^(^ ^)/ Hukuman apa ya, yang cocok untuk Reina???
“Ampun, Pak. Reina sudah tidak kuat!” Wanita itu terlihat ngos-ngosan. Mengatur nafasnya yang tidak beraturan. Keringat membasahi wajah dan rambut membuatnya semakin bertambah cantik. Namun Regan menyadari sesuatu. “Astaga. Maafkan aku, Reina. Kamu baru saja masuk rumah sakit. Tidak seharusnya berlari-larian seperti ini.” “Pak Regan juga sama.” Reina tidak mau kalah. Sesungguhnya ia juga memiliki rasa khawatir terhadap suaminya. Hanya saja Regan sangat pandai menutupi rasa sakit pada tubuhnya. “Baiklah, tunggu sebentar. Akan aku ambilkan air putih. Ayo, duduk dulu di dalam.” Regan memapah tubuh Reina. Namun saat memasuki kediamannya itu, mereka melihat Jeffan dan Alice sedang berada di ruang tamu. Gadis itu sedang menikmati sesuatu. “Eh, Kak Regan sudah pulang!” dapat Alice bernada manja seperti biasanya. Regan melirik ke arah Jeffan. “Pantas saja tidak ada yang menjemput kami. Ternyata sedang sibuk pacaran di sini.” “Kak Regan apa-apaan sih?! Siapa yang pacaran!” protes Alice
“Lagi mode marah, diturutin saja Pak Bos,” bisik Jeffan. Lelaki itu terkekeh pelan. Ia senang dan merasa lega karena tidak duduk di dekat Alice. Sementara Regan merasa diremehkan. Bisa-bisanya ia dipermainkan oleh keadaan. Regan menggeram pelan. Ia meremas tangannya sendiri. ‘Kamu kalau lagi ngambek sangat menyebalkan, Reina!’ Meski merasa kesal, Regan tidak punya pilihan lain. Sepertinya ucapan Jeffan memang benar. Ia akan menanti mood istrinya agar membaik seperti sedia kala. Seperti saat itu yang terlihat sangat manis. ‘Apakah hanya di saat keadaan terdesak saja dia mau bermanis-manis denganku? Aku harus menjadi lelaki nomor satu yang dibutuhkan Reina. Tidak boleh ada lelaki lain.’ Reina berjalan terlebih dulu. Ia duduk di dekat jendela pesawat. Di depannya ada Alice yang sudah siap melakukan perjalanan menyenangkan itu. Mungkin lebih tepatnya hanya menyenangkan bagi Alice karena sukses membuat Regan duduk di sampingnya. “Nggak sia-sia deh datang ke tempat yang sama dengan m
Kedua mata Reina melotot seketika. “Dasar mesum!” Wanita itu memukuli dada Regan. Membuat beberapa penumpang lain menatap ke arah mereka. “Reina, pelankan suaramu! Lihatlah, semua mata tertuju kepada kita.” Bola mata Reina bergerak ke kanan dan ke kiri. Kini ia merasa sangat malu. Lalu wanita itu dengan perlahan berucap, “Sorry.” Regan langsung merangkulnya posesif. “Well, she is my wife.” Para penumpang hanya menatap heran dan kembali pada kesibukan masing-masing. “Maaf, Reina. Aku hanya bercanda.” Regan membela diri. Reina kemudian duduk membelakanginya. “Mungkin sekarang giliranku untuk tidur.” Regan merentangkan kedua tangannya. Sengaja tangannya itu mengenai dada istrinya. “Pak Regan!” Mata Reina kembali melotot tajam. Tetapi Regan sudah tampak tertidur pulas. Entah benar atau hanya pura-pura. “Menyebalkan!” umpat Reina kesal. Sementara Alice justru mendekap tubuh Jeffan. Ia merasa ada yang aneh saat mencium aroma parfum yang berbeda. Kedua mata Alice terbuka. Ia melihat
“Kamu pintar ya, meluluhkan hati Oma. Baiklah Oma mau makan sekarang.” “Nah gitu dong, Oma. Reina 'kan jadi semangat.” Keduanya tersenyum. Oma Regina menepuk pelan pundak Reina. Ia senang diperhatikan seperti itu. Tidak seperti Justin ataupun Claudia yang selalu mengabaikannya. Di dekat pintu Regan menyaksikan pemandangan yang menarik tersebut. Ia ikut terharu atas jerih payah sang istri meluluhkan hati omanya. “Tidak salah aku memilih Reina sebagai istriku. Dia terlihat tulus merawat dam menyayangi Oma. Bagaimana Oma bisa sesayang itu kepada Reina? Apakah ada alasan lain?” Regan terdiam memikirkan rasa penasarannya terhadap sikap Oma. “Lebih baik aku kembali ke kamar. Menanti istriku di sana.” Regan tidak jadi masuk ke kamar Oma Regina. Ia meminta seorang pelayan membuatkan secangkir kopi untuknya. Sambil menunggu Reina kembali, lelaki tampan itu membuka laptopnya. Menyiapkan secara matang untuk meeting esok hari. Ia yakin Reina akan kesulitan dan butuh bantuannya. “Dia sanga
Malam telah berganti pagi. Reina langsung memberikan sebuah pertanyaan yang sulit untuk dijawab oleh Regan. “Semalam Pak Regan ke mana saja?” tanya Reina penuh selidik. Kedua matanya memperhatikan sang suami dari atas sampai bawah. Menyelidiki apakah ada bekas lipstik wanita lain di bajunya. “Em, itu ... aku tidak bisa tidur, Sayang. Karena Tiger ngambek.” “Lalu?” Reina masih tidak percaya. “Aku berkeliling hingga kelelahan. Dan berakhir tertidur di apartemenku. Apakah kamu tidak percaya? Hem?” Regan mencolek hidung sang istri. Entah mengapa perasaan Reina jadi tak enak. Ia memiliki prasangka buruk terhadap suaminya. “Baiklah, Reina percaya. Sebaiknya sejarah Pak Regan segera mandi. Kita siap-siap untuk melakukan perjalanan ke luar kota.” Regan menepuk keningnya. “Astaga! Aku hampir lupa, Sayang. Maaf, ya?” ucapnya manja. Namun hal itu membuat Reina merasa kesal. Ia merasa Regan telah berbeda. “Pak Regan tidak perlu meminta maaf. Reina tunggu di ruang makan.” “Reina, tunggu, S
Sejak tiba di hotel tempat menginap, CEO tampan itu tidak sempat memberi kabar kepada Reina. Regan sibuk mempersiapkan segalanya bersama sang asisten hingga melupakan ponselnya.Sementara di rumah, Reina justru tak sabar mendengar kabar terbaru dari suaminya itu. Beberapa kali Reina terlihat mondar-mandir dengan memegangi handphone. Namun sayangnya ia terlalu gengsi untuk bertanya terlebih dahulu.“Kenapa, Reina? Ada masalah? Kamu pasti sangat mengkhawatirkan Regan, ya? Tenang saja. Dia pasti tidak akan macam-macam di sana,” terang oma yang berusaha menenangkan cucunya.Reina hanya tersenyum tipis. Ia tidak ingin semakin memperkeruh keadaan.Kini Oma Regina dan Reina telah berada di dalam kamar. Dokter mengatakan jika keadaan Oma Regina semakin membaik. Dan sang oma yakin jika semua itu berkat Reina.Tak lama kemudian seorang pelayan datang membawakan menu makan siang.“Oma, makan siang dulu, ya? Setelah ini nanti Oma harus tidur siang. Seperti kata Pak Dokter. Oma, harus banyak-banyak
Jeffan benar-benar tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Angel. Tetapi ia butuh tanda tangan itu. “Bagaimana Jeffan? Kamu tidak mau mengecewakan Regan bukan?” tanya wanita santai sambil memainkan rambutnya yang panjang. “Tapi kenapa harus saya?” tanya Jeffan memastikan. “Suatu hari nanti pasti kamu akan tahu sendiri. Ini hanya pura-pura, Jeffan. Aku tidak menuntut apapun darimu. Hanya sebuah status saja.” Jeffan terdiam cukup lama. Agaknya ia benar-benar berpikir keras agar tidak salah langkah. Sementara Regan masih berkendara di tengah ramainya jalanan kota. Beberapa kali ia harus terjebak macet hingga waktunya harus banyak tertunda agar tiba di rumah. Di saat Regan merasa kesal karena harus terkena macet kembali, tiba-tiba ponselnya berdering. Ia pikir yang menghubungi adalah Reina. Ternyata tebakannya salah. “Papa? Tumben sekali dia menghubungiku. Apakah ada hal penting?” Dengan malas ia mengangkat telepon itu. “Ada apa, Pa?” “Cepat pulang, Regan. Oma meninggal.” “A
Di mansion, keluarga besar Admaja tengah berkumpul. Regan terlihat duduk menyendiri di sudut teras. Hal itu menarik atensi mama tirinya. “Pa ... lihat itu, Regan. Pasti dia sangat terpukul atas kematian omanya. Sementara sang istri justru ditahan di sel.” “Betul, Ma. Sebenarnya papa sangat tidak suka dengan istrinya itu. Papa seperti pernah melihatnya di masa dulu. Tapi siapa? Papa tidak begitu ingat.” “Bagaimana kalau kita dekatkan kembali sama Kimberly, Pa. Gadis itu 'kan sangat cantik, elegan, wajahnya blasteran. Nggak malu-maluin kalau diajak pergi ke pesta. Tidak seperti Reina.” “Sepertinya itu ide yang bagus, Ma. Mama masih sering komunikasi dengan Kimberly?” tanya Justin penasaran. “Tentu saja, Pa. Dia cerita beberapa waktu yang lalu ketemu sama Regan di depan klub malam. Lalu mereka—” Claudia sengaja menghentikan ucapannya. “Mama serius?” Justin membelalakkan kedua matanya. Ia tidak percaya jika Regan juga tertarik dengan perempuan itu. Tidak beda jauh dengan Justin sendi