Hai, hello..... adakah yang masih membaca novel ini?????? (╯︵╰,)
“Aku katakan kepadamu, Sayang. Kamu tidak perlu meminta maaf. Justru seharusnya aku yang minta maaf. Aku beberapa kali mengabaikan panggilan darimu.” Regan mengecup singkat bibir sang istri. “Oh, iya. Pokoknya besok gantian aku yang memberikan hadiah kepadamu. Masak iya belanja cuma buat keluarga? Rugi, dong!”“Pak Regan!” Reina mencubit pinggang suaminya. Membuat Regan menjerit karena refleks.“Apakah ada masalah? Sehingga membuat suamiku yang paling ganteng ini mengabaikan pesan-pesan dan panggilan dariku? Hem?” Reina menyatukan hidungnya pada hidung Regan. Membuat lelaki itu tersenyum gemas.“Ada yang ingin aku sampaikan kepadamu, Sayang. Ini tentang Mama.”“Mama? Maksud Bapak?” Reina tidak paham apa maksud ucapan dari suaminya itu.“Sayang ... Mama Olivia masih hidup. Mama kita.” Regan terlihat sedih. Ia mengingat kembali bagaimana mamanya disekap di dalam gudang.“Selama ini Papa menyembunyikan Mama. Dia menyebarkan informasi bahwa Mama sudah meninggal. Itu agar dia bisa menikahi
“Wah, Pak Regan tenang saja. Nyonya Olivia sudah tidak ngamuk lagi tadi. Setelah makan dan minum obat, Nyonya langsung tidur.” Regan mengajak Reina untuk melihat keadaan mamanya. Benar saja, wanita paruh baya itu tampak tertidur dengan sangat lelap. Reina memandangi lekat-lekat raut wajah Olivia. Ia berharap setelah ini bisa menemukan sosok ibu yang baik hati. “Ternyata wajah Pak Regan sangat mirip dengan Mama.” “Benarkah itu?” Regan mendekatkan wajahnya. “Eh, mau ngapain?” Reina langsung mengulurkan tangannya di depan wajah sang suami. “Sayang ... sekarang sudah saatnya.” Regan menutup pintu kamar sang mama dengan sangat pelan. Dengan gerakan tiba-tiba, lelaki itu langsung mengangkat tubuh sang istri ala bridal style. Hampir saja Reina berteriak. Untung saja masih bisa ia tahan. Tentu wanita itu tidak mau menganggu ketenangan tidur Olivia dengan teriakannya. Regan membaringkan tubuh Reina dengan perlahan. “Sayang .. semoga setelah ini kau segera hamil. Pasti Mama sangat senang
“Iya ... kamu sangat cantik, Sayang. Tidak salah Regan memilih kamu menjadi istrinya.” Tangan Olivia terulur mengusap rambut Reina. Regan tersenyum senang. Begitupun Reina yang tak menyangka jika sang mama mertua kini sedang memujinya. “Sayang ... jangan menunduk terus, dong!” peringat Regan merasa gemas. Reina tersenyum malu-malu. Ia melirik ke arah Regan hingga suaminya tersebut baru ingat niat mereka datang ke rumah itu. “Kalau begitu kita makan sama-sama ya, Ma?” ajak Regan kepada Olivia. “Iya, Sayang.” Reina membantu memapah tubuh sang mama sampai ke meja makan. “Mari makan,” ucap Regan bersemangat. Ia membatin di dalam hatinya. ‘Ini seperti masakan Reina. Sangat lezat.’ Olivia terlihat lahap saat makan. Membuat Reina merasa bahagia. “Makanan sangat lezat. Apakah kamu yang memasak, Sayang?” tanya Olivia kepada Reina. Reina merasa heran. Ia pikir Olivia tidak akan menyadari jika dirinya yang telah memasak semua makanan itu. Wanita itu pun menganggukkan kepalanya. “Iya,
Reina menggelengkan kepalanya. “Tidak, Pak. Bapak tidak perlu mengatakannya lagi. Reina juga salah. Reina sudah membuat pekerjaan menjadi terbengkalai.”“Reina ... aku benar-benar minta maaf. Terima kasih, sudah selalu setia di sampingku. Setelah ini aku akan berusaha untuk lebih sabar lagi.”Reina menganggukkan kepalanya. Kemudian ia menunjukkan sesuatu kepada Regan.“Pak Regan, ini semua laporan yang Bapak butuhkan untuk rapat dewan direksi nanti siang. Saya juga sudah mengatur ulang jadwal Bapak agar tidak ada gangguan,” kata Reina kembali ke mode profesional.“Reina ... sebenarnya aku sedang tidak membutuhkan ini sekarang. Aku ingin fokus pada jadwal presentasi investor besok,” balas Regan yang mulai adu argumen lagi dengan sekretarisnya itu.Reina kembali dibuat naik darah. Tetapi ia mencoba tetap tenang. “Pak Regan, tolong dengarkan Reina. Rapat dewan direksi juga sangat penting. Kita perlu memastikan semua laporan lengkap dan siap untuk dibahas.”Regan mendongak dengan tatapan
“Rahasia,” ucap Reina seraya berlari meninggalkan Regan. “Sayang, tunggu. Jangan berlarian seperti anak kecil.” Regan geleng-geleng kepala. Merasa gemas dengan sikap istrinya. Reina duduk di bawah pohon. Menanti kedatangan Regan dengan tidak sabar. “Ayo dong, Pak. Buruan ke sini. Reina sudah haus.” Wanita itu berbicara sambil tangannya menyentuh tenggorokan. Mengisyaratkan bahwa dirinya benar-benar ingin minum yang segar-segar. Regan datang lalu menyentil kening istrinya. “Siapa suruh lari-lari, hem?!” Reina hanya tersenyum cengengesan. Memamerkan giginya yang putih dan rapi. *** Restoran “L'Amour” baru saja dibuka di seberang jalan dari kantor mereka. Restoran itu terkenal dengan menu modern dan suasana yang nyaman. Regan dan Reina memutuskan untuk mencoba tempat baru tersebut. Mereka bergandengan tangan menyeberangi jalan yang ramai menuju pintu restoran dengan perasaan penuh harap. “Selamat siang, selamat datang di restoran L'Amour,” sambut seorang pelayan muda dengan sen
Reina tersenyum bangga melihat keberanian suaminya. Ia langsung menggamit lengan CEO tampan itu. “Pak Regan sangat hebat. Reina jadi pengen seperti Bapak.” “Siapa dulu istrinya.” Regan menjawil dagu Reina. Mereka berdua pun berjalan beriringan untuk kembali ke kantor. Tiba di kantor, keduanya segera menuju lift. Reina mendekati Regan. Memastikan tidak ada luka di bagian tubuhnya. “Aku tidak apa-apa, Sayang. Tidak perlu khawatir seperti ini.” Reina kembali memamerkan senyuman termanisnya. “Pak Regan, ada yang ingin Reina sampaikan.” Wanita itu terlihat malu-malu. “Ada apa istriku, Sayang? Katakan saja. Apa yang kamu inginkan, hem?” “Melihat ibu-ibu tadi tidak bisa melawan, Reina jadi ingin mempelajari ilmu bela diri. Bolehkah Reina ikut kelas bela diri? Tae kwon do misalnya,” ungkap Reina jujur. Regan memperhatikan penampilan istrinya dari atas sampai bawah. Ia seperti sedang memikirkan sesuatu. Lalu lelaki itu berucap dengan tenang. “Tentu saja boleh, Sayang. Kamu
Pada hari Jum'at sore, Jeffan mengajak Amira untuk tinggal di rumahnya. Awalnya sang istri menolak, tetapi karena dibujuk ibunya maka Amira pun menurut saja. Tidak banyak pakaian yang Amira bawa. Rencananya wanita itu akan sering-sering pulang ke rumah Rosidah jika merasa bosan. Jeffan tak membantah. Ia cukup tahu diri. Ia akan mencoba dengan perlahan agar Amira mau membuka hati untuknya. Keesokan harinya, Jeffan berniat untuk mengajak sang istri jalan-jalan menikmati malam Minggu bersama di luar. Akan tetapi Amira masih saja menolak dengan berbagai alasan. Jeffan hampir frustasi dibuatnya. Ia memilih untuk membaca surat kabar sambil minum kopi. Namun siapa sangka, beberapa detik kemudian Jeffan dikejutkan dengan kedatangan seseorang yang tak pernah ia sangka sebelumnya. *** Angel berdiri di depan pintu rumah Jeffan dengan hati yang berdebar-debar. Ia menarik napas panjang. Wanita itu mencoba menenangkan dirinya sendiri. Sejak ia terakhir kali bertemu Jeffan waktu itu, perasaa
Hari Minggu telah tiba. Pagi yang sangat cerah namun terasa lebih sibuk dari biasanya bagi Regan. Sebagai seorang CEO, ia jarang sekali harus bekerja di akhir pekan, namun hari ini adalah pengecualian. Ada rapat penting dengan klien internasional yang tidak bisa ditunda. Dan Regan tahu bahwa kehadirannya sangat dibutuhkan.Reina sedang bersiap-siap untuk kelas Taekwondo-nya, mengenakan seragam latihan dengan semangat yang membara. Hari itu adalah hari pertamanya. Regan menepati janjinya untuk mengizinkan Reina mengambil kelas taekwondo.Mereka berdua berada di ruang makan menikmati sarapan ringan sambil berbincang tentang rencana hari itu.“Aku masih merasa tidak enak hati karena harus meninggalkanmu sendiri untuk kelas hari ini,” ucap Regan seraya menyendokkan sereal ke dalam mulutnya.Reina tersenyum lembut. “Tidak apa-apa Pak Regan, Sayang. Aku mengerti. Pekerjaan adalah nomor satu. Lebih penting dari sekedar menemani Reina di tempat latihan. Dan seharusnya Reina yang minta maaf