Share

Cari Musuh

Author: Parikesit70
last update Last Updated: 2025-07-01 23:32:39

Pagi sekali sekitar pukul setengah delapan Amara telah sampai di kantor. Usai membuka pintu ruang kerja sang bos, Amara melangkahkan kaki menuju Pantry untuk menaruh makanan siang Adrian dan dirinya.

“Pak Budi, saya titip makanan siang buat pak Adrian di sini. Tolong info sama Ibu Imah yang biasa bersih-bersih di sini!” perintah Amara.

“Baik Bu! Tadi Imah disuruh beli sarapan sama Ibu Lily, bagian marketing,” jawab Budi, seorang pesuruh berusia 20 tahun.

 “Itu ruang kerja pak Adrian siapa yang rapikan?” tanya Amara.

“Seharusnya Imah, Bu! Ya, udah biar saya yang bersihkan,” jawab Budi.

Mendengar keterangan Budi, Amara pun, bereaksi. “Pak, selesai bersihkan ruangan si bos, kamu cari Imah! Minta dia ke ruangan saya!”

“Baik Bu!” jawab Budi mengangguk persis di pintu Pantry.

Setelah itu, Budi keluar dari Pantry diikuti Amara yang melangkah menuju ruang kerjanya. Usai menghidupkan laptop di hadapannya, Amara meraih telepon direct di meja kerjanya dan menghubungi Melinda.

“Pagi Bu Linda!” sapanya.

“Pagi! Ada yang bisa bantu, Mara?” tanyanya diujung telepon.

“Bu, siapa yang koordinator pesuruh di kantor?” tanyanya.

“Bagian Umum. Ada apa ya?” tanya kembali Melinda.

“Hanya masalah disiplin aja, Bu!” jawab Amara.

“Maksudnya, ada pesuruh yang nggak disiplin gitu? Kok bisa? Kamu jangan asal menilai mereka nggak disiplin. Amara, tolong jangan menuduh seperti itu. Kamu itu baru dua hari bekerja, loh! Kemarin juga kamu mau melarang karyawan untuk nggak makan di ruang kerja mereka! Sekarang, masalah pesuruh!”

 “Bu Linda! Nggak ada urusan saya baru atau udah lama! Kalau saya lihat ada pelanggaran, berarti memang ada kebiasaan buruk yang biasa dilakukan di kantor ini! Saya bicara pakai data! Untuk apa saya mengada-ada!” tegas Amara.

“Ya sudah, laporkan saja ke bagian umum. Nanti bagian umum yang kasih laporan ke saya. Udah dulu ya, saya mau sarapan!” tutup Melinda.

Mendapat sambutan tak baik dari Melinda membuat Amara kesal dibuatnya. Hingga ia langsung menghubungi bagian umum.

“Selamat Pagi, saya Amara sekretaris pak Adrian!” sapa Amara saat mendengar seseorang memberikan salam.

“Oh! Pagi Bu! Ada yang bisa dibantu?” tanya seorang lelaki diujung telepon.

“Dengan siapa ya? Maaf saya sekretaris pak Adrian yang baru. Jadi saya belum mengenal seluruh karyawan di sini.”

“Kenalkan, saya Satria! Apa ibu mau bicara dengan Nazwa yang mengurus sarapan Bapak?” terka Satria.

“Oh! Bukan! Saya mau tanya masalah yang mengkoordinasi pesuruh di lantai 7 ini.”

“Benar yang koordinasi Ibu Nazwa. Tapi, Ibu belum datang. Sepuluh menit lagi aja datang. Biasanya tepat jam delapan udah di ruangan. Soalnya dia kan yang beli kudapan untuk pak Adrian.”

“Baik! Kalau begitu, minta Bu Nazwa hubungi saya. Terima kasih!” pinta Amara menutup telepon direct.

Baru saja Amara menutup hubungan telepon tersebut, terdengar ketukan pada pintu ruang kerjanya.

“Permisi Bu. Saya, Imah,” sapa seseorang wanita berusia sekitar 30 tahun.

“Ya, masuk!” pinta Amara mempersilakan duduk wanita bertubuh sintal.

“Ada apa ya Bu?” tanya Imah menatap tanpa rasa takut.

“Kenapa tadi kamu nggak membersihkan ruang kerja pak Adrian?” tanya Amara, balik menatap tajam ke arah pesuruh yang terlihat meremehkan dirinya.

“Saya tadi diminta beli sarapan, Bu!” jawabnya santai.

“Harusnya kamu itu, bersihkan dulu ruang kerja si bos, baru kam....”

“Tadi saya udah minta kunci sama sekuriti. Tapi, kata sekuriti ketinggalan kuncinya. Sedangkan Ibu sendiri, kemarin jam delapan baru masuk kerja,” potong Imah.

“Dengar! Pertama! Jangan sesekali kamu potong ucapan orang lain yang belum selesai bicara! Kedua! Tugasmu itu, membersihkan ruang kerja si bos dan ruang kerja saja juga! Bukan membelikan sarapan orang lain! Paham kamu?!” semprot Amara menatap dengan manik tajam ke arah Imah yang melirik ke Amara tanpa berkata sepatah kata pun.

“Satu lagi! Kenapa kamu berpikiran saya datang jam delapan? Lain kali, kamu tetap harus menunggu kedatangan saya! Dapat saya pastikan, sejak hari ini dan seterusnya saya akan datang jam setengah delapan. Dengar kamu?!”

“Ya Bu! Tapi tolong kasih tahu juga bagian marketing untuk jangan suruh saya pagi-pagi. Soalnya nggak enak saya sama Bu Lily,” jawab Imah.

“Ngapaen nggak enak? Memang dia yang ngasih gaji kamu! Intinya kamu tolak pekerjaan yang bukan pekerjaan kamu!” tegasnya. “Udah sana!”

Imah keluar tanpa mengucapkan salam pada Amara. Dengan wajah cemberut Imah keluar karena tidak terima atas teguran Amara.

Setelah itu, Amara juga beranjak dari tempat duduknya berjalan menuju ruang kerja Adrian saat jam menunjukkan pukul delapan kurang lima menit.

Amara menghidupkan laptop di meja kerja sang bos dan mengecek kembali kebersihan meja kerja Adrian dengan tisu dan mengecilkan volume pendingin ruangan tersebut.

“Pagi!” sapa Adrian saat Amara berdiri menghadap pendingin ruangan dan menoleh ke arahnya.

“Selamat pagi, Pak! Mau saya buatkan kopi atau teh?” tanya Amara tersenyum manis.

“Kopi dengan gula,” jawabnya.

Amara melangkah panjang menuju pintu keluar saat Adrian berjalan menuju meja kerjanya.

“Amara!”

“Saya, Pak!” jawab Amara menoleh dan memperbaiki posisi berdiri yang berada beberapa langkah dari Adrian.

“Saya suka kamu pakai setelan baju kerja seperti ini. Slayer panjang warna putih, dengan setelan berwarna coklat muda dan coklat gelap. Next time kalau kita ada rapat di BEJ kamu pakai pakaian yang seperti ini!"

“Baik, Pak! Permisi,” jawab Amara singkat.

Adrian menatap punggung Amara dengan senyum-senyum sendiri. Ia membayangkan wanita cantik itu, menggodanya dan ia pun membatin.

‘Ternyata Amara cantik sekali. Aku harus bicara ke mami kalau aku bersedia menikahinya. Tapi, masa iya dia nggak dengar dari papanya masalah perjodohan itu? Atau dia cuma jual mahal aja?’

Saat anggannya melambung tentang Amara, suara dering telepon direct di meja kerjanya mengejutkan dirinya.

“Ya, Halo! Pagi!” sapanya.

“Pagi Adrian! Tadi sekretarismu hubungi aku. Katanya dia ada masalah dengan pesuruh di sana. Memang ada apa sih? Aku dengar juga, dari Bu Linda, sekretarismu itu sok mau ngatur semua urusan kantor!”

Nazwa kepala bagian umum melaporkan perihal Amara pada Adrian yang notabene adalah adik sepupunya. Nazwa adalah anak dari kakak maminya Adrian.

“Nggak begitu juga sih, Mbak. Dia bukan mau urus semua urusan kantor. Dia hanya kasih saran. Untuk masalah hari ini dia belum cerita sama aku!” jawab Adrian memanggil Mbak pada Nazwa.

“Nanti tanya dia. Ingatkan, jangan terlalu bertingkah! Dia loh, baru dua hari di kantor ini. Pakai minta aku hubungi dia! Memang siapa dia? Masuk kerja pake memo aja bertingkah!" keluh Nazwa.

“Ya udah Mbak, nanti aku tanya ada masalah apa. Jangan emosi begitu. Namanya juga karyawan baru. Dia belum kenal dan paham aturan di kantor,” jawab Adrian menenangkan Nawza yang dikenal cepat emosi.

“Adri! Kamu juga jangan terlalu banyak bela dia!” imbuh Nazwa

“Iya, iya...”

Setelah menutup sambungan telepon dari saudara sepupunya, Adrian hanya bisa menggelengkan kepala sembari bermonolog, “Aduh, apa lagi yang diurus Amara? Kenapa juga dia mau cari musuh di kantor ini?" 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Sekretaris Rasa Istri   Membuka Aib

    Seorang lelaki tampan memasuki gedung perkantoran tempat Amara bekerja. Lelaki tersebut menuju lantai 7, tempat dimana Amara berkantor. Sesampai di lantai 7 dicarinya nama perusahaan tempat Amara bekerja. Seorang sekuriti yang menjaga kantor tersebut, menyambut lelaki tampan berhidung mancung dengan kulit putih bersih dan wajah maskulin.“Siang Pak! Bisa saya bertemu dengan Amara?” tanya lelaki tampan tersebut.“Maaf dari mana? Kalau boleh saya tahu dengan Bapak siapa? Apa sudah janji dengan ibu Amara untuk bertemu pak Adrian?” tanya sekuriti tersebut.“Uhm, saya dengan Dhendy, teman Amara. Saya hanya mau bertemu Amara,” jawabnya kembali.“Oh, maaf Pak. Bu Amara sedang keluar bersama pak Adrian. Jadi setiap hari kamis pagi mereka menghadiri rapat mingguan di BEJ. Biasanya sekitar jam 4 sore sudah balik dari sana. Jadi, Bapak nanti bisa datang lagi saja. Atau, coba hubungi Bu Amara,” saran sekuriti perusahaan tersebut.“Bisa saya minta nomor telepon Amara? Karena saya lost contact! Dul

  • Sekretaris Rasa Istri   Rencana Jahat

    Nazwa yang mendengar langsung dari Erna tantenya sendiri atas perjodohan Adrian dan Amara, membuat wanita itu kian membenci Amara. Hal itu terlihat saat ia menyambangi kantor Maya yang berada di lantai 3 pada saat makan siang usai ia menghubungi Maya.“Mbak Maya, kita makan di kantor apa keluar?” tanya Nazwa.“Di ruang kerjaku aja. Aku sudah pesan makanan lewat Online. Soalnya kedua anakku juga mau ke kantor!” jawab Maya.“Oh begitu. Berarti kedua anak Mbak adik tiri Amara dong,” ujar Nazwa.“Nggak! Aku waktu nikah bawa dua orang anak. Beda dua tahun umurnya sama. Kembar, dua lelaki.”“Wah! Mantap sekali. Hebat sekali Kak Maya bisa dapat lelaki tajir dan bawa dua orang anak,” ujar Nazwa dibalas tawa lepas Maya.“Jadi wanita itu harus cerdas! Karena kecerdasanku, perusahaan suamiku jatuh ke tanganku!” Maya terlepas ucapannya kala dengan bangga memvalidasi diri.“Berati Aku perlu belajar sama Kakak,” puji Nazwa dan membuat Maya terlihat jemawa.“Tenang nanti aku kasih ilmu nya, Hahahaha

  • Sekretaris Rasa Istri   Rasa Yang Ada

    Sementara itu, tampak Lily sedang menerima telepon dari adik angkatnya. Dia adalah Rani, sahabat karib Amara yang berkhianat dengan menikahi Dhendy, pacar Amara.“Buat apa sih dek, kamu mau hubungi Mara? Apa memang suamimu ada dekat lagi sama dia?!” seru Lily dalam sambungan telepon.“Bukan begitu Kak. Memang nggak ada. Aku hanya takut aja. Tolonglah Kak, aku perlu nomor telepon Amara,” pinta Rani dari ujung telepon.“Biar aku aja yang peringati dia! Kamu fokus sama anakmu. Kamu pikir, aku akan diam aja kalau dia sampai menggoda suamimu? Aku nggak akan biarkan keponakanku kehilangan ayahnya!” tegas Lily.“Kak Lily jangan seperti itu. Aku paling tahu karakter Amara. Dia nggak bisa di gertak seperti itu. Aku mau bicara baik-baik sama dia. Ayolah Kak! Aku justru stres kalau nggak ngomong sama dia. Soalnya nomor telepon yang lama nggak aktif. Kalau nggak, udah sejak lama aku hubungi dia,” ungkap Rani.Mendengar kegigihan Rani yang berkeinginan menghubungi Amara, maka Lily memberikan nomor

  • Sekretaris Rasa Istri   Cinta Atau ....

    Kejadian semalam di pantai membuat Amara merasa malu atas tindakannya yang menerima pelukan Adrian. Sehingga saat di kantor, Amara lebih banyak menghindari Adrian. Itu ditunjukkan oleh sikapnya saat meminta Imah membawakan kopi untuk sang Bos.“Bu Imah bisa minta tolong bawakan kopi Bapak,” pinta Amara memberikan baki berisi kopi yang sudah dibuat berikut kudapannya.“Bu, kalau bapak tanya kenapa saya yang bawa gimana?” tanya Imah, pesuruh lantai 7.“Kasih tahu saja, saya masih sarapan,” ujarnya.“Baik Bu."Amara melangkahkan kaki menuju Pantry. Selain bertujuan menghindari telepon Adrian yang akan mengecek keberadaannya, ia juga ingin menikmati secangkir kopi di Pantry.Ketika sedang menikmati kopi di Pantry, seorang marketing bernama Lily yang pernah selisih paham saat meminta Imah membeli sarapan masuk ke ruang Pantry.“Pagi!” sapanya duduk di sebelah Amara.“Pagi, Bu!” balas Amara tersenyum sembari menyeruput kopi di hadapannya.“Tumben aku lihat sekretaris Bos jam 8 ada di dapur.

  • Sekretaris Rasa Istri   Melepas Sedih

    Adrian menjemput Amara saat jam telah menunjukkan pukul setengah delapan malam. Jarak antara rumah Amara dan pantai di wilayah utara Jakarta dapat ditempuh kurang lebih tiga puluh menit.“Mara, apa saya perlu izin sama papa kamu?” tanya Adrian saat Amara yang telah menunggu diluar pintu gerbang, langsung masuk ke dalam mobil.“Papa udah tidur. Tadi juga saya titip pesan aja sama orang rumah,” jawabnya.“Bapak sendiri kalau mau keluar gitu, izin juga sama orang rumah?” tanya Amara memandang Adrian yang berada di belakang setir.“Izin juga. Mara, karena kita lagi nggak di kantor. Panggil nama aja dan bisa aku jadi teman kamu?" pinta Adrian.“Ok! Siap bos!” tawa Amara dengan memberikan tanda jempolnya.Sesaat hening terdiam tanpa suara. Kemudian, Adrian membuka percakapan saat di lihat Amara menikmati perjalanan dengan memandang kerlap kerlip lampu gedung-gedung tingkat tinggi saat malam seperti saat ini.“Amara ... Kamu sekarang cerita kejadian lucu yang pernah kamu alami. Setelah kamu

  • Sekretaris Rasa Istri   Bertengkar

    Sejak pertemuan pertama antara Maya dan Amara di gedung perkantoran seminggu yang lalu. Hari ini kembali Amara bertemu Maya kala ia baru saja keluar dari lift menuju ke luar gedung. Maya yang melihat Amara melangkah panjang usai melirik ke arahnya, membuat Maya mengejar Amara hingga ke lobby gedung tersebut.“Hey! Tunggu!” teriak Maya melangkah panjang mengejar Amara.Maya terus mengejar Amara yang tak memedulikannya hingga sampai halaman gedung tersebut. Tampak seorang lelaki tampan yang tak lain Adrian, membuka kaca mobil dan memandang ke arah Amara yang dikejar hingga tempat parkir dan jarak parkir mobil mereka hanya beberapa meter.Maya meraih bahu Amara yang tak memedulikan dirinya. Namun, dengan gerak refleks Amara memegang pergelangan tangan Maya dan menghempaskannya seraya menatap wajah wanita yang pernah menjadi mama tirinya.“Jangan sok kenal sok dekat!” kecam Amara kesal.“Jelas aku kenal kamu! Gadis nakal tapi sok suci yang telah membuat keponakanku masuk penjara! Gimana r

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status