Share

GENGSI

Author: Parikesit70
last update Last Updated: 2025-07-01 23:31:57

Di dalam kamar, Amara berbaring di kasur empuknya dengan menggenggam ponsel dan tengah membuka beberapa email dari Klien atau Customer yang menanyakan perihal penjualan dan pembelian saham. Selain itu ada juga beberapa komplain.

Sembari memutar musik, Amara memilah beberapa email yang  dikirimkan ke bagian terkait. Saat asyik mengirim email, terdengar nada dering masuk hingga membuat alunan lagu terhenti pada ponselnya. Dilihat pada layar ponsel, Adrian menghubungi dan Amara terdengar menggerutu sebelum menjawab panggilan tersebut.

“Aduh! Ngapaen sih telepon gue!”

Namun, dengan terpaksa Amara menjawab panggilannya. “Malam Pak!”

“Malam! Apa besok kamu jadi bawa makanan buat saya?”

“Jadi Pak! Besok mau saya buatkan apa?”

“Bebas! Terserah kamu, asal enak!” jawab Adrian.

“Ok! Tenang aja pasti enak. Biasanya budget makan siang Bapak berapa?"

“Masalah itu saya nggak tahu. Kamu koordinasikan dengan bagian umum! Mereka yang urus. Saya pikir, kamu kasih gratis,” ujar Adrian bercanda.

“Nggak ada yang gratis Pak! Buang air kecil di WC umum aja bayar! Iya nggak?” tawa kecil Amara diujung telepon terdengar merdu.

Dalam hati Adrian bergumam, ‘Renyah juga ketawanya. Tapi, ini cewek kenapa perhitungan banget? Mungkin dia memang lagi perlu uang. Pantas aja orang tuanya mau menjodohkan denganku. Aduh! Biasa jadi ATM berjalan nih. Mending kasih duit dia dari jatah makan siangku aja.’

“Hello! Gimana Pak? Jadi apa nggak?” tanya Amara saat tak terdengar sahutan dari ujung telepon.

“Jadi! Tapi, kalau sampai nggak enak. Saya nggak bayar! Besok kamu minta uangnya ke bagian umum. Karena semua mereka yang urus. Ok Deal!”

“Maaf Pak. Saya nggak mau minta uang ke bagian umum. Langsung aja besok saya minta ke Bapak. Atau transfer juga boleh,” pinta Amara.

“Ok! Begitu juga boleh!” jawab Adrian.

“Baiklah, selamat malam,” tutup Amara.

Namun, ketika Amara akan menutup panggilan telepon, terdengar Adrian memanggilnya.

“Amara! Tunggu!” pinta Adrian, keras.

“Ya Pak! Ada mau pesan makanan lagi?”

“Nggak! Cuma saya mau tanya. Apa papa kamu ada tanya sesuatu tentang saya?” tanyanya ragu.

“Nggak ada! Papa, tadi tanya tentang masalah kerjaan saya. Lagian untuk apa juga, papa saya tanya tentang Bapak? Kenapa Bapak tanya hal itu?”

“Iya juga, berarti saya salah pertanyaan. Baiklah selamat malam,” tutup Adrian tertawa kecil.

Amara yang mendapat pesanan makanan dari sang bos langsung keluar kamar dan mencari Tati di kamarnya.

“Tati! Belum tidur kan?” tanya Amara masuk ke kamar pembantunya.

“Iya belum. Apa Nona lapar lagi? Mau saya buatkan makanan?” tanya Tati beranjak dari tempat tidurnya.

“Sini ke dapur! Bantu kupas-kupas bumbu. Aku sekarang mau buat semur ayam sama tahu. Besok tinggal dihangatkan. Biar cepat. Ada kan, stok daging sama tahu dan kentang?”

Amara bertanya sembari berjalan menuju dapur dalam posisi di depan Tati.

“Masih Non. Buat bawa ransum besok pagi?” tanya Tati.

“Iya! Sekarang kamu keluarkan dua tempat makan. Kalau ada, yang sama motifnya!” perintah Amara?”

“Non Mara mau bawa dua tempat makan? Bukannya, tiap pagi Nona hanya sarapan roti aja?” tanya Tati saat berada di dapur dan mencari dua tempat makan yang diminta sang Nona.

“Cerewet amat sih! Kepo aja. Biasakan dikit bicara dan jangan banyak tanya! Paham?” ucap Amara kesal.

“Bukan begitu Non. Sebenarnya saya mau cerita tentang kedatangan tamu yang tadi siang ke rumah ini. Sebenarnya yang saya dengar, mereka itu...”

“Nggak mau dengar! Aku nggak mau tau juga!” ujar Amara mendelik. “Cepat! Kupas kentangnya. Aku mau istirahat!” tegur Amara memotong ucapan Tati.

Tati yang mendengar perihal perjodohan saat menyiapkan makanan dan minuman mengurungkan niatnya untuk memberitahu Amara.

Di malam itu, Amara langsung membuat semur daging dicampur tahu dan kentang.  Sementara itu, di tempat berbeda Adrian justru masih tersenyum-senyum sendiri di kamarnya usai menghubungi Amara.

“Pasti Amara malu, cerita tentang perjodohan yang diminta sama papanya. Cewek itu kan, gengsinya gede banget. Tapi, kalau dia tahu, pastinya tadi Amara akan tanya ke aku. Soalnya dia itu orangnya ceplas-ceplos. Sialan! Tadi aja aku ditanya,” Adrian bermonolog.

‘Apa sebaiknya aku terima aja perjodohan yang udah diatur mami? Biar aku bisa move on dari Tania. Tapi, kalau ternyata Amara menolak gimana? Aduh! Nggak usah deh! Bikin malu aja. Dia pikir aku nggak laku,’ bisiknya dalam kegalauan hati.

Dengan memandang langit-langit di kamarnya, pikiran Adrian menerawang jauh memikirkan mantan kekasihnya yang tidak disetujui oleh Ernawati usai sang mami melihat Tania bersama seorang lelaki di sebuah hotel saat ke Surabaya.

Teringat bagaimana Ernawati mengirimkan foto Tania bersama seorang lelaki paruh baya dengan perut buncit. Adrian yang terbakar cemburu mengirimkan foto tersebut dan memutuskan jalinan cinta yang telah berjalan selama tiga tahun hanya lewat pesan singkat.

Sejak itu, Adrian menolak untuk menemui Tania dan menghapus hubungan pertemanan dari sosial media dan selalu membakar surat yang dikirim Tania tanpa ingin tahu penjelasan dari artis muda tersebut. Namun, setelah satu tahun kemudian, Tania akhirnya menyerah untuk mencari Adrian.

Mengenang hal yang telah berlalu timbul rasa penyesalan Adrian usai melihat bentuk alis Amara yang nyaris sama seperti Tania. Hingga membuat ia teringat kembali pada Tania dan lelaki tampan yang kini sedang merebahkan diri bermonolog pada dirinya.

“Kenapa waktu itu aku nggak mau tahu penjelasan dari Tania? Bisa saja mami salah paham. Ah! Sekarang aku merindukannya di saat dia udah punya penggantiku. Apa aku pacari Amara? Biar hatiku nggak terlalu sakit lihat Tania udah move on.”

Malam itu, Adrian dengan pikiran mengembara membanding-bandingkan Amara dan Tania. Sepertinya lelaki tampan itu, punya rencana pada diri Amara. Padahal, ia menolak perjodohan dari kedua orang tuanya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Sekretaris Rasa Istri   THE END - BAHAGIA

    “Amara, aku nggak tahu harus mulai dari mana,” suara Dhendy di ujung telepon terdengar berat, seperti menahan beban yang sudah lama dipikulnya. “Aku cuma ingin kamu tahu, aku nggak pernah berniat menyakitimu.”Amara duduk di sofa kecil di apartemennya, menatap jendela yang memperlihatkan langit Jakarta yang kelabu sore itu. Telepon genggamnya terasa dingin di tangan. Setelah pertemuan emosional dengan Rani di rumah sakit kemarin, Amara merasa jiwanya seperti terbelah. Rani, sahabatnya sejak SMA, telah mengaku menipu Dhendy lima tahun lalu, membuat Dhendy percaya bahwa anak yang dikandung Rani adalah darah dagingnya. Kini, Rani terbaring lemah di rumah sakit, melawan penyakit yang perlahan merenggut nyawanya. Amara menarik napas dalam-dalam sebelum menjawab.“Dhend, aku juga nggak tahu harus bilang apa. Rani ceritain semuanya ke aku. Soal kebohongannya, soal anak itu… Aku cuma perlu tahu, kamu sekarang di posisi apa?”Di ujung sana, Dhendy terdiam sejenak. Amara bisa mendengar suara na

  • Sekretaris Rasa Istri   Pengakuan & Pengampunan

    “Amara, tolong… dengar aku dulu,” suara Rani lemah, nyaris tersendat, dari balik selimut rumah sakit yang menutupi tubuhnya yang kurus. Ruangan berbau antiseptik, hanya ada suara monitor jantung yang berdetak pelan di samping ranjang.Amara berdiri kaku di dekat pintu kamar rawat inap. Tas kerjanya masih digenggam erat, seolah menjadi tameng dari gelombang emosi yang tiba-tiba menerpanya. Ia baru saja pulang dari kantor, masih mengenakan blazer navy dan rok pensil yang rapi, ketika mendapat pesan dari Lily bahwa Rani ingin bertemu. Amara hampir menolak, tapi ada sesuatu dalam nada Lily yang membuatnya datang ke rumah sakit ini.“Dengar apa lagi, Rani? Setelah semua yang kamu lakukan?” Amara menatap wajah pucat Rani, yang dulu begitu cantik dan penuh pesona. Kini, wajah itu hanya menunjukkan kelelahan dan penyesalan. “Lima tahun lalu, kamu menghancurkan hidupku. Apa lagi yang mau kamu katakan?”Rani menarik napas dalam-dalam, matanya berkaca-kaca. “Aku tahu aku salah. Aku nggak minta k

  • Sekretaris Rasa Istri   Perpisahan dan Rahasia

    “Amara, kamu yakin mau resign? Adrian nggak akan senang dengar ini,” kata Lily, memandang Amara dengan alis terangkat, sambil menyandarkan tubuhnya di meja resepsionis kantor. Ruang lobi perusahaan yang megah dengan lantai marmer dan dinding kaca itu terasa lebih dingin dari biasanya, mungkin karena suasana hati Amara yang sedang kacau.Amara menarik napas dalam, menatap map berisi surat pengunduran dirinya. “Aku nggak punya pilihan, Lil. Lima tahun di sini, aku cuma jadi bayang-bayang Adrian. Aku capek.” Suaranya pelan, tapi tegas.Lily mengangguk kecil, tapi matanya menyiratkan ada sesuatu yang ingin dia katakan. Sebelum Amara berbalik menuju ruang rapat untuk mengumumkan keputusannya, Lily memegang lengannya. “Tunggu, Mar. Ada sesuatu yang harus kamu tahu… soal Rani.”Amara membeku. Nama Rani, sahabat yang dulu begitu dekat, kini terasa seperti luka yang baru disobek lagi. “Rani? Apa lagi? Aku nggak mau dengar apa-apa tentang dia, Lil. Dia sudah menghianatiku dengan Dhendy, dan sek

  • Sekretaris Rasa Istri   Keputusan Amara

    “Apa maksudmu, Mara? Kamu mau batalkan pernikahan sama Adrian?” Suara Sukoco parau, hampir tak terdengar, dari ranjang sederhana di kamarnya. Ia berbaring dengan tubuh lemah, satu sisi wajahnya sedikit merosot akibat stroke yang menyerangnya setahun lalu. Matanya yang redup menatap Amara, penuh kebingungan dan kekhawatiran.Amara duduk di sisi ranjang, memegang tangan ayahnya yang kurus. Ruangan kecil di rumah sederhana mereka di pinggiran Jakarta terasa pengap, meski jendela terbuka lebar. Bau obat-obatan dan minyak kayu putih samar-samar tercium. Amara menarik napas dalam, berusaha menahan emosi yang bergolak di dadanya. “Iya, Yah. Aku nggak bisa lanjut. Adrian… dia nggak jujur sama aku.”Sukoco menggeleng pelan, gerakannya tersendat. “Mara, kamu tahu Adrian anak baik. Erna dan Atmaja sudah anggap kamu seperti anak sendiri. Apa sih yang sebenarnya terjadi? Ceritain sama Ayah.”Amara menunduk, jari-jarinya meremas lembut tangan ayahnya. Ia teringat malam sebelumnya, ketika Lily, tema

  • Sekretaris Rasa Istri   Putus Diujung Pertunangan

    Sejak Amara mengetahui masa lalu dan kebiasaan yang dilakukan oleh Adrian bersama mantannya, membuat insting Amara curiga ada Adrian yang dipikirnya tidak akan mudah melepaskan Tania. Terlebih Tania sedang hamil dan berada dalam tahanan. Sampai akhirnya Amara menemukan bukti atas kedekatan Adrian kembali dengan Tania.“Adrian, apa maksud semua ini?!” Amara berdiri di depan meja besar Adrian di ruang direktur, tangannya gemetar memegang selembar dokumen. Matanya merah, menahan air mata yang siap tumpah. “Kamu benar-benar menarik laporan polisi terhadap Tania? Setelah semua yang dia lakukan padaku? Pada kita?”Adrian, yang duduk di kursi kulitnya, menghela napas panjang. Ia mengusap wajahnya, tampak lelah. “Amara, dengar dulu. Aku tidak punya pilihan. Tania sedang hamil, keluarganya dalam masalah besar. Aku cuma ingin membantu.”“Bantu?!” Amara membanting dokumen itu ke meja. “Kamu memberi mereka apartemen, Adrian! Apartemen yang seharusnya jadi milik kita setelah menikah! Dan sekarang

  • Sekretaris Rasa Istri   Masa Lalu Adrian

    Selama satu bulan sejak Adrian memberikan kekuasaan pada Amara atas keuangannya, membuat beberapa staf di kantor membicarakannya. Terlebih pada hari ini.“Selamat pagi, Pak!” ucap Melinda seorang personalia di perusahaan tersebut.“Pagi! Silakan duduk!” jawab Adrian.Melinda duduk di hadapan Adrian dan mulai berbicara. “Pak, hari ini saya ada rencana menggalang dana untuk anak dari Ibu Asih bagian operasional.”“Oh, yang kemarin kecelakaan itu? Akhirnya bagaimana dengan kondisi anak itu?” tanyanya.“Menyedihkan Pak, satu kakinya di amputasi. Jadi, saya mau minta persetujuan dan tanda tangan Bapak untuk minta sumbangan dari karyawan di sini,” ujar Melinda.Adrian mengambil kertas yang harus di tanda tangani dan menyerahkan kepada Melinda. Kemudian, Melinda memberanikan diri untuk meminta sumbangan pada sang bos.“Maaf Pak. Uhm, apa Bapak mau ikut menyumbang juga?”“Oh! Ya! Tunggu, aku hubungi Amara,” jawab Adrian.Sesaat kemudian, Adrian menghubungi Amara lewat ponselnya. “Sayang, aku

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status