Share

Bab. 4

Penulis: yanticeudah
last update Terakhir Diperbarui: 2023-07-06 22:01:14

Memang CEOnya seperti apa sih? Sepertinya mereka terlalu mempermasalahkan tentang siapa sekretarisnya. Ah sudahlah, yang penting tanda tangan kontrak dulu.

Aku segera bergegas menuju lantai dua ruang HRD, dengan menggunakan lift.

Hari ini penampilanku lumayan rapi, rok hitam, baju blouse panjang berwarna soft purple dan jilbab lebar bermotif berwarna senada, tak lupa sepatu kets putih kesayangan walaupun sudah lusuh tapi nyaman dipakai.

Aku langsung bertemu dengan Manager HRD yang mewakili perusahaan untuk menandatangani kontrak kerja, usianya sekitar 35 tahunan.

“Halo nama saya Lukman, saya yang mewakili perusahaan untuk penanda tanganan kontrak kerja Anda,” ucapnya sembari mengulurkan tangan untuk bersalaman.

“Saya Annisa Pak.” Kutangkupkan tangan di dada, tanpa menyambut uluran tangan Pak Lukman. Ia tampak kikuk dan terpaku beberapa saat.

“Boleh saya duduk Pak?” aku mencoba mencairkan suasana agar Pak Lukman merasa santai karena telah menolaknya bersalaman.

“Oh ya ya Silahkan Mbak Annisa duduk dulu.” Pak Lukman mempersilahkan aku untuk duduk.

“Ini kontrak untuk jabatan sekretaris, Mbak bisa baca dan pelajari dulu isi kontrak nya,” Ia melanjutkan dan menyerahkan kertas berisi kontrak kerja kepadaku.

Kubaca isi kontrak dan mempelajarinya, tidak ada yang aneh, semua isi kontrak sesuai dengan tugas-tugas sebagai sekretaris.

Semoga saja bos nya baik dan tidak menyuruhku melakukan hal yang aneh-aneh saja.

Jika bosku tidak menghargaiku sebagai wanita muslimah, aku akan segera resign walaupun gaji yang diberikan perusahaan ini sangat besar, itu prinsipku.

“Emm, sepertinya saya setuju dengan isi kontrak dan gajinya, Pak Lukman.”

“Baiklah, Mbak bisa tanda tangan disini,” ucapnya sambil mengarahkan untuk tanda tangan di bagian yang bertuliskan namaku.

Bismillah ... aku segera menandatangani kontrak itu dan berharap bekerja secepatnya.

“Mbak Annisa, mulai besok Mbak sudah mulai bekerja, ini ID card Mbak wajib dipakai selama bekerja dan berada di lingkungan kantor, ruangan sekretaris ada di lantai empat letaknya di depan ruangan atasan kita, ada pertanyaan Mbak?" tanya Pak Lukman.

“Untuk saat ini tidak ada Pak,”sahutku.

“Oke! Penandatanganan kontrak kita sudah selesai, selamat bergabung di perusahaan kami, Mbak Annisa.”

“Terimakasih Pak Lukman.” Pak Lukman cepat-cepat menangkupkan tangannya di dada, sebelum sempat aku melakukannya beliau telah lebih dulu menangkupkan tangannya, mungkin dia sudah paham pikirku sambil tertawa di dalam hati.

“Saya permisi dulu, pak.”

“Oh ya,ya, silahkan, Mbak.”

Alhamdulillah proses penandatangan kontraknya selesai, besok aku sudah menjadi karyawan di kantor ini tepatnya sekretaris, sekretaris jilbaber.

***

Hari ini, hari pertama bekerja aku tak mau membuat kesalahan karena terlambat di hari ini.

Sebelum shubuh aku sudah bangun, seperti biasa membaca Alma’surat dan menghadiahkan Surah yasin untuk ayah, sedangkan ibu sudah bangun dari tadi.

“Cah ayu, cepet banget bangunnya, ndang sarapan dulu sebelum ke kantor biar gak kelaparan.”

“Iya Bu, kita sarapan bareng yuk, Bu.”

“Udah kamu duluan aja, sebentar lagi ibu sarapan, belum laper.”

“Jangan telat sarapan lho Bu, nanti lambungnya kumat.”

“Iya, iya, Ibu kan di rumah aja, kamu tu yang mau berangkat kerja sarapan dulu, oh iya, Nis perlu Ibu siapkan bekal makan siang gak?”

“Gak usah Bu, nanti makan di kantin kantor aja, ya sudah Nisa sarapan duluan, Bu,”Ibu hanya mengangguk.

Setelah selesai sarapan, kusambar tas ransel dan sepatu kets dan langsung kukenakan.

“Ibu, Nisa berangkat dulu ya.”sembari menyalami ibu untuk berpamitan.

“Eh eh ... Nisa pagi amat yak, mau nitip kue lagi ya?” sapa Bu Romlah, aduh lagi buru-buru, Bu Romlah yang entah darimana datangnya pagi-pagi udah kepo aja.

“Oh ada Bu Romlah to, bukan Bu, saya mau berangkat bekerja.”

“Halahhh ... gaya lu Nis, palingan kerja di pabrik,” Bu Romlah tertawa mengejek.

Ibu masih berdiri di beranda, ibu memberi isyarat mata agar aku segera berangkat.

Dari pada meladeni Bu Romlah, lebih baik aku segera berangkat bekerja, nanti bisa panjang kali lebar gak akan selesai-selesai.

“Nisa pamit Bu, Assalamualaikum, mari, Bu Romlah.”

“Waalaikumsalam, hati-hati, Nis!” seru ibu.

Bismillah segera kupacu motor menuju kantor, langsung kupakirkan motor di tempat parkir karyawan, di sampingnya ada parkiran khusus untuk CEO kantor ini yang sudah terisi, ternyata cepat juga pak bos datang, padahal ini kan belum waktunya jam masuk.

Emm pantas saja kalau pagi-pagi karyawan disini seperti tergesa-gesa diburu waktu, pak bos nya kelewat disiplin, apa dia tidur di kantor ya? atau shalat shubuh di sini?

Aku segera masuk ke kantor, kantor belum terlalu ramai, kukenakan ID card, Wellcome Annisa Nur Cahya di dunia kerja barumu.

Sang resepsionis cantik sudah datang dan duduk manis di mejanya. Semoga saja dia tak melihat, aku langsung menuju lantai empat dimana ruang sekretaris berada.

Terlihat ada meja kerja disana, sebuah laptop berada di atasnya, pesawat telepon berada di sisi kanan dan ada lemari berisi file dan arsip di belakang meja itu.

Oh sepertinya pintu yang tertutup inilah ruang kerja pak bos, Ya, benar di papan nama ruangan bertuliskan “CEO OFFICE”. Tapi terlihat sangat sepi kemana dia? tidak mungkin juga langsung ke dalam sebelum dia memanggilku, lebih baik aku duduk saja disini, jika dia memanggil aku akan segera masuk dan memperkenalkan diri sebagai sekretaris barunya.

“Pagi, Mbak Annisa," tiba-tiba Pak Lukman menghampiri bersama wanita cantik yang masih muda.

“Pagi, Pak Lukman.”

“Bagaimana hari ini, Mbak sudah siap bekerja?” tanya Pak Lukman

“Insyaallah saya siap, Pak”jawabku yakin.

“Sebelum itu, Mbak, kami perkenalkan dulu kepada karyawan yang lain, nanti akan di antar oleh Mbak Andina”.

“Baik, Pak.”

Aku memperkenalkan diri kepada Andina dan menjabat tangannya. Pak Lukman terlihat bingung ketika aku menjabat tangan Andina, mungkin dia berpikir kenapa aku tak mau menjabat tangan Pak Lukman, biarkan saja dia kebingungan.

Kemudian aku diantar ke ruangan karyawan oleh Andina, ia memperkenalkanku sebagai sekertaris baru di kantor ini. Berbagai reaksi ku terima, ada yang berbisik-bisik, ada yang melongo memperhatikan penampilanku dari atas ke bawah, ada yang tersenyum, ada yang memandang tak suka dan ada juga yang tersenyum seperti meremehkan.

Terserah presepsi mereka tentangku, yang penting aku tak mengganggu orang lain. Setelah selesai aku Kembali ke ruangan, sampai waktunya pulang tak ada panggilan dari ruang CEO yang menurutku sangat aneh, tapi Pak Lukman masuk ke ruangan itu dan cukup lama berada di sana, aku menyimpulkan bahwa sang CEO ada di dalam.

Kulirik jam tanganku, jam sudah menunjukkan waktunya pulang sebaiknya aku pulang saja.

***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (4)
goodnovel comment avatar
abdullah nasir
bagus jalan ceritanya
goodnovel comment avatar
Hansiana Siregar
jawabannya seperti anak hafidz Indonesia RCTI, insyaallah siap......sukses, mg yg seperti ini banyak adanya di dunia nyata.....
goodnovel comment avatar
Darma Azis
semangat ya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Sekretarisku Jilbaber    Bab 214

    Esok harinya kami mengadakan resepsi di sebuah gedung, resepsi hanya dilakukan sekali saja, aku tak terlalu suka yang ribet-ribet jadinya cukup satu kali undangannya dari kedua belah pihak. Pihak Zahra mengatakan tak mampu membuat acara di rumahnya lagian membuang-buang uang saja, jadi kamu memutuskan melakukan satu kali acara. Resepsi digelar meriah banyak sanak keluarga yang hadir, termasuk ibu Rania yang kemarin sudah berada di rumahku. Ia begitu bahagia melihat aku bersanding dengan Zahra, begitu juga Ayah dan Ibu ada keharuan di wajah mereka, melepas anak semata wayang mereka. Saat sedang berdiri di pelaminan, Dirga membisikkan sesuatu ke telingaku. "Ka, kamu tahu, kemarin polisi berhasil menangkap Clarissa, dalang yang menular kita dulu," bisiknya. "Oh ya?" Dirga mengangguk. "Dia pulang ke Indonesia, entah dari mana informasi yang polisi dapatkan, akhirnya dia tertangkap juga," ucap Dirga. "Alhamdulillah, biarkan dia mendapatkan hukuman atas apa yang dia lakukan,"

  • Sekretarisku Jilbaber    Bab 213

    Kabar hubunganku dengan Zahra tersebar ke seluruh kantor, mereka tak menyangka akhirnya aku dan Zahra bisa berjodoh, mereka langsung mencari tahu pada Dirga dan juga Zahra. Tak butuh waktu lama akhirnya Zahra menerima perjodohan ini dan aku akan melamar Zahra dalam waktu dekat ini.Bisik-bisik di kantor pun mulai terdengar, mereka tak menyangka jika akhirnya aku memilih Zahra yang sederhana. Tak sengaja aku mendengar percakapan karyawanku yang sedang berdiri di dekat depan kantorku."Aku nggak nyangka lho, kok bisa Pak Raka jatuh cinta sama Zahra yang hidupnya sederhana dan juga gayanya biasa saja." Terdengar suara seorang karyawan perempuan yang sepertinya kurang suka dengan aku memilih Zahra."Iya, aku juga heran, masak CEO seleranya cuma begitu, nggak berkelas banget nggak sih." Aku geram dan juga ingin marah dan melabrak mereka tapi saat aku hendak melangkah menghampiri mereka. "Kalian nggak boleh gitu, memandang orang lain dari luarnya saja, walaupun Zahra itu sederhana tapi di

  • Sekretarisku Jilbaber    Bab 212

    “Zahra?” gumamku sambil terus menatap gadis yang dari tadi menunduk kini malah melotot padaku. Matanya membeliak, seolah-olah hendak keluar dari kelopak matanya. Aku juga ikut membeliakkan mataku, tak kalah terkejutnya seperti yang Zahra rasakan. “Pak Raka?” ucap Zahra. Kulihat ibu dan yang lain menatap heran pada kami berdua, ternyata yang akan dijodohkan saling mengenal. Aku juga tak sempat bertanya pada ibu siapa nama wanita yang akan dijodohkan denganku. “Kalian saling kenal?” tanya Tante Sukma. Zahra mengangguk. Kemudian aku menjelaskan karena melihat raut wajah mereka yang bingung. “Zahra adalah karyawan aku di kantor, ia juga teman SMA-ku,” jawabku. “Berarti kalian sudah saling kenal dong,” ucap Tante Sukma. Aku mengangguk hampir bersamaan dengan Zahra. “Wah, wah, menarik ni, jadi ngapain dikenalin lagi ya kan Jeng Nisa, ternyata anaknya saling kenal, tinggal nanyak ke mereka saja, apa kalian cocok satu sama lain,” ucap Tante Sukma. “Benar Jeng, aku nggak nyangka t

  • Sekretarisku Jilbaber    Bab 211

    Malam ini aku masih tiduran di kamarku, sebenarnya malam ini aku dan ibu akan berkunjung ke rumah gadis yang akan dijodohkan oleh Ibu, gadis itu adalah anak dari temannya dari temennya ibuku, Tante Sukma. Tante Sukma adalah teman yang baru ibu temui di acara pengajian akhir-akhir ini, istilahnya teman baru. Aku benar-benar tidak bersemangat sedikit pun, menolak pun aku tak mungkin. Sore tadi Mama mengatakan padaku. Jika dia tidak percaya pada dengan pilihanku. “Tuh, contohnya si Briana kan nggak genah, malah kayak memaksakan diri untuk bersamamu, pokoknya kali ini kamu nurut sama Ibu,” ucap Ibu, sepertinya ucapan ibu tak bisa dibantah lagi. Tapi untuk mengganti bajuku saja enggan aku malah mengantuk. Tok! Tok! Pintu kamar di ketuk, itu pasti ibu, dia pasti menyuruhku ganti baju, padahal sudah dari tadi sore ibu mewanti-wantiku. Aku beranjak dari tidurku dengan malas dan membuka pintu kamarku. Wajah cantik ibu terlihat di depan pintu dengan jilbab lebarnya yang menjuntai. Ibu menili

  • Sekretarisku Jilbaber    Bab 210

    Aku berjalan keluar cafe tersebut berjalan dengan langkah gontai. Ternyata Zahra telah dijodohkan dengan orang lain. Apa aku harus menyerah begitu saja? Apa aku harus pasrah pada keadaan dan menerima Briana lagi? Aku tak lagi kembali ke kantor, karena aku tak sanggup untuk bertatap muka dengan Zahra. Ku putuskan untuk mengatakan semua ini pada ibu, ya pada ibuku. Aku segera memacu mobilku di jakanyang padat, aku ingin segera tiba di rumah dan bertemu dengan ibu. Tak beberapa lama aku bertemu dengan ibu dan ingin melepaskan semua bebanku ini. “Eh, eh, kok kusut gitu? Kenapa Nak?” Sapa Ibu dengan senyum hangatnya. Aku nafas dan menghempaskan bobot tubuhku di sofa tepat di samping Ibuku. “Ada apa ayo cerita,” ucap ibu penuh perhatian. Kemudian aku menceritakan soal Briana masa laluku yang telah kembali, ia ingin aku kembali padanya. “Maksud kamu Briana teman kuliah kamu itu?!” tanya ibu terkejut. Aku mengangguk lemah. “Udah, nggak usah. Ibu nggak akan setuju, kalau udah nggak norm

  • Sekretarisku Jilbaber    Bab 209

    "Dirga, biasa aja dong. Jangan begitu, aku kan cowok normal," ucapku dengan wajah kusut. Dirga tersenyum penuh arti padaku, membuat aku salah tingkah. "Sejak kapan kamu jatuh cinta pada Zahra?" tanya Dirga dengan tatapan tajam. "Nggak tahu, Ga. Entah sejak kapan, rasa itu tumbuh begitu saja di hatiku. Mungkin saat dia ikut wawancara di kantor ini, aku juga tak tahu," aku tergelak gugup. Dirga menatapku sambil tersenyum simpul. "Em, aku tahu saat itu. Sewaktu aku mau menyatakan cinta pada Zahra, raut wajahmu berubah, wajar tak menentu. Aku tahu sebenarnya kau sudah menaruh hati padanya, tapi kau tak mau mengakuinya." Aku tercenung sesaat, berpikir kembali perasaan yang terus kubendung selama ini. "Yah, padahal aku sudah berusaha menyembunyikan perasaan ini dan menjaga sikap agar tak seorang pun yang tahu jika aku sebenarnya menaruh hati pada Zahra." "Benar kan?" tanya Dirga. "Mungkin..." aku menjawab dengan ragu. Dirga tertawa. "Raka, Raka, kamu masih saja menyembunyikan perasaanmu,"

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status