Share

Insiden

Selena berulang kali mondar-mandir dan mendengkus di kamarnya. Sebentar lagi akan pagi dan sedikitpun ia belum bisa tidur karena memikirkan kejadian semalam. Seseorang sudah mengetahui identitasnya sekarang. Bagaimana kalau orang itu sampai membocorkannya pada ayahnya? Atau bangsawan lain?

“Argh! Kenapa sih, harus orang itu? Ck!” Selena mendaratkan pantatnya di tepi kasur. Kedua tangannya dilipat ke depan dada, mulutnya manyun cemberut. Kemudian mengembuskan napasnya kasar. “Sebaiknya malam ini aku bergerak.”

Selena mengambil sebuah kotak dari kolong nakasnya. Kemudian dibuka dengan kunci yang tersembunyi di dalam vas bunga. Diambilnya isi dalam kotak itu berupa kertas yang terlipat-lipat. Lalu dibentangkan. Selena tidak peduli jika posisinya sekarang duduk di lantai, toh itu tidak penting baginya.

“Dari pengamatanku waktu itu, pengawalnya banyak berjaga di sini. Lalu di sini dan di sini,” ucap Selena seraya melingkari dengan tinta lokasi-lokasi rumah seorang bangsawan. “Berarti aku harus masuk lewat celah di sini. Ya, aku bisa masuk dan keluar dari sana. Penjagaannya cukup lengang. Bisa kuatasi dengan bom biusku.” Selena menaikkan kedua alisnya.

“Sebaiknya kau bersiap, Tuan Rhodes.” Smirk smile tergurat di wajah Selena.  Rhodes adalah rekan Sebaste. Orang yang mengendalikan ayahnya. Tentu saja tidak akan Selena biarkan hidupnya tenang. Detik berikutnya gadis itu menguap. Namun, buru-buru ia bereskan denah itu kala mendengar pintu kamarnya diketuk.

Setelah rapi, Selena pun membukakan pintunya. Lynne pun berbalik menghadap Selena.

“Astaga! P-Putri, kenapa mata Anda ....”

Selena menguap lagi. “Ada apa, hm?” tanggapnya dengan malas.

“M-m―”

“Apa yang kau lakukan sampai matamu hitam seperti itu?” celetuk Lucas tiba-tiba muncul di belakang Lynne. “Oh, atau jangan-jang―” 

Selena langsung membungkam mulut Lucas dengan tangannya. Apa-apaan bocah di depannya ini? Apa dia mau membongkar rahasianya? Sebenarnya manusia yang paling ingin tidak ditemui Selena adalah Lucas. Pemuda angkuh di depannya ini tahu terlalu banyak. Lalu pandangannya beralih menatap Lynne. “Tolong siapkan air. Aku ingin mandi, dan ... abaikan manusia idiot ini jika berbicara sesuatu.”

Lynne merasakan ada sesuatu yang aneh, tetapi dia menyangkalnya. Barang kali memang putrinya itu punya sesuatu dengan Ksatria Lucas. Oh, jangan-jangan ... ah, tidak. Putrinya mencintai pangeran Evander. Tidak mungkin berkhianat demi seorang ksatria. Lynne pun pergi menyiapkan yang diminta Selena. 

Sementara Selena, menatap lekat manik Lucas dengan memicing. “Kalau kau bicara sembarangan, jangan harap nyawamu masih bersama badanmu.” 

Lucas memegangi tangan Selena, dan menurunkannya perlahan dari mulutnya. “Aku sudah tahu, Putri. Kau tidak perlu cemas!”

Selena menarik kasar tangannya. Batinnya terus mendumel. Semakin hari kelakuan ksatria yang mengawalnya ini jadi kurang ajar. Apakah boleh dia meminta Tristan? Pria itu jauh lebih dewasa dan lebih banyak diam. Tapi ... jika Tristan di sini, siapa yang akan menjaga ayahnya?

Selena menggeleng. Pusing sendiri memikirkan itu. 

* * *

Usai makan siang, Selena duduk di lantai. Dagunya bertumpu di tangan yang dilipat di atas meja. Pikirannya mengawang, sesekali mulutnya menguap. 

Lucas yang duduk di sofa seberang Selena hanya menatap bingung. Apakah putrinya itu tidak tidur semalaman? Apa yang sedang dipikirkannya? Atau ... dia masih kepikiran yang semalam dan takut ada yang membocorkannya?

Lucas mengembuskan napasnya. “Kalau ngantuk, sebaiknya kau tidur di kasurmu. Atau perlu kuangkat seperti menggendong pengantin?”

Selena menegakkan wajahnya. “Tidak perlu! Aku bisa sendiri,” ucapnya ketus. Selena pun beranjak dan merebahkan dirinya di atas kasur. Dia memang butuh tidur. Matanya sekarang pun terasa lengket. 

Lucas sudah menduganya. Ia pun berjalan mendekati pembaringan Selena. Menatap lamat-lamat wajah cantik yang tersohor itu. “Kenapa ayahmu harus orang itu, Selena. Seandainya bukan, mungkin akan terasa lebih mudah bagiku.”

Tunggu! Lucas mengerem dirinya sendiri. “Sejak kapan aku memikirkan putri bar-bar ini?” batinnya mendadak kesal. Selain itu, ia juga menyadari hal yang tadi pagi dilakukan. Ditatapnya tangan kanan yang memegang tangan Selena. “Kenapa aku selalu tidak bisa menahan diri jika berhadapan dengannya sih?” Lagi, suara hatinya mengalun.

Satu dengkusan pun kemudian lolos begitu saja. Lucas akhirnya beranjak dan duduk di tempatnya semula. Tak lama, Lucas juga menguap. “Sial! Sepertinya aku juga kekurangan tidur. Kalau tidur di sini, tidak apa-apa, ‘kan?”

Tak perlu menunggu izin, Lucas menyusul Selena ke alam mimpi.

* * *

Selena memastikan perlengkapan dan peralatannya kala tengah malam menjelang. Semuanya udah lengkap. Lalu memastikan penjagaan di sekitar istananya. Hingga ....

“Apa kau ingin beraksi?”

Suara itu membuat Selena terjengkang ke belakang. “Kau! Kenapa kau selalu muncul di mana-mana seperti lalat, hah?”

“Lalat?” Kening Lucas mengerut. “Apa tidak ada perumpamaan yang lebih bagus? Ngomong-ngomong aku ini tampan.”

Selena memandang illfeel Lucas. Sejak kapan manusia di depannya ini jadi begitu percaya diri?

“Terserah. Minggir, jangan halangi jalanku!” Selena sudah bangkit, membenahi jubah dan hoodie-nya. “Lagi pula, prediket pria paling tampan masih jatuh pada ayahku, juga Pangeran Evan,” jawab Selena entang.

Raut muka Lucas berubah, sulit Selena mengerti. Hingga tiba-tiba pemuda di depannya itu bersuara. “Bagaimana kalau aku ikut?” 

Selena mendelik. Ikut katanya? Apa dia salah dengar? Selena mengorek telinganya. Barangkali telinganya bermasalah.

“Kau tidak salah dengar. Tidak usah berlagak konyol seperti itu.”

“Kau ... berani-beraninya mengataiku konyol!” tuduh Selena tidak terima.

“Memang, ‘kan? Coba pikir lagi, siapa yang kemarin jatuh dari pohon? Lalu, siapa yang ident―”

Lagi, Selena membungkam mulut Lucas yang kadang lemes, kadang juga sangat menyebalkan karena bicara tak pernah disaring. Tanpa gadis itu pahami, bahwa sentuhannya itu membuat jantung Lucas nyaring menggelinding keluar dari dada.

Selena melepas bungkamannya, lalu memandang asal ke sembarang arah. “Akan lebih bagus sepertinya jika mulutmu itu dijahit!” Selena menatap Lucas lagi. “Kalau kau mau ikut, maka ikutlah. Tapi, kalau sampai kau menyusahkanku, maka kubiarkan kau ditangkap oleh pasukan keamanan!”

Lucas mengulas senyum. “Kau tidak perlu khawatir. Biar begini, aku bisa diandalkan.”

“Cih, aku tidak peduli!”

* * *

Selena berhasil menyangkutkan kail besinya di pohon ke atap bangunan megah milik Rhodes. Ya, arsitekturnya mirip bangunan bangsawan lainnya. Membentuk sudut miring yang pasti akan menyenangkan jika itu ada di arena bermain. Sayangnya ini adalah medan pertaruhan nyawa, tidak ada yang menyenangkan sama sekali. Namun, Selena akan tetap menikmatinya. 

Semesatas seperti mendukungnya beraksi malam ini. Bulan dan cahaya temaramnya tidak ada. Jadi, jika Selena tidak perlu khawatir pasal pergerakan bayangannya yang akan muncul di atas rerumputan kala terkena sinar.

“Bagus, semuanya sempurna.” Selena pun menatap Lucas. “Kau atau aku duluan yang meniti?” tanya Selena pada Lucas, dengan suara berbisik.

“Harusnya kau. Biar aku belajar.”

Selena mendecak pelan. “Baiklah. Tapi, ingat satu hal. Aku pastikan akan menyeretmu ke neraka kalau sampai membuat masalah dan membuat kita tertangkap,” ancam Selena. 

“Kau tenang saja. Aku bisa diandalkan.”

Selena berdecih. Lantas  mengambil kain yang dia bawa lalu meluncur turun. Dilanjutkan dengan naik ke atap. Jalan atap adalah yang paling aman, meski cukup sulit dan berisiko tinggi. Sesampainya di bagian aman, Selena memberi kode pada Lucas untuk meluncur.

Pria di seberangnya itu mengangguk, lantas melakukan yang serupa dengan Selena. Namun, pria itu sedikit mengalami kesulitan kala akan naik ke atap.

“Ck, sudah kuduga kalau kau merepotkan.” Selena mengulurkan tangannya, dan membantu Lucas naik.

Setelah berhasil naik, Selena perlahan memindahkan salah satu genteng atap rumah itu. Kemudian memastikan situasi di dalamnya. Sepi. Seperti dugaannya. Namun, agar aman, Selena menjatuhkan bom biusnya ke bawah. Untung wajahnya sudah memakai penutup wajah. Jadi asap itu tidak akan berpengaruh padanya.

Dirasa asapnya telah menyebar, Selena mengikatkan tali di rangka atap. Celahnya cukup untuk meloloskan diri. Sudah dipastikan ikatannya kuat, Selena pun turun terlebih dahulu. Baru Lucas menyusul.

Ruangan itu minim penerangan, tetapi masih ada beberapa pasang obor yang terpajang. 

Selena bergerak maju, Lucas ikut mengendap di belakangnya. 

Tepat ketika Selena merasakan pintu batu di depannya, Selena meraih obor yang ada di sebelah kiri. Lalu menerangi bagian pintunya yang terkunci dengan gir berpola tertentu.

“Apa kau tau pola ini?” bisik Lucas.

“Aku pernah mempelajarinya. Ini menggunakan segel empat penjuru angin. Seharusnya di putar berlawan arah jarum jam.” Selena menyerahkan obor di tangannya pada Lucas, memintanya agar tetap menerangi pintu itu. Selena mulai memutarnya sesuai yang ia ketahui, tetapi gagal.

“Sial! Apa aku salah ingat? Rubah tua itu rupanya punya pengaman ruang harta yang bagus,” umpat Selena pelan.

“Sepertinya ada beberapa bagian yang harus diputar belawanan,” tukas Lucas. “Tolong pegang, biar aku yang mencobanya.”

Selena menerima obor yang seperti bola karena terus dioper ke sana dan kemari. Lalu memperhatikan Lucas mempelajari kunci itu. “Hei, apa kau mengerti tentang perkuncian seperti ini?”

Lucas menatap Selena, bisa dilihat dari keremangan kalau pemuda itu tersenyum. “Aku hanya pernah belajar sedikit.” Kembali ia memutar gir di depannya. Ada empat macam gir. Bagian yang mengarah ke barat dan timur, diputar berlawanan arah jarum jam. Sisanya, arah selatan dan utara diputar searah.

Bunyi kunci terbuka di balik pintu bagian dalam pun terdengar. Selena memberikan jempolnya pada Lucas.

Kedua orang itu pun mengambil harta sebanyak yang mereka bisa. Baru setengah kantong mereka terisi, suara bising dari arah luar terdengar.

“Kita harus pergi,” kata Selena yang dibalasi anggukan oleh Lucas. 

Beberapa pengawal kediaman Rhodes menyergap mereka. Terjadi perlawanan sengit, baik Selena maupun Lucas sedang berusaha menuju tambang tempat mereka masuk.

“Naiklah ke tambang duluan. Jangan biarkan mereka memotongnya!” Selena menangkis serangan prajurit itu. Melukai lawan bukanlah yang diinginkannya, jadi sebisa mungkin cukup membuatnya pingsan.

“Tapi―”

“Jangan banyak tanya bodoh!” Selena sibuk menghindar agar tak ada pertumpahan darah. 

Lucas pun menurut meski hatinya sangat ingin membangkang, tetapi dia tahu, ini bukan saat yang tepat.

Begitu Lucas sampai di atas, Selena langsung meraih tali, memberi isyarat pada Lucas untuk menariknya. Namun, baru saja Selena naik, seorang pengawal menarik kakinya.

“Ahhh!” Selena merosot lagi, tetapi masih berpegangan pada tali. “Dasar sialan!” Butuh kekuatan lebih untuk menyingkirkan pengawal itu, hingga bisa terjerembab.

Sekuat tenaga, Lucas menarik talinya agar Selena bisa cepat sampai di atas. Tangannya terulur, membantu gadis itu naik ke atap.

Rupanya di bawah sana sudah ramai pengawal. Tanpa menunggu lagi, Selena melempar bom asap yang tersisa. 

Lucas pun langsung melilitkan kain di tali yang mengantarkan mereka ke atap. Lalu meraih tubuh Selena dalam dekapannya dan meluncur.

Selena sangat ingin protes, tetapi ini keadaan darurat. Tunggu sampai keadaan kondusif. Selena pasti akan menuntut balas pada Lucas!

Begitu kaki Lucas memijak batang pohon, Selena digendongnya ala bridal.

“Hei, apa yang―”

“Jangan protes dan ikuti saja.” Lucas melompat, tepat di samping kudanya. 

Lantas Selena kuda terlebih dahulu di bagian depan, Lucas duduk di belakanganya mengatur tali kekangnya.

“Hya!”

Kuda yang mereka tunggangi terus mengarah ke hutan. Namun, dari arah belakang lesatan anak panah menyerbu. Rupanya pasukan kediaman Rhodes sudah jaga-jaga.

“Ini adalah hari yang buruk,” celetuk Selena.

“Hyaa!” Lucas menambah kecepatan kudanya, semakin masuk ke dalam hutan sampai .... “Argh!”

Selena kontan menoleh ke belakang, sebuah anak panah menancap di bahu kiri Lucas. “Berpeganganlah padaku.” Selena meraih kedua tangan Lucas, melingkarkannya ke perutnya. Lalu mengambil alih tali kuda. “Hyaa!”

Kuda itu melaju sangat cepat, bahkan Lucas sampai ngeri. Namun, wangi tubuh Selena bagai aromaterapi yang mampu menenangkannya lagi.

Kuda mereka berhenti ketika sudah masuk ke bagian hutan paling gelap dan suram. “Banyak orang enggan pergi kemari karena desas-desus tak bermutu. Ayo.” Pasukan Rhodes pun sudah tidak mengejarnya lagi. Selena memelankan laju kudanya hingga berhenti. “Turunlah, kita obati dulu lukamu.”

Lucas menurut. Entahlah, melihat keberanian gadis didepannya ini membuat hatinya semakin kagum. Tidak mengira jika gadis yang menyebalkan ternyata sangat pemberani, bahkan menghadapi para pengawal.

Keduanya duduk di akar sebuah pohon yang mencuat ke permukaan tanah. 

“Apa kau selalu menghadapi bahaya seperti itu?” tanya Lucas yang menghentikan aktivitas Selena membongkar bingkisan kecil yang selalu ia bawa.

“Tidak terlalu, biasanya tidak separah ini. Pencurian malam ini adalah yang paling buruk.” Selena melanjutkan  membongkar isi pouchnya hingga menemukan sebuah obat dalam botol kaca. “Aku akan mencabut anak panahnya. Barangkali dibubuhi racun. Apa kau bisa tahan? Kalau tidak gigitlah lenganmu sendiri.”

“Hei, itu solusi macam apa?” ucap Lucas tak terima.

“Sudahlah, aku tidak ingin berdebat.” Selena langsung memutar langkah ke punggung Lucas. “Ini akan sangat menyakitkan.” Selena menariknya, Lucas menahannya dengan wajah yang mengerah dan gigi yang meringis.

Setelah berhasil, selena meletakkan anak panah itu ke atas tanah. Lalu beralih pada luka sobekan di punggung Lucas. Merobek pakaian yang mengganggu tempat itu, lalu mengoleskan sesuatu dan baru membubuhkan obatnya.

Lucas mendesis kala merasakan lukanya di sentuh. Namun, segera rasa sakitnya berkurang kala Selena merobek syal yang dikenakannya untuk melilit luka itu.

“Sudah. Kita bisa kembali sekarang.” Sebelum itu Selena mengubur anak panah juga kain-kain milik Lucas di akar pohon yang memiliki aroma wangi, sehingga tidak akan terendus oleh binatang pelacak.

Lucas yang memastikan lukanya pun seketika menoleh. “Ke jalan tadi? Bagaimana kalau mereka masih berjaga di sekitar sini?”

“Memang. Maka dari itu kita akan menerobos hutan yang sebelah ini.”

“Kau yakin?”

“Tidak pernah seyakin ini. Aku sudah pernah masuk sangat jauh, hanya untuk mencari jalan pintas lainnya. Dan tentu saja, aku tidak pernah kembali dengan tangan kosong.”

“Tidak kusangka kalau kau secerdas itu, Neere.”

Selena tersenyum, kemudian naik ke kuda diikuti Lucas.

“Aku tidak tahu kalau kau juga menguasai ilmu medis,” kata Lucas memecah keheningan.

“Aku terlalu bosan belajar bersosialisasi. Padahal aku tidak tertarik menjadi penguasa. Jadi, aku lebih suka belajar ilmu yang berguna, terlebih untuk diriku sendiri,” terang Selena.

“Jika kau tidak mau jadi penguasa, kehidupan seperti apa yang kau impikan?”

“Em ....” Selena berpikir sejenak. Kehidupan macam apa? Ya, Selena punya rancangan dunianya yang ideal. “Jauh dari politik. Aku lebih suka hidup sebagai rakyat biasa, lalu menanam bunga di halaman rumahnya. Atau menjadi penjual bunga sekalian.”

Lucas tersenyum lembut. 

“Lalu kau, kehidupan seperti apa yang kau impikan?” Selena bertanya balik. Ternyata berbincang sedikit bisa senyaman ini.

“Tidak jauh berbeda sepertimu, yang menginginkan ketenangan. Mungkin, nanti kita bisa bertetangga,” seloroh Lucas.

“Pasti akan perang setiap hari.” Selena menambah kecepatan laju kudanya.

Lucas tersenyum lembut. “Entah kenapa, perang di antara kita membuat kehidupanku jauh lebih berwarna. Jadi, kurasa meladenimu tidak akan membosankan.” 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status