Selamat membaca, semoga kalian tidak bosan ya membacanya. Dan mohon berikan komentar ataupun dukungan untuk cerita ini agar aku bisa semangat untuk melanjutkannya. Terimakasih
“Ada apa denganmu? Bukankah kau setuju untuk lebih banyak meluangkan waktu untukku setelah kita menikah?” Marcus menatap Lisa yang terlihat tengah bersiap-siap untuk pergi ke suatu tempat dengan ekspresi marah.Istrinya itu langsung bersiap-siap begitu mereka tiba di rumah sepulang dari bulan madu selama seminggu di Hawaii. Ia tidak dapat memahami bagaimana perubahan drastis pada istrinya itu bisa terjadi dan apa penyebabnya. Tidak dapat Marcus pungkiri bahwa ia benar-benar merindukan sosok Lisa kekasihnya yang lembut dan perhatian seperti di masa lalu.“Maafkan aku Marcus, tetapi pekerjaan ini benar-benar penting untukku. Kau tahu bukan jika film ini akan ditayangkan sebagai film layar lebar, dan jadwal syuting kami juga sangat padat. Aku tidak bisa menundanya lebih lama lagi.”Marcus kehilangan kata-katanya. Ia hanya dapat duduk terdiam di pinggir kasur menatap punggung Lisa yang tengah berpakaian dan berdandan untuk pergi.Hatinya terasa begitu hampa saat ini, dan sosok Anna yang p
Anna melepas tangan Marcus dari pipinya dan mengulurkan tangan mengusap pipi pria itu.“Apa kau sudah sarapan?” tanyanya dengan penuh perhatian.“Belum, apa kau sudah sarapan?”“Aku baru akan membuatnya, tunggulah sebentar,” jawab Anna sembari mengikat rambutnya dengan asal dan beranjak kembali ke dapur sementara Marcus mengikutinya lalu duduk di bangku dekat meja bar.“Sepertinya, ini pertama kalinya ada wanita yang memasak untukku selain ibu dan juga pengasuhku,” ujar Marcus dengan jujur sembari memperhatikan Anna dengan intens.Anna melanjutkan kegiatan sebelumnya memilih bahan-bahan makanan lalu mencuci beberapa sayuran dan ikan salmon sembari merespon ucapan Marcus.“Kenapa begitu? Apa istrimu tidak pernah memasak untukmu?” tanyanya penasaran.Tangannya dengan ahli memotongi sayuran dan membuat saus untuk saladnya. Sementara ia mulai memanggang dua potong ikan salmon yang sudah dilumuri olive oil, garam, dan merica di atas teflon yang sudah dipanasi.“Lisa benci memasak. Katanya
Selesai mandi, Anna memakai kaos putih jumbo dan celana hotpants berwarna abu-abu ketika keluar dari kamar mandi dan mencari keberadaan Marcus di kamarnya. Ia menemukan pria tampan itu tengah berbaring dengan mata terpejam di kasur. Perlahan ia mendekati Marcus dan duduk di pinggir kasur untuk memperhatikan wajah kekasihnya itu. “Apa kau tidur?” tanyanya pelan sembari mengulurkan tangan memberikan elusan lembut di pipi pria itu. Dahi Marcus mengernyit ketika merasakan tangan dingin Anna menyentuh pipinya. Matanya terbuka perlahan menatap gadis itu dan memegang tangannya. Terkejut akan mata Marcus yang tiba-tiba terbuka, Anna refleks hendak menarik tangannya, namun tidak jadi begitu melihat tatapan lembut pria itu. “Kau tidak tidur?” tanyanya terkejut. “Hmm..aku baru mencoba untuk tidur,” jawab Marcus sembari menarik tangan Anna dan mengecupinya dengan lembut. “Kemarilah, temani aku berbaring,” pintanya dengan nada lembut. “Tapi aku tidak mengantuk,” balas Anna namun berbanding
Pagi yang sama di tempat lain, terlihat Rosy dengan apron pink bermotif kelinci dan spatula di tangan kanannya ketika membuka pintu setelah bel apartemennya berdering. Matanya mengerjap terkejut beberapa kali menatap sosok pria bermata biru itu dengan tak percaya. “Kenapa kau di sini?” tanyanya dengan bingung. Ernest—pria itu—hanya tersenyum tanpa dosa menatap Rosy. Matanya menelusuri kostum pagi gadis itu dengan ekspresi gelinya, ia tidak menduga akan melihat penampilan lucu gadis itu pagi ini. “Kau sedang memasak?” tanyanya balik mengabaikan pertanyaan Rosy sebelumnya. “Ah, iya,” tersadar akan penampilannya, pipi Rosy sedikit bersemu merah lantaran malu kepergok tengah memakai kostum kebanggaannya ketika memasak oleh Ernest. “Kau belum menjawab pertanyaanku, kenapa kau di sini?” Tanya Rosy kembali mencoba mengalihkan pembicaraan Ernest. Ia menatap pria itu dengan ekspresi anehnya. Ernest sedikit mendorong tubuh Rosy agar memberikannya ruang untuk masuk melewati pintu ketika men
Sejujurnya ia tidak ingin melihat wajah Ernest saat ini.Itu benar-benar membuatnya sakit memikirkan Ernest masih memiliki perasaan khusus terhadap Lisa.‘Sial, kenapa aku seperti ini? Bukankah kami sepakat jika ini hanya hubungan saling menguntungkan? Aku tidak boleh menaruh harapan lebih pada pria itu!’ batin Rosy dengan gusar.Ernest hanya diam memperhatikan tingkah Rosy yang sedikit aneh. Ia lalu beranjak bangun menghampiri Rosy dan menaruh gelas kopinya yang sudah kosong ke dalam wastafel tempat Rosy tengah mencuci piring.“Apa kau tidak merindukanku?” bisiknya sembari melingkarkan tangan di pinggang ramping gadis itu dan memeluknya erat dengan menopang dagu di bahunya.Tubuh Rosy menegang karena tidak menduga bahwa Ernest akan memeluknya dari belakang. Ia berusaha menormalkan debaran jantungnya dan ekspresinya yang sedikit kewalahan akan sikap Ernest yang tiba-tiba.“Hm...tidak juga,” jawabnya dengan tenang. “Kenapa? Apa kau merindukanku? Atau merindukan tubuhku?” tanyanya balik
Sore harinya ketika Anna memasuki kantor ia mendapatkan surat dari keluarganya. Itu adalah surat undangan acara ulang tahun kepala keluarga Walkins, yang tak lain adalah ayahnya.Sejujurnya, Anna tidak mengharapkan diundang untuk datang ke acara itu mengingat hubungannya tidak begitu baik dengan Ayah dan juga kedua kakak laki-lakinya. Meskipun ia menjadi putri bungsu di keluarga itu, keluarganya tidak pernah memanjakan ataupun memberikan perhatian yang cukup padanya.Hal ini dikarenakan Ayahnya tidak begitu menyukai anak perempuan. Kedua kakaknya juga membencinya karena ibunya meninggal setelah melahirkannya. Mereka menganggap bahwa kehadiran Anna menjadi penyebab kematian ibu mereka.Tidak ada kenangan baik yang Anna dapatkan jika mengingat keluarganya, karena itulah Anna tidak pernah mulus dalam menjalin hubungan dengan pria. Ia tidak pernah bisa mempercayai para pria sepenuhnya.Anna menghela napas ketika membaca satu kalimat yang ditandai dengan huruf tebal berwarna hitam yang men
Seminggu pun berlalu begitu saja. Anna memandang nanar pada undangan pesta berwarna putih dengan taburan tulisan berwarna emas itu. Ia benar-benar gusar karena tidak menemukan pendamping pestanya. Ia tidak siap untuk menjadi bulan-bulanan keluarga besarnya lagi. Bahkan ia tidak sanggup memikirkan tatapan menghina dari kedua kakak laki-lakinya jika ia datang seorang diri. Acara itu akan berlangsung malam ini di Mansion keluarga Walkins. Tempat Anna tumbuh hingga dewasa dan pada akhirnya keluar setelah menyelesaikan pendidikannya dan membangun perusahaannya sendiri. “Anna?” Suara berat seorang pria membuyarkan lamunan Anna yang tengah duduk seorang diri di sebuah restoran yang ada di tengah kota Boston. Ia sudah duduk di sudut ruangan selama satu jam lebih dan hanya meminum satu gelas wine tanpa menyentuh makanannya. Pemandangan itu tentunya menarik banyak perhatian para pengunjung yang terpesona oleh keindahan wanita itu. Jangan lupakan jika Anna merupakan salah satu wanita tercant
Terdapat deretan antrian mobil mahal menuju jalan masuk sebuah mansion besar dan mewah berwarna putih. Beberapa lentera kertas berwarna biru pucat dan panjang menggantung disepanjang jalan, dan saat mobil Audi hitam milik Hendry berjalan masuk ke halaman rumah seluas satu hektar itu, membuat Anna bisa melihat lentera itu ada di mana-mana memberikan kesan meriah. Beberapa patung terlihat menghiasi taman dengan air mancur berdiri di tengahnya. Berbagai kenangan masa kecilnya satu per satu berputar di dalam kepala Anna bagai sebuah film lama. Ia ingat saat usianya lima tahun, bahwa Brendon—kaka pertamanya—pernah membuang boneka kesayangannya ke dalam kolam air mancur itu. Ia begitu kecil untuk dapat menjangkau boneka itu hingga akhirnya tercebur dan menyebabkannya mengalami demam selama beberapa hari. Tak sampai di situ, saat ia berusia tiga belas tahun, Arthur—kakak keduanya—pun pernah menggantung sepatu sekolahnya yang usang di atas pohon apel yang ada di taman buah. Membuat Anna ha