LOGIN"Tante Sinar?" tanya Uty sigap. Dia bergegas bangun untuk menyambut wanita yang sudah dikenalnya sejak lama. "Ngapain, Tan? Mau bertemu Uty?"Sinar menggeleng, "Tunggu sebentar, Ty. Tante mau bicara sama Saquyna." Tatapannya hanya tertuju pada Saquyna di depannya. Saquyna menelan ludah, gugup. Entah gugup karena penjelasan Sinar yang tiba-tiba ataukah karena bertemu dengan ibu dari pria yang menjadi selingkuhannya. "Bisa bicara sebentar?" tanya Sinar to the point. "Mau minum apa, Tan? Biar Uty buatkan," tanya Uty sopan. Terlihat jelas perbedaan sambutan Uty pada Sinar dan Yolan. "Nggak perlu repot-repot, Ty. Tante hanya sebentar. Bisa minta tolong tinggalkan kami?""Tentu saja, Tante. Uty ada di meja kasir kalau tante butuh apa-apa," jawab Uty ringan. Wanita itu berjalan santai menuju meja kasir. Meskipun dia tidak mengkhawatirkan sikap Sinar yang mungkin saja sedikit kasar, tapi dia khawatir dengan reaksi Saquyna. Apakah wanita itu bisa menerima kenyataan pahit yang selama ini te
"Apa, Ma? Lara bangun?" ulang Gusti tidak percaya. Entah reaksi apa yang dia tunjukkan sekarang, yang jelas dia khawatir. Mengkhawatirkan keadaan Saquyna dan hubungan terlarang mereka. "Iya. Cepatlah! Lara, ini mama. Kamu dengar nggak?" pertanyaan itu ditujukan pada orang di seberang sana bukannya Gusti.Pria itu memutuskan panggilannya dan merenung. Banyak yang harus dia pikirkan. Setelah beberapa saat terdiam, Gusti akhirnya bangkit untuk menemui istrinya yang sudah lama tertidur. °°°Dallara menatap polos ke arah Gusti, lalu beralih pada Yolan yang tak henti-hentinya tersenyum sumringah. Sementara mertua kesayangan Dallara berdiri di sisi kiri, tepat di sebelah putranya yang hanya diam menatap sang istri."Untuk saat ini, Ibu Dallara belum bisa menggerakkan tubuhnya karena sudah berbulan-bulan tidak melakukan pergerakan. Jadi, nanti akan dilakukan rehabilitasi untuk mengoptimalkan pergerakan tubuhnya. Ibu Dallara tidak perlu panik jika belum bisa bicara dengan baik. Perlahan selu
"Ibu?" suara tercekat Sunan terdengar pelan. Dia tidak menyangka sang mertua akan berkunjung di saat yang tidak tepat. Sinta tidak memperdulikan panggilan Sunan. Wanita itu menatap sinis pada menantunya. "Kamu selingkuh sama Mayang? Mayang yang ibu kenal? Iya?"Saquyna jelas ingin menutupi tapi tidak salahnya jika ibunya mencuri dengar. "Tanyakan pada menantu ibu! Yang jelas aku sudah mengajukan gugatan perceraian kemarin. Aku harap ibu bisa mengerti dan nggak menuntutku untuk membatalkannya.""Bu, ini nggak seperti yang ibu pikirkan!" jelas Sunan menyela.Tanpa babibu, Sinta melayangkan pukulan pada wajah menantunya. "Selama ini ibu selalu diam agar supaya kamu dan Saquyna bisa menyelesaikan masalah dalam rumah tangga kalian sendiri. Tapi kali ini ibu nggak akan meminta anak ibu untuk memaafkan kamu. Bisa-bisanya kamu berselingkuh dengan teman istrimu? Bisa? Enak saja kamu bisa tidur nyenyak selama ini. Benar-benar nggak tahu malu! Selama pernikahan, Saquyna yang membayar hutang-hut
"Aku sudah mengajukan perceraian ke pengadilan agama, Mas. Tunggu saja sampai suratnya datang," ucap Saquyna tanpa ekspresi. Beberapa hari ini dia mencoba bersikap selayaknya istri yang tidak tahu apa-apa. Melayani suami dengan setengah hati meskipun sikap suaminya jauh lebih baik. Mendengar hal yang tidak disangka-sangka akan keluar dari mulut istrinya, Sunan mendelik. "Tiba-tiba? Kesambet apa kamu, Sa? Kita nggak ada berantem atau apa loh, kok kamu tiba-tiba mengatakan hal gila ini? Siapa yang mendorong kamu untuk punya ide menceraikanku?""Nggak ada."Singkat! Bahkan seorang Sunan pun heran mendengarnya. Bagaimana tidak? Saquyna paling bisa mendebatnya! Kalau sampai wanita itu hanya menjawab satu kata saja, pasti ada sesuatu. "Apa karena kamu udah nyaman sama pria itu?" tanya Sunan curiga. "Siapa?" jawab Saquyna meskipun dia tahu siapa yang dimaksud oleh Sunan. Pasti Gusti. "Siapa lagi kalau bukan Pak Gusti, kakak laki-laki bos kamu."Benarkan? "Kamu menyalahkan aku, Mas? Aku?
"Ada apa, Ra?" tanya Saquyna setengah terkejut. Dia tidak menyangka akan bertemu dengan teman lamanya. "Aku tahu rahasia antara suamimu dan Mbak Mayang. Bisa kita bicara sebentar?" tanya Rara dengan muka serius. Saquyna mengangguk cepat. Dia membuntuti Rara yang sedang mencari tempat strategis untuk bicara empat mata. Entah apa yang sedang dipikirkan Rara saat ini, Saquyna tidak bisa menebaknya. Sejujurnya Saquyna sangat takut mendengar kenyataan yang ada. Jika memang benar apa yang dia pikirkan terjadi, apa yang harus dia perbuat? "Apa yang kamu tahu, Ra?" tanya Saquyna. "Aku nggak sengaja melihat suamimu keluar dari toko bersama mbak Mayang. Malam-malam waktu semua orang sudah pulang. Sebenarnya aku juga nggak sengaja balik ke toko kalau bukan karena kunci kosku terjatuh di tempat parkir," jelas Rara serius. Wanita itu bahkan bersumpah benar-benar melihat mereka di malam berikutnya. "Kalau ketiga kalinya aku memang sengaja datang untuk membuktikan dugaanku dan ternyata benar. A
Mampus! Mayang menahan napas melihat Saquyna menenteng kaus kaki milik suaminya. Dia heran kenapa dia tidak melihat benda itu ada di ruangannya. "Masa sih?" tanya Mayang berpura-pura tidak mengetahui. Sejujurnya dia was-was kalau Saquyna mengetahui perselingkuhannya dengan suami temannya sendiri. "Iya. Aku yakin. Soalnya aku yang beli kaus kaki ini, May. Kok bisa ada di sini?" tanya Saquyna bingung. Dia berhak curiga bukan? Kenapa? Karena hal private milik suaminya malah ada di tempat yang tidak seharusnya. Apakah Mayang memiliki hubungan khusus dengan Sunan?Tidak! Tidak mungkin. Mayang bukan orang yang akan melakukan sesuatu yang buruk. Mayang adalah istri yang setia dan juga mencintai suaminya dengan sepenuh hati. Saquyna hanya salah mengartikan. "Pasti suamiku teledor kan? Maklum sih di rumah dia juga begitu, May," jawab Saquyna santai, seolah apa yang dia lihat bukan apa-apa. Dia kemudian memasukkan kaus kaki tersebut ke dalam tas, lalu pamit pada Mayang. "Aku ingat aku per







