Share

Selingkuhannya, Pembunuh Orang Tuanya!
Selingkuhannya, Pembunuh Orang Tuanya!
Author: Nuttyla

Bab 1

Author: Nuttyla
Aku buru-buru bergegas ke Institut Penelitian Serangga mencari suamiku untuk menyelamatkan ayah dan ibu, tetapi malah ditolak mentah-mentah di depan pintu.

Satpam langsung mengadangku, "Pak Eldo sudah pulang kerja dan nggak menerima urusan lagi, silakan kembali saja." Aku mati-matian menjelaskan bahwa ini soal nyawa, barulah satpam itu melunak dan mengizinkanku masuk.

Suamiku, Eldo, sedang duduk santai di kantor dengan kaki terangkat dan menikmati teh panas dengan tenang.

"Sayang! Cepat ikut aku! Ayah dan Ibu dalam bahaya!"

Eldo hanya mengangkat tatapan dingin dan berkata dengan nada datar, "Bisa ada masalah apa? Kamu tahu sendiri aku nggak menangani urusan setelah jam kerja."

Aku terengah-engah saking cemasnya dan terus mendesaknya, "Ayah dan Ibu disengat ratu lebah, sekarang kondisi mereka kritis!"

Tak kusangka Eldo malah mendengus dingin dan menatapku dengan mengejek. "Disengat ratu lebah, ya bawa saja ke rumah sakit! Buat apa cari aku! Lagi pula, sebentar lagi aku harus jaga orang tua Riana, nggak ada waktu urus masalah remeh di keluargamu!"

Aku benar-benar tidak sempat bertengkar karena cemburu, sehingga hanya bisa berteriak panik, "Ini soal nyawa! Saat genting begini, kamu masih sempat mengurus orang tua adik kelasmu itu?"

Mendengar teriakanku, wajah Eldo seketika menjadi suram. "Angela! Kalau mau bicara, bicara baik-baik! Jangan selalu sindir-sindir! Memangnya kenapa kalau aku bantu Riana jaga ibunya? Berhenti tunjukkan sikap galakmu itu, aku muak melihatnya!"

Waktu terus berjalan. Aku tidak peduli lagi dengan kemarahanku dan buru-buru mengeluarkan surat pemberitahuan kondisi kritis.

Siapa sangka, Eldo langsung merebutnya dan merobek-robeknya. "Sudah cukup! Mau orang tuamu mati pun, apa hubungannya denganku? Aku cuma ingin istirahat setelah pulang kerja, salahnya di mana? Kalau orang tuamu berumur pendek, siapa yang bisa disalahkan!"

Usai bicara, Eldo melihat jam di pergelangan tangannya dan mengambil jas, lalu hendak pergi dengan tergesa-gesa.

"Jangan halangi aku! Kalau sampai aku terlambat jaga orang tua Riana, aku nggak akan biarkan masalah ini begitu saja!"

Aku mencoba menghalangi, tapi Eldo malah mendorongku dengan kasar. Tatapan matanya penuh dengan rasa jijik, seolah-olah sedang melihat sampah di pinggir jalan.

Belum sempat aku berpikir lebih jauh, tiba-tiba masuk telepon dari rumah sakit. "Bu Angela! Orang tua Anda sudah kritis, segera kembali ke rumah sakit!" Begitu telepon terputus, aku segera naik mobil menuju rumah sakit.

Di dalam mobil, sopir menambah kecepatan, sementara pikiranku terasa kosong seketika.

Tadi pagi, ayah dan ibu mertuaku pergi ke gunung untuk memetik jamur liar. Mereka bilang jamur itu bergizi tinggi, bisa dimasak menjadi sup untuk menyehatkan tubuh. Ibu mertua selalu mengkhawatirkan tubuhku yang lemah dan sering kali mengusahakan berbagai cara agar aku bisa mendapat asupan gizi.

"Angela, kamu tunggu saja di rumah, ya. Udara di gunung terlalu dingin, kamu jangan ikut naik."

Namun hingga siang hari, sosok mereka berdua tak kunjung terlihat kembali. Yang datang justru sebuah telepon.

"Halo, ada dua orang tua yang disengat ratu lebah, apa Anda keluarganya? Cepat datang ke sini!" Saat aku tiba di lokasi, ayah dan ibu mertua sudah jatuh koma. Tubuh mereka penuh dengan bengkak merah, hanya samar-samar masih bisa dikenali wajahnya.

Tanganku bergetar tanpa bisa dikendalikan, tubuhku terasa dingin membeku seolah terperosok ke dalam lubang es.

"Masih bengong apa! Cepat panggil ambulans!" Tersadar oleh teriakan orang sekitar, barulah aku kembali ke realita.

Karena kejadian terjadi di lereng gunung, butuh waktu hampir setengah jam sebelum tim medis berhasil sampai. Melihat kondisi kedua mertuaku, dokter di ambulans mengerutkan dahi dengan wajah serius.

"Andai saja kita tahu jenis ratu lebah apa yang menyengat, masih ada harapan. Tapi kalau obatnya nggak tepat sasaran, terlambat sedikit saja bisa berakibat fatal!" Mendengar itu, jantungku seolah tersentak keras.

"Suamiku bekerja di Institut Penelitian Serangga, dia pasti tahu!" Aku segera meminta dokter agar membawa ayah dan ibu mertua ke rumah sakit lebih dulu, sementara aku berniat menyusul bersama Eldo.

Namun, tak pernah terbayangkan olehku bahwa Eldo tega mengabaikan orang tuanya sendiri demi merawat orang tua Riana.

Saat aku tiba di rumah sakit, dokter hanya bisa menggelengkan kepala dengan penuh penyesalan.

"Maaf sekali, Bu Angela, kami sudah berusaha semaksimal mungkin. Racun itu menyebar sangat cepat ke sistem saraf pusat. Karena tidak bisa diberi obat yang tepat, nyawa mereka sudah tak tertolong lagi. Silakan masuk untuk melihat mereka terakhir kalinya."

Menatap ayah dan ibu mertuaku yang terbaring lemah di ranjang rumah sakit, hatiku terasa pedih.

Tubuh mereka yang disengat ratu lebah, wajahnya sudah berubah dan sekujur badannya bengkak, bahkan saluran pernapasan pun tertekan hingga tak bisa bicara.

"Anak ... anakku ...."

Aku buru-buru mendekat untuk menggenggam tangan ibu mertua, lalu menundukkan telinga agar bisa mendengar suaranya yang sangat lemah. Belum sempat dia menyelesaikan kata-katanya, tangan ibu mertua terkulai lemas.

Detik berikutnya, alat monitor detak jantung mengeluarkan bunyi alarm tajam yang memekakkan.

Tak lama setelah ibu mertua pergi, ayah mertua pun mengembuskan napas terakhir. Hanya dalam satu hari, Eldo kehilangan kedua orang tuanya dan seketika menjadi seorang yang sebatang kara.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Selingkuhannya, Pembunuh Orang Tuanya!   Bab 7

    Mendengar ucapan Riana, sudut bibir Eldo bergetar tak terkendali. Ya, untuk bisa sampai ke posisi hari ini, betapa banyak penderitaan dan kerja keras yang telah dia lalui.Setiap larut malam, Eldo selalu teringat teman masa kecil yang menunjuk dirinya sambil memakinya aneh. Kini, ketika mereka tahu dirinya sudah menjadi Direktur Institut Penelitian Serangga, pujian palsu dan sanjungan penuh kepura-puraan itu cukup memuaskannya.Eldo tak sanggup membayangkan, jika dia jatuh dari posisi tinggi ini, bagaimana hinaan dan cemooh akan menghancurkannya. Trauma masa kecil kembali menutup hatinya dengan gelap.Seolah-olah melihat keraguannya, Riana pura-pura menunjukkan perhatian. "Kak Eldo, sekarang hanya aku yang bisa benar-benar merasakan apa yang kamu rasakan. Soal rasa sakit kehilangan orang tua, biarkan waktu yang menyembuhkan.""Aku akan selalu ada di sisimu. Hubungan apa yang lebih kuat daripada saling memegang rahasia masing-masing?" Riana tersenyum licik, senyuman yang membuat bulu ku

  • Selingkuhannya, Pembunuh Orang Tuanya!   Bab 6

    Seakan-akan mendengar kabar yang mengejutkan, mata Eldo tiba-tiba membelalak. Dia berlari cepat ke arah Riana, mencengkeram kuat bahunya. "Kamu bilang apa? Hari ayah dan ibuku kena musibah, kamu juga ada di TKP?"Riana terkejut sampai linglung oleh ledakan emosi Eldo yang mendadak. Aku lantas mengeluarkan ponsel dan memperlihatkan sebuah foto. "Kamu lihat sendiri."Eldo menatap foto kedua orang tuanya, air mata langsung jatuh. Namun, dia juga memperhatikan, di belakang ayah ibunya ada sosok hitam yang sekilas melintas. Itu adalah Riana!Riana buru-buru menjelaskan, "Hari itu aku cuma mendaki gunung. Aku nggak nyangka ternyata gunung yang sama dengan orang tuamu, kebetulan sekali."Namun, pertanyaan Eldo berikutnya membuat Riana benar-benar jatuh ke jurang keputusasaan. "Kamu bilang kamu yang menumbangkan sarang lebah itu?"Sadar dirinya keceplosan, Riana terbata-bata. "Ya ... tapi aku nggak sengaja, aku cuma penasaran saja."Eldo teringat hari saat Riana meminta dirinya bersaksi. "Kak

  • Selingkuhannya, Pembunuh Orang Tuanya!   Bab 5

    Seluruh ruang mayat sunyi, hanya terdengar suara napas. Setelah melihatnya, Eldo dengan tenang menurunkan kain putih itu."Ini bukan ayah dan ibuku!"Mendengar jawabannya yang begitu yakin, aku hanya merasa sedih."Eldo, buka matamu lebar-lebar dan lihat baik-baik! Wajah Ayah dan Ibu sudah rusak parah karena sengatan ratu lebah, hanya dari wajah tentu saja nggak bisa dikenali!""Jari kiri Ibu masih memakai cincin emas yang kamu kasih dan di leher Ayah masih ada liontin giok dari hadiah ulang tahunnya."Mendengar kata-kataku, Eldo yang tidak percaya kembali melihatnya sekali lagi. Jari, leher, cincin emas, liontin giok, semuanya cocok.Sesaat kemudian, Eldo ambruk dan berlutut di lantai, bersandar di atas mayat sambil menangis pilu. "Ayah, Ibu, kenapa kalian tega meninggalkan aku!"Eldo menangis tersedu-sedu. Keluarga bahagia yang utuh seketika hancur, membuatnya sama sekali tidak bisa menerima.Perawat yang sudah terbiasa menghadapi perpisahan hidup dan mati, dengan baik hati menenangk

  • Selingkuhannya, Pembunuh Orang Tuanya!   Bab 4

    Wajah Eldo berubah bengis, urat-urat di pelipisnya menonjol. Suara jeritannya yang pilu menyiratkan ketidakpercayaan.Di laporan pemeriksaan itu, jelas-jelas tertulis nama ayah dan ibu mertuaku. Di bawahnya, terlampir beberapa foto mereka setelah disengat ratu lebah.Tubuh keduanya bengkak parah, wajah mereka berubah bentuk hingga nyaris tak bisa dikenali. Bibir mereka membiru, sama sekali tak lagi menyerupai manusia.Eldo menatap foto itu dengan mata membelalak dan suaranya gemetar penuh penolakan, "Nggak mungkin .... Itu bukan ayah dan ibuku! Ayah dan ibuku nggak mungkin jadi seperti ini! Kamu pasti sudah disuap Angela, ya?! Kamu bersekongkol untuk menipuku!"Melihat Eldo yang masih bertahan dalam delusinya, aku akhirnya memutuskan untuk menghancurkan khayalannya."Orang tuamu sudah mati! Mereka meninggal tepat di hari aku datang memohon pertolongan padamu!"Eldo menggeleng dengan keras dan wajahnya penuh putus asa, "Nggak ... nggak mungkin! Bukannya yang mati itu orang tuamu? Kenapa

  • Selingkuhannya, Pembunuh Orang Tuanya!   Bab 3

    Malam itu, Eldo akhirnya pulang ke rumah.Begitu masuk dan melihat mataku yang sembap karena menangis, wajahnya yang tadinya tenang langsung berubah masam."Setiap hari pasang muka sedih begitu mau tunjukkin ke siapa? Cuma mati orang tua saja, 'kan? Lihat saja tampangmu yang setengah mati begini, bawa sial saja!"Sekilas, dia melihat kain bertuliskan huruf duka yang tersemat di lenganku. Dia langsung meraihnya dan merobeknya dengan kasar."Di rumah jangan pakai beginian, menjijikkan! Kalau memang mau berbakti, pulanglah ke rumah orang tuamu, jangan sok-sokan di depanku!" Usai bicara, dia melemparkan kain itu ke lantai lalu menginjaknya berkali-kali dengan penuh kebencian.Aku hanya memandangnya tanpa ekspresi. Seandainya Eldo tahu, kain duka itu kupakai demi menghormati orang tuanya sendiri yang sudah tiada ... entah apa reaksinya.Setelah melampiaskan amarah, Eldo kembali ke kamar tidur lalu langsung terlelap.Aku diam-diam mengambil ponsel dan menekan sebuah nomor. "Halo, ini Institu

  • Selingkuhannya, Pembunuh Orang Tuanya!   Bab 2

    Aku masih terpuruk dalam duka kehilangan ayah dan ibu mertua, lalu menelpon Eldo untuk memberi tahu kenyataan pahit itu."Sayang, Ayah dan Ibu sudah pergi .... Mereka pergi dengan sangat menyakitkan. Pulanglah, uruslah pemakaman mereka."Tak kusangka, Eldo malah menanggapi dengan nada penuh ejekan. "Mati ya mati saja, kenapa harus heboh begitu! Lagian, selalu ada orang yang mati di dunia ini setiap hari. Memangnya orang tuamu mati itu masalah besar? Konyol!"Aku baru hendak membuka mulut, ingin memberitahunya bahwa yang meninggal itu adalah orang tuanya sendiri, tapi dia langsung memotong ucapanku."Hal sepele begini saja kamu telepon aku? Kalau nggak ada urusan penting, jangan ganggu aku!"Saat itu, dari seberang telepon terdengar suara manja seorang wanita, "Eldo, itu Angela yang maksa kamu pulang ya? Nggak apa-apa kok, ada aku yang menjaga ibuku. Walaupun capek dan repot, aku masih kuat menahannya."Nada bicara Eldo pun seketika berubah penuh rasa sayang dan perhatian, "Aku temani k

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status