Share

Bab 2

Author: Nuttyla
Aku masih terpuruk dalam duka kehilangan ayah dan ibu mertua, lalu menelpon Eldo untuk memberi tahu kenyataan pahit itu.

"Sayang, Ayah dan Ibu sudah pergi .... Mereka pergi dengan sangat menyakitkan. Pulanglah, uruslah pemakaman mereka."

Tak kusangka, Eldo malah menanggapi dengan nada penuh ejekan. "Mati ya mati saja, kenapa harus heboh begitu! Lagian, selalu ada orang yang mati di dunia ini setiap hari. Memangnya orang tuamu mati itu masalah besar? Konyol!"

Aku baru hendak membuka mulut, ingin memberitahunya bahwa yang meninggal itu adalah orang tuanya sendiri, tapi dia langsung memotong ucapanku.

"Hal sepele begini saja kamu telepon aku? Kalau nggak ada urusan penting, jangan ganggu aku!"

Saat itu, dari seberang telepon terdengar suara manja seorang wanita, "Eldo, itu Angela yang maksa kamu pulang ya? Nggak apa-apa kok, ada aku yang menjaga ibuku. Walaupun capek dan repot, aku masih kuat menahannya."

Nada bicara Eldo pun seketika berubah penuh rasa sayang dan perhatian, "Aku temani kamu di sini, jangan khawatir."

Namun, dalam sekejap dia berbalik dan kembali menghardikku dengan suara bengis, "Jangan telepon aku lagi! Orang tuamu mati memangnya urusan besar? Jangan keterlaluan!" Lalu, dia menutup telepon tanpa memberi kesempatan padaku bicara.

Saat itulah aku baru benar-benar tersadar ... Eldo bahkan tidak tahu kalau yang mati adalah orang tuanya sendiri.

Selama ini, Eldo memang sangat memperhatikan adik kelasnya yang bernama Riana itu. Awalnya aku tak terlalu memedulikannya. Namun belakangan aku mendengar dari orang-orang, hubungan Eldo dan Riana sangat dekat dan bahkan terlihat mesra. Mereka sering terlihat berduaan dan hampir semua orang mengetahuinya.

Aku memang pernah sangat cemburu. Asal Eldo pulang terlambat sepuluh menit saja, aku langsung menelepon menanyakan keberadaannya karena takut ada sesuatu yang terjadi di antara mereka.

Namun setelah kejadian ini, aku justru merasa lega. Eldo ternyata benar-benar bajingan!

Di hatinya, nyawa orang tuaku bahkan tak sebanding dengan waktu yang dia habiskan bersama Riana.

Perasaanku bercampur aduk, tapi yang paling membuatku bersyukur adalah ... syukurlah yang mati bukan orang tuaku sendiri.

Setelah mengurus jenazah, dokter berbaik hati menasihatiku, "Banyak orang yang naik gunung untuk memetik jamur, tapi belum pernah ada kejadian sampai separah ini akibat sengatan ratu lebah. Benar-benar aneh dan nggak terduga."

Dari nada bicaranya, aku menangkap sesuatu yang tersembunyi. Dokter seolah-olah sedang memberi isyarat bahwa kemungkinan besar ini bukan murni kecelakaan. Ada seseorang yang sengaja membuatnya terjadi!

Menyadari hal itu, aku segera menelpon nomor asing yang tadi siang menghubungiku.

"Halo, terima kasih banyak karena sudah meneleponku tepat waktu. Itu membuatku sempat menyelamatkan ayah dan ibu mertua. Meski akhirnya mereka tetap meninggal, aku tetap berterima kasih."

"Boleh aku tahu, apakah ada hal aneh yang terjadi di gunung hari ini? Rasanya mustahil ratu lebah muncul begitu saja menyerang orang."

Orang di seberang terdengar menyesal, lalu berpikir sejenak sebelum menjawab, "Nggak ada yang berbeda dari biasanya. Pendaki yang naik juga nggak banyak, seharusnya nggak mungkin sampai mengganggu ratu lebah. Tapi ... soal ada yang aneh atau nggak, aku juga nggak bisa memastikan."

Mendengar jawaban itu, hatiku seketika mencelos. Meski aku menaruh curiga, tetap saja mustahil bagi polisi untuk membuka penyelidikan tanpa bukti yang jelas.

Mungkin orang itu merasakan suasana hatiku yang suram, sehingga dia menambahkan dengan ramah, "Hari ini aku sempat mengambil banyak foto, termasuk ada beberapa yang menampakkan orang tuamu. Kalau kamu nggak keberatan, aku kirimkan saja, setidaknya bisa menjadi kenang-kenangan."

Beberapa menit kemudian, ponselku menerima beberapa foto.

Dalam gambar, ayah dan ibu mertua terlihat begitu sehat dan bersemangat. Wajah mereka penuh senyum cerah sambil memegang jamur liar yang baru dipetik. Mereka sama sekali tak menyadari bahwa bahaya tengah mengintai dari dekat.

Ketika aku sedang larut dalam perasaan getir tentang nasib yang tak terduga ini, tiba-tiba mataku menangkap bayangan hitam yang samar di sudut kanan atas foto.

Aku menatapnya lebih saksama dan tubuhku langsung bergetar hebat.

Itu jelas-jelas Riana!

Mau dia berubah jadi abu sekalipun, aku akan tetap bisa mengenalinya hanya dengan sekali pandang!

Aku segera melapor ke polisi dan menyerahkan foto itu sebagai barang bukti.

Namun setelah memahami situasi, polisi menunjukkan raut wajah sulit, "Bukti yang Anda berikan belum cukup kuat."

"Pertama, kami nggak bisa memastikan apakah bayangan dalam foto itu benar-benar Riana. Kedua, penyebab kematian lansia tersebut mungkin saja dipicu komplikasi lain, nggak sepenuhnya terkait langsung dengan sengatan ratu lebah."

Meski begitu, intuisi dalam hatiku sangat kuat. Aku yakin sepenuhnya bahwa kejadian ini pasti ada hubungannya dengan Riana.

Aku pun segera mencari pengacara. Dengan sebuah berkas gugatan, aku menyeret Riana ke pengadilan atas tuduhan pembunuhan berencana!
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Selingkuhannya, Pembunuh Orang Tuanya!   Bab 7

    Mendengar ucapan Riana, sudut bibir Eldo bergetar tak terkendali. Ya, untuk bisa sampai ke posisi hari ini, betapa banyak penderitaan dan kerja keras yang telah dia lalui.Setiap larut malam, Eldo selalu teringat teman masa kecil yang menunjuk dirinya sambil memakinya aneh. Kini, ketika mereka tahu dirinya sudah menjadi Direktur Institut Penelitian Serangga, pujian palsu dan sanjungan penuh kepura-puraan itu cukup memuaskannya.Eldo tak sanggup membayangkan, jika dia jatuh dari posisi tinggi ini, bagaimana hinaan dan cemooh akan menghancurkannya. Trauma masa kecil kembali menutup hatinya dengan gelap.Seolah-olah melihat keraguannya, Riana pura-pura menunjukkan perhatian. "Kak Eldo, sekarang hanya aku yang bisa benar-benar merasakan apa yang kamu rasakan. Soal rasa sakit kehilangan orang tua, biarkan waktu yang menyembuhkan.""Aku akan selalu ada di sisimu. Hubungan apa yang lebih kuat daripada saling memegang rahasia masing-masing?" Riana tersenyum licik, senyuman yang membuat bulu ku

  • Selingkuhannya, Pembunuh Orang Tuanya!   Bab 6

    Seakan-akan mendengar kabar yang mengejutkan, mata Eldo tiba-tiba membelalak. Dia berlari cepat ke arah Riana, mencengkeram kuat bahunya. "Kamu bilang apa? Hari ayah dan ibuku kena musibah, kamu juga ada di TKP?"Riana terkejut sampai linglung oleh ledakan emosi Eldo yang mendadak. Aku lantas mengeluarkan ponsel dan memperlihatkan sebuah foto. "Kamu lihat sendiri."Eldo menatap foto kedua orang tuanya, air mata langsung jatuh. Namun, dia juga memperhatikan, di belakang ayah ibunya ada sosok hitam yang sekilas melintas. Itu adalah Riana!Riana buru-buru menjelaskan, "Hari itu aku cuma mendaki gunung. Aku nggak nyangka ternyata gunung yang sama dengan orang tuamu, kebetulan sekali."Namun, pertanyaan Eldo berikutnya membuat Riana benar-benar jatuh ke jurang keputusasaan. "Kamu bilang kamu yang menumbangkan sarang lebah itu?"Sadar dirinya keceplosan, Riana terbata-bata. "Ya ... tapi aku nggak sengaja, aku cuma penasaran saja."Eldo teringat hari saat Riana meminta dirinya bersaksi. "Kak

  • Selingkuhannya, Pembunuh Orang Tuanya!   Bab 5

    Seluruh ruang mayat sunyi, hanya terdengar suara napas. Setelah melihatnya, Eldo dengan tenang menurunkan kain putih itu."Ini bukan ayah dan ibuku!"Mendengar jawabannya yang begitu yakin, aku hanya merasa sedih."Eldo, buka matamu lebar-lebar dan lihat baik-baik! Wajah Ayah dan Ibu sudah rusak parah karena sengatan ratu lebah, hanya dari wajah tentu saja nggak bisa dikenali!""Jari kiri Ibu masih memakai cincin emas yang kamu kasih dan di leher Ayah masih ada liontin giok dari hadiah ulang tahunnya."Mendengar kata-kataku, Eldo yang tidak percaya kembali melihatnya sekali lagi. Jari, leher, cincin emas, liontin giok, semuanya cocok.Sesaat kemudian, Eldo ambruk dan berlutut di lantai, bersandar di atas mayat sambil menangis pilu. "Ayah, Ibu, kenapa kalian tega meninggalkan aku!"Eldo menangis tersedu-sedu. Keluarga bahagia yang utuh seketika hancur, membuatnya sama sekali tidak bisa menerima.Perawat yang sudah terbiasa menghadapi perpisahan hidup dan mati, dengan baik hati menenangk

  • Selingkuhannya, Pembunuh Orang Tuanya!   Bab 4

    Wajah Eldo berubah bengis, urat-urat di pelipisnya menonjol. Suara jeritannya yang pilu menyiratkan ketidakpercayaan.Di laporan pemeriksaan itu, jelas-jelas tertulis nama ayah dan ibu mertuaku. Di bawahnya, terlampir beberapa foto mereka setelah disengat ratu lebah.Tubuh keduanya bengkak parah, wajah mereka berubah bentuk hingga nyaris tak bisa dikenali. Bibir mereka membiru, sama sekali tak lagi menyerupai manusia.Eldo menatap foto itu dengan mata membelalak dan suaranya gemetar penuh penolakan, "Nggak mungkin .... Itu bukan ayah dan ibuku! Ayah dan ibuku nggak mungkin jadi seperti ini! Kamu pasti sudah disuap Angela, ya?! Kamu bersekongkol untuk menipuku!"Melihat Eldo yang masih bertahan dalam delusinya, aku akhirnya memutuskan untuk menghancurkan khayalannya."Orang tuamu sudah mati! Mereka meninggal tepat di hari aku datang memohon pertolongan padamu!"Eldo menggeleng dengan keras dan wajahnya penuh putus asa, "Nggak ... nggak mungkin! Bukannya yang mati itu orang tuamu? Kenapa

  • Selingkuhannya, Pembunuh Orang Tuanya!   Bab 3

    Malam itu, Eldo akhirnya pulang ke rumah.Begitu masuk dan melihat mataku yang sembap karena menangis, wajahnya yang tadinya tenang langsung berubah masam."Setiap hari pasang muka sedih begitu mau tunjukkin ke siapa? Cuma mati orang tua saja, 'kan? Lihat saja tampangmu yang setengah mati begini, bawa sial saja!"Sekilas, dia melihat kain bertuliskan huruf duka yang tersemat di lenganku. Dia langsung meraihnya dan merobeknya dengan kasar."Di rumah jangan pakai beginian, menjijikkan! Kalau memang mau berbakti, pulanglah ke rumah orang tuamu, jangan sok-sokan di depanku!" Usai bicara, dia melemparkan kain itu ke lantai lalu menginjaknya berkali-kali dengan penuh kebencian.Aku hanya memandangnya tanpa ekspresi. Seandainya Eldo tahu, kain duka itu kupakai demi menghormati orang tuanya sendiri yang sudah tiada ... entah apa reaksinya.Setelah melampiaskan amarah, Eldo kembali ke kamar tidur lalu langsung terlelap.Aku diam-diam mengambil ponsel dan menekan sebuah nomor. "Halo, ini Institu

  • Selingkuhannya, Pembunuh Orang Tuanya!   Bab 2

    Aku masih terpuruk dalam duka kehilangan ayah dan ibu mertua, lalu menelpon Eldo untuk memberi tahu kenyataan pahit itu."Sayang, Ayah dan Ibu sudah pergi .... Mereka pergi dengan sangat menyakitkan. Pulanglah, uruslah pemakaman mereka."Tak kusangka, Eldo malah menanggapi dengan nada penuh ejekan. "Mati ya mati saja, kenapa harus heboh begitu! Lagian, selalu ada orang yang mati di dunia ini setiap hari. Memangnya orang tuamu mati itu masalah besar? Konyol!"Aku baru hendak membuka mulut, ingin memberitahunya bahwa yang meninggal itu adalah orang tuanya sendiri, tapi dia langsung memotong ucapanku."Hal sepele begini saja kamu telepon aku? Kalau nggak ada urusan penting, jangan ganggu aku!"Saat itu, dari seberang telepon terdengar suara manja seorang wanita, "Eldo, itu Angela yang maksa kamu pulang ya? Nggak apa-apa kok, ada aku yang menjaga ibuku. Walaupun capek dan repot, aku masih kuat menahannya."Nada bicara Eldo pun seketika berubah penuh rasa sayang dan perhatian, "Aku temani k

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status