Share

Bab 3

Author: Nuttyla
Malam itu, Eldo akhirnya pulang ke rumah.

Begitu masuk dan melihat mataku yang sembap karena menangis, wajahnya yang tadinya tenang langsung berubah masam.

"Setiap hari pasang muka sedih begitu mau tunjukkin ke siapa? Cuma mati orang tua saja, 'kan? Lihat saja tampangmu yang setengah mati begini, bawa sial saja!"

Sekilas, dia melihat kain bertuliskan huruf duka yang tersemat di lenganku. Dia langsung meraihnya dan merobeknya dengan kasar.

"Di rumah jangan pakai beginian, menjijikkan! Kalau memang mau berbakti, pulanglah ke rumah orang tuamu, jangan sok-sokan di depanku!" Usai bicara, dia melemparkan kain itu ke lantai lalu menginjaknya berkali-kali dengan penuh kebencian.

Aku hanya memandangnya tanpa ekspresi. Seandainya Eldo tahu, kain duka itu kupakai demi menghormati orang tuanya sendiri yang sudah tiada ... entah apa reaksinya.

Setelah melampiaskan amarah, Eldo kembali ke kamar tidur lalu langsung terlelap.

Aku diam-diam mengambil ponsel dan menekan sebuah nomor. "Halo, ini Institut Penelitian Serangga? Saya punya beberapa lebah yang ingin saya minta identifikasi."

Keesokan paginya sebelum sidang dimulai, pengacara memberitahuku bahwa gugatan ini masih punya peluang untuk menang.

Duduk di kursi penggugat, aku merasa gugup sampai terus menelan ludah. Sementara di sisi lain, Riana duduk dengan tenang. Wajahnya bahkan sedikit tersenyum, seolah-olah yang didakwa bukan dirinya.

Pengacara mengajukan argumen dengan penuh keyakinan, lalu menunjukkan foto sebagai bukti kunci. Saat aku mengira segalanya akan segera berakhir, tiba-tiba pengacara Riana mengajukan permohonan menghadirkan seorang ahli.

"Pihak kami berpendapat bahwa kematian kedua lansia tersebut tidak ada hubungannya dengan sengatan lebah. Mengenai hal ini, seorang pakar serangga akan memberikan penjelasan."

Di hadapan semua orang, Eldo muncul mengenakan setelan jas mewah, sepatu kulit mengilap, dan melangkah mantap menuju kursi saksi ahli.

"Berdasarkan penelitian profesional saya, jenis ratu lebah ini sebenarnya tidak memiliki risiko mematikan."

Seketika, seluruh ruang sidang bergemuruh.

Dengan mempertimbangkan pendapat sang ahli, hakim langsung memutuskan Riana tidak bersalah.

Aku terduduk lunglai dan menatap kosong pada kedua orang yang bersorak penuh kemenangan itu. Di sisi lain, dalam benakku terus mengingat kenangan-kenangan bersama ayah dan ibu mertua yang sudah tiada.

Keluarga dari pihakku memang tidak pernah harmonis. Namun setelah menikah dengan Eldo, ayah dan ibu mertuaku malah memperlakukanku dengan begitu tulus dan penuh kasih.

Mereka sering berkata bahwa Eldo menikahiku adalah sebuah berkah bagi keluarga mereka. Mereka bahkan kerap mengajakku jalan-jalan, membelikan pakaian, dan mengajakku menikmati hidup.

Namun kini, aku dan mereka hanya bisa terpisahkan oleh maut.

Anak kandung mereka sendiri, Eldo, malah tega memalsukan pendapat profesional demi melindungi Riana dan melepaskan pembunuh kedua orang tuanya dengan tangannya sendiri!

Melihat Eldo yang begitu kehilangan hati nurani, aku benar-benar kecewa.

"Kita cerai saja. Aku memutuskan pergi ke luar negeri. Aku nggak sanggup lagi hidup dengan manusia bejat seperti kamu!"

Seolah kata-kataku terdengar sangat menusuk, Eldo seketika murka, "Memang orang tuamu yang berumur pendek, apa hubungannya sama aku? Aku sudah kerja seharian, apa salahnya kalau aku ingin istirahat sebentar saja?"

"Kamu bahkan ingin menyeret Riana ikut celaka! Karena keluargamu sendiri berantakan, kamu ingin menghancurkan orang lain. Orang seperti kamu, pantas saja kehilangan orang tua!"

Eldo benar-benar seperti iblis yang tidak berbelas kasihan. Dia menghancurkan hatiku demi melindungi adik kelas yang dia cintai.

Hanya saja, sayangnya ... yang mati itu bukan orang tuaku.

Aku terdiam dan Eldo malah semakin congkak.

"Angela, aku benar-benar nggak nyangka kamu bisa sejahat ini. Orang tuamu mati, malah mau menyeret Riana jadi tumbal. Apa kamu nggak punya hati nurani?"

"Orang sekejam kamu, pantas saja kehilangan orang tua! Bahkan Tuhan saja nggak tahan melihatmu, makanya memberimu pelajaran!"

Riana pun berpura-pura manja dengan wajah polos, "Kak Angela, kita nggak pernah punya dendam, kenapa kamu tega memperlakukan aku seperti ini?"

Melihat wajah Riana yang penuh kepura-puraan, darahku mendidih dan emosiku akhirnya meledak. "Nggak usah pura-pura! Dasar jalang berhati busuk!"

Riana jelas tidak menyangka aku akan melabraknya sekasar itu. Dia hanya bisa tertegun dan mematung di tempatnya.

"Apaan sih kamu! Cepat minta maaf sama Riana!"

Tubuh tinggi Eldo berdiri di hadapanku. Dulu dia adalah sandaran paling kokoh bagiku, tapi kini malah menjadi tembok besar yang menekan dan menyesakkan.

Tepat saat ketegangan hampir pecah, ponsel Eldo berdering. "Pak Direktur, ada laporan hasil uji laboratorium. Saya rasa lebih baik Anda lihat sendiri."

Eldo menjawab dengan nada jengkel, "Ada apa? Langsung bilang saja! Aku nggak ada waktu untuk baca!"

"Ini adalah permintaan dari istri Anda, katanya berkaitan dengan hasil analisis penyebab kematian orang tua .... Nama korban adalah ...."

Belum sempat orang di seberang menyelesaikan kalimatnya, Eldo sudah membanting telepon dengan marah. "Angela, kamu nggak tahu malu, ya! Kamu ingin menggunakan tanganku untuk menjebloskan Riana ke penjara?!"

"Kukasih tahu nih, jangan bermimpi! Selama aku masih hidup, Riana nggak akan pernah kenapa-kenapa!"

Riana langsung menempel manja di sisi Eldo dan berkata dengan suara gemetar yang dibuat-buat, "Kak Eldo, untung ada kamu, aku benar-benar takut sekali ...."

Tanganku terkepal begitu kuat hingga jemariku memutih. Amarahku sontak memenuhi dada. Aku hampir tak bisa menahan diri untuk langsung menghantam wajah mereka berdua.

Tiba-tiba, seorang bawahan menerobos masuk dengan napas terengah-engah. "Pak Direktur! Laporan ini harus Anda lihat! Ini hasil analisis mengenai penyebab kematian orang tua Anda ...."

Eldo mendengus dingin dan menyela dengan tidak sabar, "Jangan ngawur! Yang mati itu mertuaku. Anaknya juga ada di sini, langsung saja bacakan!"

Bawahan itu menoleh ke sekeliling dengan gelisah, bibirnya bergetar tetapi tidak berani bersuara.

Kening Eldo berkerut rapat, lalu tangannya terangkat memberi isyarat. "Cuma laporan kematian orang tuanya, 'kan? Apa yang harus ditutupi? Bacakan saja apa adanya!"

Aku mengangguk ke arah bawahannya, memberi tanda agar dia segera membaca. Aku ingin melihat, apakah Eldo benar-benar setenang itu? Apakah dia mampu mendengar kenyataan hingga akhir?

Suara terbata-bata pun terdengar di ruangan, "Laporan analisis kasus sengatan ratu lebah .... Nama korban: Handoko, Shenia ...."

Wajah Eldo seketika menjadi muram.

Eldo langsung meraih laporan itu dari tangan bawahannya. Matanya membelalak dan memerah, jemarinya mencengkeram laporan itu dengan begitu kencang, hingga buku-buku jarinya memutih.

Seluruh ruangan bergemuruh oleh teriakannya, "Mana mungkin!!!"
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Selingkuhannya, Pembunuh Orang Tuanya!   Bab 7

    Mendengar ucapan Riana, sudut bibir Eldo bergetar tak terkendali. Ya, untuk bisa sampai ke posisi hari ini, betapa banyak penderitaan dan kerja keras yang telah dia lalui.Setiap larut malam, Eldo selalu teringat teman masa kecil yang menunjuk dirinya sambil memakinya aneh. Kini, ketika mereka tahu dirinya sudah menjadi Direktur Institut Penelitian Serangga, pujian palsu dan sanjungan penuh kepura-puraan itu cukup memuaskannya.Eldo tak sanggup membayangkan, jika dia jatuh dari posisi tinggi ini, bagaimana hinaan dan cemooh akan menghancurkannya. Trauma masa kecil kembali menutup hatinya dengan gelap.Seolah-olah melihat keraguannya, Riana pura-pura menunjukkan perhatian. "Kak Eldo, sekarang hanya aku yang bisa benar-benar merasakan apa yang kamu rasakan. Soal rasa sakit kehilangan orang tua, biarkan waktu yang menyembuhkan.""Aku akan selalu ada di sisimu. Hubungan apa yang lebih kuat daripada saling memegang rahasia masing-masing?" Riana tersenyum licik, senyuman yang membuat bulu ku

  • Selingkuhannya, Pembunuh Orang Tuanya!   Bab 6

    Seakan-akan mendengar kabar yang mengejutkan, mata Eldo tiba-tiba membelalak. Dia berlari cepat ke arah Riana, mencengkeram kuat bahunya. "Kamu bilang apa? Hari ayah dan ibuku kena musibah, kamu juga ada di TKP?"Riana terkejut sampai linglung oleh ledakan emosi Eldo yang mendadak. Aku lantas mengeluarkan ponsel dan memperlihatkan sebuah foto. "Kamu lihat sendiri."Eldo menatap foto kedua orang tuanya, air mata langsung jatuh. Namun, dia juga memperhatikan, di belakang ayah ibunya ada sosok hitam yang sekilas melintas. Itu adalah Riana!Riana buru-buru menjelaskan, "Hari itu aku cuma mendaki gunung. Aku nggak nyangka ternyata gunung yang sama dengan orang tuamu, kebetulan sekali."Namun, pertanyaan Eldo berikutnya membuat Riana benar-benar jatuh ke jurang keputusasaan. "Kamu bilang kamu yang menumbangkan sarang lebah itu?"Sadar dirinya keceplosan, Riana terbata-bata. "Ya ... tapi aku nggak sengaja, aku cuma penasaran saja."Eldo teringat hari saat Riana meminta dirinya bersaksi. "Kak

  • Selingkuhannya, Pembunuh Orang Tuanya!   Bab 5

    Seluruh ruang mayat sunyi, hanya terdengar suara napas. Setelah melihatnya, Eldo dengan tenang menurunkan kain putih itu."Ini bukan ayah dan ibuku!"Mendengar jawabannya yang begitu yakin, aku hanya merasa sedih."Eldo, buka matamu lebar-lebar dan lihat baik-baik! Wajah Ayah dan Ibu sudah rusak parah karena sengatan ratu lebah, hanya dari wajah tentu saja nggak bisa dikenali!""Jari kiri Ibu masih memakai cincin emas yang kamu kasih dan di leher Ayah masih ada liontin giok dari hadiah ulang tahunnya."Mendengar kata-kataku, Eldo yang tidak percaya kembali melihatnya sekali lagi. Jari, leher, cincin emas, liontin giok, semuanya cocok.Sesaat kemudian, Eldo ambruk dan berlutut di lantai, bersandar di atas mayat sambil menangis pilu. "Ayah, Ibu, kenapa kalian tega meninggalkan aku!"Eldo menangis tersedu-sedu. Keluarga bahagia yang utuh seketika hancur, membuatnya sama sekali tidak bisa menerima.Perawat yang sudah terbiasa menghadapi perpisahan hidup dan mati, dengan baik hati menenangk

  • Selingkuhannya, Pembunuh Orang Tuanya!   Bab 4

    Wajah Eldo berubah bengis, urat-urat di pelipisnya menonjol. Suara jeritannya yang pilu menyiratkan ketidakpercayaan.Di laporan pemeriksaan itu, jelas-jelas tertulis nama ayah dan ibu mertuaku. Di bawahnya, terlampir beberapa foto mereka setelah disengat ratu lebah.Tubuh keduanya bengkak parah, wajah mereka berubah bentuk hingga nyaris tak bisa dikenali. Bibir mereka membiru, sama sekali tak lagi menyerupai manusia.Eldo menatap foto itu dengan mata membelalak dan suaranya gemetar penuh penolakan, "Nggak mungkin .... Itu bukan ayah dan ibuku! Ayah dan ibuku nggak mungkin jadi seperti ini! Kamu pasti sudah disuap Angela, ya?! Kamu bersekongkol untuk menipuku!"Melihat Eldo yang masih bertahan dalam delusinya, aku akhirnya memutuskan untuk menghancurkan khayalannya."Orang tuamu sudah mati! Mereka meninggal tepat di hari aku datang memohon pertolongan padamu!"Eldo menggeleng dengan keras dan wajahnya penuh putus asa, "Nggak ... nggak mungkin! Bukannya yang mati itu orang tuamu? Kenapa

  • Selingkuhannya, Pembunuh Orang Tuanya!   Bab 3

    Malam itu, Eldo akhirnya pulang ke rumah.Begitu masuk dan melihat mataku yang sembap karena menangis, wajahnya yang tadinya tenang langsung berubah masam."Setiap hari pasang muka sedih begitu mau tunjukkin ke siapa? Cuma mati orang tua saja, 'kan? Lihat saja tampangmu yang setengah mati begini, bawa sial saja!"Sekilas, dia melihat kain bertuliskan huruf duka yang tersemat di lenganku. Dia langsung meraihnya dan merobeknya dengan kasar."Di rumah jangan pakai beginian, menjijikkan! Kalau memang mau berbakti, pulanglah ke rumah orang tuamu, jangan sok-sokan di depanku!" Usai bicara, dia melemparkan kain itu ke lantai lalu menginjaknya berkali-kali dengan penuh kebencian.Aku hanya memandangnya tanpa ekspresi. Seandainya Eldo tahu, kain duka itu kupakai demi menghormati orang tuanya sendiri yang sudah tiada ... entah apa reaksinya.Setelah melampiaskan amarah, Eldo kembali ke kamar tidur lalu langsung terlelap.Aku diam-diam mengambil ponsel dan menekan sebuah nomor. "Halo, ini Institu

  • Selingkuhannya, Pembunuh Orang Tuanya!   Bab 2

    Aku masih terpuruk dalam duka kehilangan ayah dan ibu mertua, lalu menelpon Eldo untuk memberi tahu kenyataan pahit itu."Sayang, Ayah dan Ibu sudah pergi .... Mereka pergi dengan sangat menyakitkan. Pulanglah, uruslah pemakaman mereka."Tak kusangka, Eldo malah menanggapi dengan nada penuh ejekan. "Mati ya mati saja, kenapa harus heboh begitu! Lagian, selalu ada orang yang mati di dunia ini setiap hari. Memangnya orang tuamu mati itu masalah besar? Konyol!"Aku baru hendak membuka mulut, ingin memberitahunya bahwa yang meninggal itu adalah orang tuanya sendiri, tapi dia langsung memotong ucapanku."Hal sepele begini saja kamu telepon aku? Kalau nggak ada urusan penting, jangan ganggu aku!"Saat itu, dari seberang telepon terdengar suara manja seorang wanita, "Eldo, itu Angela yang maksa kamu pulang ya? Nggak apa-apa kok, ada aku yang menjaga ibuku. Walaupun capek dan repot, aku masih kuat menahannya."Nada bicara Eldo pun seketika berubah penuh rasa sayang dan perhatian, "Aku temani k

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status