เข้าสู่ระบบTahun ketujuh pernikahan, Dhea baru tahu kalau suaminya punya seorang anak laki-laki berusia enam tahun. Dia bersembunyi di balik perosotan TK, melihat Yordan sedang membungkuk menggendong seorang anak kecil sambil bermain dengannya. "Papa, sudah lama banget Papa nggak datang lihat aku." Suaminya mengusap kepala anak itu. "Anak pintar, Papa sibuk kerja. Kamu harus nurut sama Mama ya." Duar! Suara itu seakan-akan meruntuhkan dunia Dhea. Kepalanya langsung kosong. Papa? Mama? Sosok besar dan kecil itu memiliki wajah yang mirip 70%. Semuanya jelas sekali mengatakan bahwa pria yang dulu bersumpah akan mencintainya seumur hidup, ternyata sudah selingkuh sejak lama! Mereka tumbuh bersama sejak kecil, saling mencintai bertahun-tahun. Dhea bahkan pernah ditusuk di perut demi menyelamatkan Yordan. Akibatnya, dia bukan hanya kehilangan anak, tetapi juga tak bisa punya keturunan seumur hidup. Saat itu, Yordan berlutut di sampingnya dengan mata merah dan berkata, "Aku nggak butuh anak. Aku cuma butuh kamu seorang!" Suara bergetar Yordan yang sampai sekarang masih terngiang-ngiang di benak Dhea, kini hancur tak bersisa karena pemandangan di depan mata!
ดูเพิ่มเติม“Tanda tangani sekarang!” Titah wanita berambut hitam disanggul, dan memakai riasan yang cukup mencolok.
Karina mengepal tinjunya ketika melihat tulisan di atas kertas putih yang sekarang ada di hadapannya. Bunyi gemerutuk dari gigi yang saling beradu, serta tatapan tajam dipenuhi linangan air mata di pipinya, Karina hampir pingsan karena terlalu emosi setelah membaca tulisan di atas kertas itu.
“Ini sudah keterlaluan, Tante, bagaimana bisa Tante menjualku?!”
Tangan Karina gemetar hebat. Ia mengalihkan tatapannya ke arah wanita bersanggul itu, Soraya, tantenya. Pena yang ia pegang hampir saja patah karena ia menggengamnya terlalu kuat, masih merasa tidak percaya kalau tantenya akan bertindak sejauh ini.
Soraya lantas memandang rendah Karina, telunjuknya menghardik Karina dengan kejam, tidak ada raut rasa bersalah ataupun kasihan pada wajah Soraya, ia melakukan apapun yang ia mau tanpa ada halangan dari siapapun. Ia berkuasa dan memiliki semua kendali atas hidup Karina.
“Kau itu hanya beban untuk keluargaku. Sekarang suamiku sudah mati. Jadi, aku bisa melakukan apa pun yang aku mau, termasuk menjualmu, gadis sialan!” Suara Soraya meninggi, urat-urat lehernya menyembul ke permukaan kulitnya, matanya menatap benci kepada Karina.
Tubuh Karina gemetar luar biasa menahan gejolak emosi di dalam dirinya yang sebentar lagi akan meledak. Ia tidak percaya dengan semua yang ia dengar. Walau pun Karina tau, ia memang beban di keluarga sang tante, ia juga sering diperlakukan tidak adil. Namun, Karina tidak menyangka akan sejauh ini tindakan tantenya.
“Tanda tangani ini! Sebentar lagi mereka akan datang untuk menjemputmu. Jangan membuat amarahku semakin tinggi, Karina Elizabeth!” Soraya membentak Karina, lagi dan lagi.
Soraya bahkan menarik tangan Karina, memaksa gadis itu untuk mendatangi surat yang tidak ia setujui sama sekali. Ia memberontak untuk membubuhkan tanda tangannya, namun Soraya terus memaksanya sehingga tanpa bisa berkata-kata lagi, Karina menanda tangani surat tersebut.
Soraya tersenyum puas, ia benar-benar merasa di atas Karina, ia bisa menginjak-injak gadis lemah itu sesuka hatinya. Masalah tanda tangan bukanlah hal yang rumit untuknya, buktinya ia bisa mendapatkannya dengan mudah, walau dengan sedikit paksaan.
“Sudah saatnya kau berbakti padaku, bodoh.” Soraya mencemooh Karina, jari telunjuknya itu terus-terusan ia tujukan ke wajah Karina yang sekarang sudah banjir dengan air mata.
“Nyona, ada tamu.”
Beberapa menit setelah Soraya berhasil mendapatkan tanda tangan Karina, tamu yang ia tunggu datang, ia segera menanda tangani surat itu di kolom yang ada di sebelah kolom nama Karina. Ia tersenyum puas lalu berlari riang menuju pintu utama, Soraya tidak sabar dengan tamunya kali ini.
Benar saja, tamu yang datang adalah tamu yang di tunggu-tunggu Soraya. Ia langsung mempersilakan tamu itu masuk, dua orang pria berjas itu masuk ke dalam rumahnya. Di sana, mereka melihat Karina yang mencoba untuk berdiri.
“Ini dia anaknya, dia juga sudah tanda tangan di sini.” Soraya memberikan kertas bertuliskan kontrak pembelian sudah ditanda tangani oleh dua orang, Soraya dan Karina, kepada salah satu pria dengan setelan serba hitam dan memakai kacamata.
Pria itu mengangguk, ia kemudian menatap ke arah Karina, mengamati gadis itu dari atas sampai bawah dengan teliti. Kemudian dia mengangguk lagi dan mengisyaratkan pria yang satunya lagi untuk mendekati Karina dan membawa gadis itu pergi.
“Untuk uangnya, ada di dalam koper, jumlahnya sesuai dengan yang dijanjikan. Saya harap Nyona akan memiliki kehidupan yang lebih baik lagi,” ucap pria berkacamata itu pada Soraya, entah apa maksudnya mengucapkan ‘kehidupan yang lebih layak lagi’ kepada Soraya.
“Bawa dia!” Titah pria berkacamata itu pada pria yang satunya.
Karina sontak langsung memberontak ketika tubuhnya diseret pergi oleh orang asing. Namun pria itu tidak peduli, ia terus menyeret Karina tanpa ada rasa kasihan sama sekali dengan tubuh ringkih itu.
“Tante, kumohon, jangan jual aku!” Karina berteriak, ia melihat ke arah Soraya dengan tatapan memohon.
Soraya tidak peduli, seolah tuli, ia memalingkan wajahnya agar tidak melihat wajah Karina lagi. Wanita tua itu tampak sombong dengan apa yang sudah ia lakukan kepada keponakannya. Ia tidak mau peduli dengan nasib buruk atau baik yang akan Karina terima setelah ini, yang ada di pikirannya hanyalah nominal angka yang ada di dalam koper hitam itu.
“Tante Soraya, tolong, Tante!” Karina terus berteriak pada Soraya, namun tetap saja tidak ada yang peduli dengan teriakannya.
“Tante!”
Teriakan itu semakin menjauh, Karina diseret paksa masuk ke dalam mobil sedan hitam yang terparkir di depan rumah. Linang air mata tidak terbendung membasahi pipinya. Ia tidak menyangka kalau dirinya akan benar-benar terusir dari rumahnya sendiri oleh tantenya yang kejam itu.
Karina terombang abing, bak boneka, ia dibawa kesana kemari, didandani dan juga diberikan pakaian mewah. Bingung? tentu saja. Karina teramat bingung dengan situasinya saat ini. Biasanya di film, seseorang yang sudah dibeli akan dibawa ke sebuah tempat mengerikan, lalu terjadi proses perjual belian manusia, tempat yang kejam dan penuh manusia yang hina.
Namun kali ini Karina merasa semuanya tidak seperti apa yang ia lihat di adegan film tersebut. Karina dibawa ke sebuah mansion bergaya modern, mewah dan indah.
Melihat pekarangan rumahnya saja sudah membuat kaki Karina sakit, tidak akan mungkin manusia normal sanggup jalan kaki dari gerbang utama sampai ke rumah utama dengan jaraknya sangat jauh dan itu pasti akan memakan waktu yang lama.
Tak berhenti disitu, kekaguman Karina berlanjut ke bangunan utama rumah yang terlihat sangat besar dan megah. Mulutnya menganga tanpa henti.
Saat masuk dari pintu utama ia sudah disambut oleh banyak maid dan kepala pelayan rumah. Ia merasa seperti berada di dalam serial tv dan memerankan peran putri dari pengusaha kaya raya. Karina jadi menghayal sejenak.
Karina dibuat terkesima dengan semua interior yang ada sepanjang kakinya menapak di dalam kediaman sang tuan pembeli. Sampai pada di akhir langkanya berpijak, mata Karina dibuat kagum dengan pintu yang menjulang tinggi terbuka menyambut kedatangannya.
“Silakan masuk.” Sang tuan tangan kanan mempersilahkan Karina untuk masuk.
Ia pun dipersilakan masuk ke dalam ruangan. Dari jauh Karina melihat sebuah punggung tegap seorang pria yang sedang membelakangi mereka, ia sedang sibuk bertelepon dengan seseorang di mejanya. Karina sedikit mencoba mengintip wajah pria itu, tetapi tidak bisa. Jika di lihat dari punggungnya, Pria itu pasti memiliki paras yang tampan.
“Baiklah, sampai nanti.”
Gagang telepon itu diletak kembali ke tempat semula. Tuan tangan kanan mulai meluruskan kedua kaki dan merapatkannya lalu membungkuk 45 derajat secara singkat sebelum membuka suara.
“Selamat siang tuan Carrington, saya membawa keponakan nyonya Soraya.” Ucap tuan tangan kanan itu.
Karina memainkan kukunya, ada perasaan takut di dalam dirinya. Ia takut akan terjadi hal-hal buruk kepada dirinya, lalu orang seperti apa yang yang membelinya itu. Apakah dia memiliki kepribadian yang baik atau tidak.
“Oh, Nona Elizabeth.” Pria itu berucap dengan nada suara yang rendah dan tegas, matanya yang tajam langsung mengidentifikasi penampilan Karina dari atas kepala sampai kaki.
Jantung Karina berpacu cepat, kepalanya terus memilikirkan hal-hal buruk. Tentu orang yang ada di hadapannya saat ini bukanlah pria baik-baik.
“Kau benar-benar harus patuhi semua perintahku, Nona.” ucap pria itu. “Permainan akan dimulai.”
Larissa benar-benar telah kehilangan kewarasannya. Sejak awal, dia memang kabur dari rumah sakit jiwa. Ditambah kali ini melukai Yordan, tentu saja Anindya tidak mungkin melepaskannya begitu saja.Akhirnya, karena tangisan dan permohonan Rafael, Anindya memilih mengurung Larissa di loteng rumah tua Keluarga Furama. Setiap hari ada orang yang berjaga dan tidak membiarkannya keluar untuk menimbulkan masalah lagi.Sementara itu, kondisi Yordan di rumah sakit juga masih belum stabil. Sebagian besar waktu Anindya dihabiskan untuk merawat Yordan, sehingga dia tidak terlalu memperhatikan keadaan Larissa lagi.Para pembantu di rumah pun tidak menyukai Larissa, sehingga mereka memperlakukannya dengan asal-asalan. Mereka hanya mengantar dua kali makan sehari sesuai jadwal. Soal dia mau makan atau tidak, sudah bukan urusan mereka.Hingga suatu hari, seorang pembantu tiba-tiba menyadari bahwa makanan yang dibawanya sudah tiga hari berturut-turut tak pernah tersentuh.Ketika dia mendorong pintu dan
Di dalam negeri, Keluarga Furama.Saat Yordan buru-buru kembali, dia melihat Larissa dengan rambut berantakan, pakaian kusut, wajah penuh noda dan jejak air mata. Seluruh tubuhnya tampak seperti iblis yang baru keluar dari neraka.Dalam pelukannya, dia mencengkeram Rafael dengan erat, lalu mengurung diri di sebuah kamar. Tak peduli siapa pun yang mencoba membujuk, dia sama sekali tidak mau membuka pintu.Melihat Yordan pulang, Anindya seolah-olah mendapatkan harapan. "Yordan, Larissa sudah gila. Tapi Rafael nggak bersalah, kamu harus segera menyelamatkan Rafael!"Wajah Yordan tampak lelah, kedua matanya yang penuh keletihan tampak merah padam. Dia mengangguk pelan, lalu langsung memerintahkan orang untuk mendobrak pintu dan melangkah masuk dengan tenang."Larissa, bukannya kamu ingin bertemu denganku? Sekarang aku sudah datang, lepaskan Rafael!"Larissa yang berada di dalam kamar mendadak menengadah dan menatap mata Yordan, lalu tertawa terbahak-bahak."Hahaha ...." Dia tertawa dengan
"Kamu sudah sadar." Suara Dhea tenang dan dingin, seakan mereka hanyalah dua orang asing yang kebetulan berpapasan.Yordan sampai gemetar karena terlalu bersemangat. Selama sebulan penuh dia tidak melihat Dhea, rindu yang menyesakkan itu hampir membuatnya gila. Kini, dia akhirnya bisa menatap wajah Dhea dan mendengar suaranya lagi. Perasaan rindu itu seketika meluap tak tertahankan.Dengan mata yang memerah, Yordan tiba-tiba bangkit dan merengkuh Dhea erat dalam pelukannya. "Dhea, ini benar-benar kamu .... Dhea, aku sangat merindukanmu." Suara Yordan rendah dan serak, sarat akan kerinduan dan cinta yang tak terbendung.Tubuh Dhea sedikit menegang, lalu dia mendorong Yordan dengan kuat. "Yordan, kita sudah bercerai!"Melihat pelukan yang tiba-tiba hampa, tatapan Yordan seketika dipenuhi kepedihan. "Dhea, aku nggak setuju sama perceraian itu," ucapnya cemas dan berusaha memperbaiki keadaan. "Hari itu aku sedang mabuk, aku sama sekali nggak sadar bahwa yang kutandatangani adalah surat cer
Dari balik taman, Yordan menatap Dhea dari kejauhan. Mata kelamnya penuh dengan perasaan mendalam, seolah ingin mengukir sosok wanita itu ke dalam hatinya.Namun, Dhea hanya menatapnya dengan tenang. Rasa berdebar dan sakit hati yang dulu begitu kuat, saat ini semuanya telah berubah menjadi kehampaan.Dengan sikap tak peduli, dia menutup jendela dan mengalihkan pandangan dari wajah yang kini hanya membuatnya muak.Tak lama kemudian, seorang pelayan bergegas datang. "Nona Dhea, di depan ada seorang Pak Yordan yang ingin bertemu dengan Anda."Tatapan Dhea tetap datar dan suaranya terdengar dingin, "Aku nggak mau bertemu. Suruh dia pergi."Pelayan itu langsung mengangguk dan pergi, lalu tak pernah lagi menyebutkan nama pria itu. Dhea pun menghapus sosok pria itu dari pikirannya.Sampai menjelang senja, saat suara hujan terdengar deras di luar jendela, Laura pun terbangun. Kondisinya sudah jauh lebih baik, sifat cerianya kembali muncul. Dia menempelkan wajah mungilnya ke kaca jendela, lalu
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
ความคิดเห็น